Bandung - persis.or.id, Sejak tahun 1979, Pimpinan Pusat Persatuan Islam secara resmi membentuk Bidang Garapan (Bidgar) Haji yang kemudian sekarang menjadi Bidang Garapan (Bidgar) Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (Bimhajum), dan telah memiliki Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang diberi nama KBIH. Persatuan Islam (Persis) dengan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 416 Tahun 2018 serta telah terakreditasi A.
Tujuan dari adanya Bidang Garapan Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah serta mendirikan KBIH Persatuan Islam, adalah untuk menyelamatkan ibadah umat dan menyelamatkan umat dalam beribadah sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Khudzuu ‘Anniy Manaasikakum (Ambillah oleh kalian dariku cara-cara manasik (ibadah haji) kalian” (HR. al-Baihaqi)
Setiap tahun KBIH. Persis senantiasa memberangkatkan jama’ah hajinya kurang lebih 900 jama’ah. Dan menjadi hal yang rutin bahwa sebelum keberangkatan selalu dilakukan bimbingan dalam bentuk penataran, yaitu yang berkaitan dengan Aqidah, Ibadah dan Mu’amalah. Penataran tersebut dilaksanakan 12 sampai 15 kali pertemuan juga beberapa kali praktek manasik haji dan umrah.
1441 H/ 2019 m Tahun Zonasi
Pada tahun 1440 H atau tahun 2019 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dengan diberlakukannya Zonasi Kabupaten dan Kota. “Dulu sebelum diberlakukan sistim zonasi, KBIH Persis hanya terbagi kepada 4 sampai 6 Kelompok Terbang (Kloter), namun setelah diberlakukannya sistim zonasi ini menjadi 23 Kelompok Terbang (Kloter). Tentu saja hal tersebut sangat memberatkan dalam hal pelaksanaan ibadah, pengorganisasian rombongan/ regu, dan pengkoordinasian dengan seluruh rombongan dan regu, sebab konsekwensi terbagi kepada 24 kloter akan mempengaruhi penempatan Maktab, terkadang banyak Maktab yang satu dengan Maktab lainnya berbeda, terutama berkaitan dengan pelaksanaan Tarwiyyah.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, bagi pembimbing/ketua rombongan atau kordinator regu dan ketua regu yang belum berpengalaman tentu akan mendapatkan kendala tersendiri karena belum mengetahui medan dan jama’ah yang heterogen, seperti latar belakang pendidkan yang berbeda, pekerjaan/ keahlian yang berbeda, aspek sosial ekonomi yang berbeda, serta pemahaman agama yang juga pas pasan.
Seperti halnya dalam pelaksanaan wukuf di Arafah yang sering menjadi kendala tersendiri sebab menyatu dalam satu kloter, dalam satu tenda bersama dengan kelompok lain, tentu akan ditemukan perbedaan. Kita sering menyebutnya tidak sesuai dengan sunnah baik upacara wukufnya sampai kepada upacara dzikirnya.
Demikian juga dalam pelaksanaan Thowaf Qudum, rombongan, regu, dan jama’ah yang tersebar dalam berbagai kloter menjadi masalah berat yang harus dihadapi, sebab setiap kedatangan jama’ah harus siap mendampingi meski sehari harus dua kali, hal ini harus dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri jama’ah dan menjamin rasa aman dan nyaman.
Dalam pengorganisasian, sebelum keberangkatan berbulan-bulan seluruh calon jama’ah haji mengikuti penataran manasik, tentu dalam kurun waktu itu sudah terjadi kedekatan satu dengan yang lainnya, sudah merasakan menjadi satu keluarga, tiba-tiba keluar manifest, terpisah tidak dalam satu regu atau tidak dalam satu rombongan tapi menyatu dengan rombongan atau regu KBIH lain.
Setelah tiba di tanah suci, karena tersebar di berbagai Maktab, tentu ini memunculkan kendala tersendiri, seperti menghadapi Tarwiyyah karena dalam kloternya tidak ada yang Tarwiyah atau sedikit yang Tarwiyah dipastikan menemukan kendala apalagi pembimbing/ketua rombongan, kordinator regu dan ketua regu yang belum berpengalaman, terutama dalam pelaksanaan ARMUZNA (Arofah, Muzdalifah dan Mina), jelas bagi pembimbing utama, pembimbing/ketua rombongan, kordinator regu dan ketua regu akan dirasakan berat sebab bagaimana menjaga jama’ah agar tidak mengikuti cara orang lain sebab serombongan atau seregu dengan rombongan atau regu KBIH lain yang tidak sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah
Dalam pengkordinasian, menyebarnya rombongan dan regu pada berbagai Maktab menjadi kendala tersendiri dalam mengkordinasikan pelaksanaan ibadah terutama mengadapi Tarwiyah dan ARMUZNA. Menghadapi Tarwiyah koordinasi hanya sebatas pelaksanaan ibadah agar tidak menyimpang dari tuntunan al-Quran dan as-Sunnah, tidak dalam kebersamaan ibadah, dalam pelaksanaan wukuf di arafah hanya sebatas kordinasi pelaksanaan bukan dalam kebersamaan dalam pelaksanaan wukuf.
