Solusi Bagi Makmum yang Buang Angin Saat Shalat Berjamaah

oleh Sekretariat Dewan Hisbah

01 Mei 2025 | 09:22

Dewan Hisbah PP Persis

Pertanyaan dari : Hamba Allah

Pertanyaan : ketika kita "buang angin" saat salat berjamaah haruskah kita keluar lewati makmum dalam shaf atau kita tunggu sampai salat selesai? Mohon penjelasan!. Wassalam



Jawaban :


Setelah kami memperhatikan pertanyaan di atas, tampaknya akan ada beberapa dalil yang dipergunakan, antara lain: 1) tentang tidak sah shalat apabila berhadas, 2) hukum melewati shaf, 3) shaf terputus oleh orang yang diam tidak shalat karena hadas yang dapat merusak kesempurnaan berjama`ah, 4) kebolehan melangkah atau bergeser dalam shalat karena satu keperluan, 5) yang tidak shalat boleh berbicara kepada yang sedang shalat.


Dalil-dalil untuk poin kesatu, yaitu tidak sah shalat apabila berhadas:


عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ


Dari Abi Al Malih dari Ayahnya dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Allah Azza wa Jalla tidak menerima sedekah dari harta ghulul (harta rampasan perang yang dicuri) dan juga tidak menerima shalat tanpa bersuci." (HR. Abu Dawud, no. 54)


عَنْ عَلِيٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ


Dari Ali dari Nabi Saw, beliau bersabda: Kunci shalat adalah bersuci, keharamannya adalah takbir dan penghalalannya adalah salam." (HR. At-Tirmidzi, no. 3).


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ


Dari Abi Hurairah dari Nabi Saw bersabda: "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu." (HR. Al-Bukhari, no. 6440)


Dalil-dalil untuk poin kedua, yaitu haramnya melewati shaf shalat:


عن أبي سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ


Dari Abi Sa'id berkata: Aku pernah mendengar Nabi Saw bersabda: "Jika seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dari orang, kemudian ada seseorang yang hendak lewat dihadapannya maka hendaklah dicegah. Jika dia tidak mau maka perangilah dia, karena dia adalah setan." (HR. Al-Bukhari: 479).


عن ابْنِ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُصَلِّ إِلَّا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ؛ فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ


Dari Ibnu Umar berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah shalat kecuali menghadap tabir pembatas dan jangan pula membiarkan seseorang melintas di hadapanmu, jika ia menolak maka hendaknya kamu menghadangnya, karena sesungguhnya ia bersama seorang pendamping.” (HR. Ibnu Khuzaimah, no.799)


عن أَبِي جُهَيْمٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ


Dari Abi Juhaim lalu berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sekiranya orang yang lewat di depan orang yang mengerjakan shalat mengetahui apa akibat yang akan ia tanggung, niscaya ia berdiri selama empat puluh lebih baik baginya dari pada dia lewat di depan orang yang sedang shalat.” (HR. Al-Bukhari, no. 480).


Adapun dalil-dalil poin ketiga, yaitu shaf terputus oleh orang yang diam tidak shalat karena hadas yang dapat merusak kesempurnaan berjama`ah:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ


Dari Anas bin Malik dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Luruskanlah shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari ditegakkannya shalat.” (HR. Al-Bukhari, no. 681)


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي


Dari Anas bin Malik ia berkata: Ketika iqamah shalat telah dikumandangkan, Rasulullah Saw berbalik menghadapkan mukanya kepada kami seraya bersabda: "Luruskanlah shaf dan rapatkanlah, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.” (HR. Al-Bukhari, no. 678)


عن ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ لَمْ يَقُلْ عِيسَى بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ


Dari Umar bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Tegakkanlah shaf-shaf, sejajarkanlah antara pundak-pundak, tutuplah celah-celah dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian, -Isa tidak menyebutkan: tangan saudara kalian- dan janganlah kalian membiarkan celah-celah itu untuk setan, barangsiapa yang menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutusnya maka Allah akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud, no. 570)


Berdasarkan hadis-hadis ini tentu saja orang yang diam dalam keadaan batal di antara rapatnya shaf orang yang shalat berjama`ah akan menyebabkan putusnya shaf dan akan memberi ruang yang kosong peluang masuknya setan.


