Lambang PERSIS
Oleh: Dr. Pepen Irpan
Sehubungan dengan Lambang Persatuan Islam (PERSIS), ada beberapa hal yang perlu didiskusikan. Salah satunya adalah aspek kesejarahan. Secara historis, lambang PERSIS mengalami perubahan. Sebagaimana dilegitimasi dalam Qanun PERSIS kontemporer, bahwa lambang PERSIS adalah jalur-jalur sinar berbentuk Bintang bersudut dua belas. Didalamnya (tengah-pusat) tertulis dalam hurup Arab: Persatuan Islam (hurup Arab-Melayu/Pegon). Bagian atasnya, terdapat tulisan penggalan ayat Al-Quran, wa'tasimu bihablillah jami'an wala tafarraqu. Pada bagian bawah tertulis Hadits riwayat Tirmidzi, yadullah ma'a al-jama'ah. Lihat Qanun Dakhili Pasal 1 (QA-QD PERSIS tahun 2015, halaman 14).
Lambang tersebut berbeda dengan sebelumnya, pada zaman generasi awal PERSIS. Era KH. Zam zam dan M. Natsir (Ketua dan Wakil Ketua PERSIS), setidaknya era 1938-1942, lambang PERSIS adalah berbentuk Bulan-Bintang. Tepatnya Bulan Sabit, yang di kedua ujungnya (bagian atas ke bawah) terdapat Bintang bersudut lima. Nama organisasi ditulis setengah melingkar dengan hurup Latin: PERSATOEAN ISLAM, terletak di tengah-tengah, antara Bintang dan Bulan Sabit. Pada bagian dalam (tubuh) Bulan Sabit terdapat tulisan Arab: al-Wahdah al-Islamiyyah.
Saya sebut tahun 1938, karena data paling lama yang menyebut lambang Bulan Bintang adalah pada tahun tersebut (Majalah Al Lisan, Mei 1938). Bukan berarti dari tahun sebelumnya belum atau sudah ada lambang. Hanya data yang baru diperoleh tentang lambang (oleh saya) adalah tahun tersebut. Jadi, setidak-tidaknya, sejak tahun 1938, PERSIS sudah menggunakan simbol Bulan-Bintang. Sejarah memang tidak bisa berandai-andai, harus jelas faktanya.
Lalu, sejak kapan lambang simbolik Jamiyyah tersebut berubah? Lambang Bulan-Bintang itu sendiri bertahan hingga Jamiyyah dibubarkan Jepang pada tahun 1942. Hal ini didukung fakta, bahwa pada akhir tahun 1941, terdapat kop surat Pengurus Besar (PB) PERSIS yang masih menggunakan lambang Bulan-Bintang—sebagaimana bentuk yang telah dijelaskan di atas.
Setelah Jamiyyah mengalami kevakuman selama enam (6) tahun, barulah pada April 1948, PERSIS bisa didirikan kembali (reorganisasi). Pada era kedua Jamiyyah ini, muncul tokoh muda PERSIS, yakni M. Isa Anshary (waktu itu baru berumur 33/34 tahun). Selain berperan besar mereorganisasi Jamiyyah setelah dibubarkan Jepang, menurut kang Prof. Dadan Wildan dalam buku Pasang Surut Gerakan Pembaharuan (2000: 128), Isa Anshary juga menjadi konseptor utama Qanun PERSIS yang baru. Qanun tersebut disahkan pada tahun 1953 (Muktamar V PERSIS). Isa Anshary juga yang menjadi konseptor Manifest Perdjuangan PERSIS yang diterbitkan pada 1958, setelah sebelumnya pada 1951 menyusun buku Falsafah Perdjuangan Islam. Bahwa lambang PERSIS pada era kepemimpinan Isa Anshary mengalami perubahan dirujuk pada pernyataan Isa Anshary dalam tulisannya, Ke Depan Dengan Wajah Baru (Agustus 1960). Pada tulisannya itu, Isa Anshary sedikit menyentil tentang lambang jam’iyyah, dihubungkan dengan visi Al-Jama’ahnya, dengan menyebut bahwa, “ di lingkaran simbol PERSIS dituliskan yadullahi ma’al jama’ah.”
Pada 18 Februari 1968, Panitia Perubahan Qanun Asasi PERSIS—yang dibentuk oleh Muktamar PERSIS VIII di Bandung—meneguhkan terkait lambang PERSIS yang berbentuk bintang bersudut dua belas. Panitia yang dipimpin oleh M. Rusyad Nurdin dan Junus Anis tersebut mengesahkan Perubahan Qanun Asasi dan Qanun Dakhili PERSIS. Pada Bab VIII Pasal 31 tertulis: (1) Lambang Djam’ijjah ialah djalur-djalur sinar berbentuk bintang bersudut dua belas; (2) Sembojan Djam’ijjah ialah “wa’tashimu bi-hablillahi djamie’an wa la tafarraqu” dan “Jadullahi ma’al Djama’ah”; (3) Sembojan diterakan pada Lambang. (lihat Qanun Dakhili PERSIS tahun 1968, halaman 23).
Dengan begini, bagi kita generasi kontemporer, paling tidak ada tiga (3) pilihan: pertama, mengganti lambang PERSIS yang sekarang, dikembalikan ke lambang PERSIS yang awal (era Zamzam-Natsir). Kedua, tetap mempertahankan lambang PERSIS yang sekarang, dengan menafikan lambang yang lama. Ketiga, melakukan modifikasi (campuran) lambang PERSIS, antara yang lama dengan yang sekarang.
Ide saya sendiri adalah pilihan yang ketiga. Jadi, lambang yang sekarang sebagian besar tetap dipertahankan seperti itu, hanya ditambahkan/ modifikasi: (1) Bulan Sabit yang melingkari simbol bintang yang telah eksis sekarang; dan (2) dalam tubuh bulan sabit tersebut ditulis hurup Arab sebagai terjemahan nama organisasi: al-Ittihad al-Islamiyyah. Mungkin, ada ide artistik lainnya yang lebih nyeni, karena saya bukanlah seniman. Butuh ahli seni (namun menjiwai ideologi jamiyyah) untuk hal-hal yang sangat simbolik seperti ini.
Ide modifikasi lambang ini, alasannya sederhana. Yakni: (1) untuk menghargai hasil jerih-payah jihad semua founding fathers PERSIS; (2) untuk membangun kesadaran sejarah para aktivis jamiyyah kontemporer; dan (3) kreativitas kejamiyyahan sebagai bagian dari ruh tajdid itu sendiri.
Tentu saja, pilihan ada di tangan para Muktamirin sekalian yang akan jadi peserta Muktamar PERSIS XVI Tahun 2020.
Wallahu a'lam.
Merdeka-Grt, 030220
Be A Bee!
*) Anggota Dewan Tafkir & Bidgar SDMO PD PERSIS Garut 2016-2020.