Demikian juga ketika Mabit di Muzdalifah, pelaksanaan Jumroh kami dituntut untuk mengkoordinasikan dengan seluruh pembimbing/karom atau kordinator regu dan ketua regu untuk menemukan cara agar keduanya dapat dilaksanakan bersama-sama sesuai dengan waktu yang ditentukan sunnah, sekalipun dalam waktu yang terlarang untuk Jumroh, sebab Maktab yang satu berbeda dengan Maktab yang lainnya
Kebijakan zonasi yang diterapkan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh sungguh memberatkan kepada KBIH, sebab jama’ah yang sudah dikondisikan dalam suasana kebersamaan dan kekeluargaan, sudah dikondisikan dalam satu, dua atau tiga kelompok terbang, dikondisikan dalam satu rombongan dan satu regu harus dipisahkan dan harus menyatu dengan rombongan atau regu yang lain.
Penerapan sistem Zonasi tersebut akan memunculkan berbagi pertanyaan, apakah kebijakan tersebut akan mematikan atau membubarkan KBIH. Sangat dimungkinkan, terutama KBIH yang dari tahun ke tahun didaerahnya kurang calon jama’ahnya kecuali mengambil dari daerah lain. Demikian juga dalam hal pembatasan ruang gerak KBIH, hal tersebut sangat memungkinkan, karena sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah.
Bagaimana dengan kabar bahwa tahun depan akan diberlakukan lagi Zonasi Kecamatan, apakah KBIH harus juga diatur setiap kecamatan tidak lagi per kabupaten dan kota ?, ini jelas melanggar Undang-Undang penyelenggaraan haji dan melanggar Undang-Undang Otonomi Daerah.
Kalau kita berkaca pada masa lalu dari perjalanan KBIH, jelas bahwa kita sudah banyak membantu penyelenggaraan ibadah haji, bahkan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh calon jama’ah, seperti pengurusan paspor, perjalanan selama dalam pesawat, dan hal-hal lainnya.
Demikian juga saat jama’ah berada di tanah suci, dari mulai pelaksanaan ibadah sampai kepada kenyamanan dan keamanan jama’ah sangat diperhatikan. Pelaksanaan ibadah dari A sampai Z dapat dituntaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang telah disampaikan pada saat pendidikan dan pelatihan.
Tidak terkecuali dalam memberikan kenyamanan dan keamanan kepada seluruh jama’ah, hal itu dapat diwujudkan karena KBIH telah mengkondisikan agar tercipta rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan sesama jama’ah sehingga lahirlah saling percaya, saling membantu dan saling mengasihi satu sama lainnya
Masihkah tahun depan ada Zonasi ?
Antisipasi kedepan seandainya kebijakan Zonasi ini tetap dipaksakan untuk diberlakukan, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah, Pertama, Setiap Pimpinan Daerah harus mendirikan KBIH. Kedua, Penataran yang dilakukan harus dilakukan secara profesional dan tidak boleh asal-asalan, sehingga jama’ah dapat melakukannya sendiri tanpa pembimbing dan tidak terpengaruhi oleh yang lain. Ketiga, Jika jama’ah di Pimpinan Daerah tidak mencukupi satu rombongan atau hanya satu regu saja, maka tanamkan kepercayaan diri kepada jama’ah bahwa mereka bisa bersama-sama melaksanakan ibadah dibawah komando ketua regu dan tidak akan terpengaruh oleh cara ibadah yang lain sekalipun bersama dalam rombongan yang berbeda dengan tatacara ibadahnya. Keempat, Lakukan koordinasi dan silaturahim dengan pemegang kebijakan di daerah
Terimakasih dan Permohonan Ma’af
Seiring dengan selesainya penyelenggaraan Ibadah Haji pada tahun ini, kami atas nama Pimpinan Pusat Persatuan Islam menyampaikan terimakasih kepada seluruh jama’ah yang sudah tergabung kepada KBIH Persatuan Islam. Khusunya pula kepada para pembimbing yang sudah menjalankan amanahnya sebaik mungkin, diantaranya Ust. DR. H. Jeje Jaenudin, M.Ag dan Ust. H. Anwarudin, M.Ag (Pembimbing Utama) dan para pembimbing dan asatidz lainnya, H. Yusuf Badri, M.Ag, H. Ahmad Husein, Drs.H.Taopik Rahman, H. Eddy Suryadi, H. Wawan Sofwan, H. Ahmad Faisal, S.Pd, H. Syarif Luqman Hakim, H. Ona Yuhana Fachry, Drs. H. Aep Saepudin, H. Dadan SR, H. Asep Jajang Munjali, H. Yusuf Burhanudin (ONH Plus Karya Imtaq). Tidak lupa, kepada para Ketua Regu (Karu), Tim KBIH Persis dan ONH Plus Karya Imtaq, serta pihak lainnya kami mengucapkan rasa terimakasih, teriring do’a, Jazakumullaahu khaeran katsieran.
“Tak ada gading yang tak retak”, kami pun menyampaikan permohonan ma’af jika dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dirasakan masih banyak kekurangan, dan mudah-mudahan pada saat yang akan datang kami bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi
Haji tahun ini berjalan baik
Sekalipun perjalanan ibadah haji kali ini sungguh terasa berat, namun seluruhnya dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik, hanya kepada Allah SWT kami menyerahkan segalanya semoga seluruh jama’ah haji kami menjadi haji yang mabrur. (/JJ)
Dikutip Risalah No. 6 TH. 57 - Oktober 2019.