Dalil-dalil untuk poin keempat, yaitu kebolehan melangkah atau bergeser dalam shalat karena satu keperluan:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ‏:‏ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ اقْتُلُوا الأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلاَةِ‏:‏ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ‏


Dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda, "Bunuhlah dua hewan yang berwarna hitam di dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking." (HR. Ibnu Hibban, no. 2352)


أَبُو حَازِمٍ قَالَ سَأَلُوا سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ مِنْ أَيِّ شَيْءٍ الْمِنْبَرُ فَقَالَ مَا بَقِيَ بِالنَّاسِ أَعْلَمُ مِنِّي هُوَ مِنْ أَثْلِ الْغَابَةِ عَمِلَهُ فُلَانٌ مَوْلَى فُلَانَةَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ عُمِلَ وَوُضِعَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ كَبَّرَ وَقَامَ النَّاسُ خَلْفَهُ فَقَرَأَ وَرَكَعَ وَرَكَعَ النَّاسُ خَلْفَهُ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ رَجَعَ الْقَهْقَرَى فَسَجَدَ عَلَى الْأَرْضِ ثُمَّ عَادَ إِلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ رَجَعَ الْقَهْقَرَى حَتَّى سَجَدَ بِالْأَرْضِ فَهَذَا شَأْنُهُ


Abu Hazim berkata: Orang-orang bertanya kepada Sahal bin Sa'd tentang terbuat dari apa mimbar Rasulullah? Maka dia berkata: "Tidak ada seorangpun yang masih hidup dari para sahabat yang lebih mengetahui masalah ini selain aku. Mimbar itu terbuat dari batang pohon hutan yang tak berduri, mimbar itu dibuat oleh budak seorang wanita untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika selesai dibuat dan diletakkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri pada mimbar tersebut menghadap kiblat. Beliau bertakbir dan orang-orang pun ikut shalat dibelakangnya, lalu beliau membaca surat lalu rukuk, dan orang-orang pun ikut rukuk di belakangnya. Kemudian beliau mengangkat kepalanya, lalu mundur ke belakang turun dan sujud di atas tanah. Kemudian beliau kembali ke atas mimbar dan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya lalu turun kembali ke tanah pada posisi sebelumnya dan sujud di tanah. Itulah keberadaan mimbar.” (HR. Al-Bukhari, no. 364)


Dalil-dalil untuk poin kelima, yaitu yang tidak shalat boleh berbicara kepada yang sedang shalat:


قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ سَمِعْتُكَ تَنْهَى عَنْ هَاتَيْنِ وَأَرَاكَ تُصَلِّيهِمَا فَإِنْ أَشَارَ بِيَدِهِ فَاسْتَأْخِرِي عَنْهُ فَفَعَلَتْ الْجَارِيَةُ فَأَشَارَ بِيَدِهِ فَاسْتَأْخَرَتْ عَنْهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ سَأَلْتِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ فَشَغَلُونِي عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ


Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah Saw, Aku mendengar anda pernah melarang shalat dua raka'at setelah 'Ashar namun aku juga melihat anda mengerjakannya. Jika Beliau memberi isyarat dengan tangannya maka tunggulah". Maka sahaya tersebut melaksanakannya dan ternyata Beliau memberi isyarat dengan tangannya. Maka sahaya ini menunggu dari Beliau. Setelah selesai Beliau berkata: "Wahai binti Abu Umayyah, kamu bertanya tentang dua raka'at setelah 'Ashar. Sungguh aku kedatangan rombongan orang dari suku 'Abdul Qais yang menyebabkan aku terhalang dari mengerjakan dua raka'at setelah Dhuhur. Itulah yang aku kerjakan (setelah 'Ashar).” (HR. Al-Bukhari, no. 1157)


عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ فَكَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِي بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَوْمَأَ زُهَيْرٌ بِيَدِهِ ثُمَّ كَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِي هَكَذَا فَأَوْمَأَ زُهَيْرٌ أَيْضًا بِيَدِهِ نَحْوَ الْأَرْضِ وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ يُومِئُ بِرَأْسِهِ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ لَهُ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أُكَلِّمَكَ إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي


Dari Jabir dia berkata: "Rasulullah Saw mengutusku dalam keadaan beliau bertolak pergi ke bani al-Mushthaliq, lalu aku mendatanginya dalam keadaan beliau shalat di atas untanya. Lalu aku mengajaknya berbicara, lalu beliau berkata dengan memberikan isyarat tangannya demikian.' Dan Zuhair memberikan isyarat dengan tangannya, 'Kemudian aku mengajaknya berbicara, maka beliau berkata kepadaku demikian.' Zuhair juga memberikan isyarat dengan tangannya menunjuk bumi, 'Dan saya mendengarkannya membaca memberikan isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai, maka beliau bersabda, 'Apa yang telah kamu lakukan dalam misi yang karenanya aku mengutusmu? Karena tidak ada yang menghalangiku untuk mengajakmu bicara melainkan karena aku dalam keadaan shalat'." (HR. Muslim, no. 840)


Berdasarkan kelima kelompok dalil di atas ternyata ada cara yang apabila dilakukan tidak akan terjadi pelanggaran. Yaitu memberi isyarat dengan cara yang maklum, di antaranya memijit hidung bahkan dengan berbicara meminta agar diberi jalan untuk dapat lewat.

BACA JUGA: Bagaimana Hukum Walimatul Safar untuk Keberangkatan Haji?