Mengapa Yahudi Menginginkan Baitulmaqdis?

oleh Reporter

20 Mei 2021 | 07:57

Oleh: Dr. Tiar Anwar Bachtiar (Ketua HMK PP PERSIS)

Pada edisi yang lalu telah dijelaskan tentang siapa yang menghuni Palestina dan tanah Baitulmaqdis yang pertama (lihat disini klik). Jawabannya bukanlah bangsa Yahudi (Bani Israil), melainkan bangsa-bangsa lain dari berbagai kawasan seperti dari Arab dan Yunani. Berkali-kali bangsa Yahudi (Bani Israil) keluar dari tanah Baitulmaqdis, baik karena keinginan sendiri seperti pada masa Nabi Yusuf a.s. maupun karena pengusiran seperti saat Nubukadnezar dari Babilonia (Keldonia) berkuasa atas Baitulmaqdis setelah sebelumnya mereka bisa masuk lagi ke kawasan Baitulmaqdis dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi Yusya’ bin Nun. Oleh sebab itu, sebetulnya sama sekali tidak ada pembenaran dari sejarah bahwa bangsa Yahudi (Bani Israil)-lah yang berhak atas tanah ini.

Untuk memperjelas peristilahan perlu ditegaskan sekali lagi tentang penyebutan Yahudi dan Bani Israil di dalam tulisan ini. Istilah bangsa Yahudi saat ini sebetulnya merujuk kepada anak-anak keturunan Nabi Ya’qub a.s., walaupun bisa jadi keliru. Nabi Ya’qub dikenal dengan nama “Israil” sehingga anak keturunannya yang berasal dari 12 anaknya sering disebut sebagai Bani Israil. Semestinya, Yahudi adalah nama bagi anak keturunan Yehuda salah satu anak dari Nabi Ya’qub saja.

Akan tetapi kemudian nama Yahudi sebagai nama sebuah “bangsa” justru merupakan nama bagi seluruh anak keturunan Nabi Ya’qub, bukan hanya anak keturunan Yehuda. Dalam hal ini nama “Yahudi” berarti sama dengan nama “Bani Israil”. Sementara bila merujuk pada peristilahan Al-Quran, dibedakan antara penyebutan kata Bani Israil dengan Yahudi. Bila menyebut suatu bangsa, maka digunakan nama “Bani Israil”, sementara kata “Yahudi” digunakan untuk menyebut agama menyimpang yang diciptakan oleh sebagian bangsa Bani Israil. Istilah dalam tulisan ini akan merujuk kepada istilah Al-Quran ini. Oleh sebab itu, bila menggunakan nama “Yahudi” sebagai bangsa maka akan disebut “bangsa Yahudi”.

Pertanyaan yang patut diajukan berikutnya adalah mengapa keturunan Bani Israil, terutama yang beragama Yahudi ingin kembali “Baitulmaqdis”? Pertanyaan ini akan sedikit terjawab apabila kita ikuti kisah berikutnya setelah Alexander Agung dari Yunani (Macedonia) menaklukkan kawasan Baitulmaqdis dari tangan bangsa Persia sekitar tahun 332 SM. Sama seperti penguasa-penguasa lain yang berhasil menaklukkan kawasan ini, Alexander Agung pun menjadi penguasa sangat kuat dan besar saat itu. Kekuasaannya membentang dari Timur ke Barat.

Selain menguasi Yunani dan berbagai kawasan di wilayah Eropa, Alexander Agung juga mampu menguasai seluruh wilayah Asia Barat, seluruh kawasan Syam termasuk Syam dan Baitulmaqdis, Irak, Persia, Mesir, hingga India. Alexander Agung kurang dari sepuluh tahun berkuasa atas Baitulmaqdis karena ia meninggal pada tahun 323 SM, tapi salam waktu yang singkat itu, berhasil menguasi “dunia”. Oleh sebab itu, bangsa Eropa (Barat) hari ini amat mengagungkan Yunani sebagai salah satu identitas masa lalu mereka. Ibu kota Macedonia, yaitu Petra, hingga saat ini tetap dipelihara situsnya untuk mengingatkan kebesaran bangsa Yunani pada masa lalu itu dan menjadi penyemangat bangsa Barat untuk kembali menguasai dunia.

Sepeninggal Alexander Agung, selain wilayah kekuasaannya kembali terpecah belah, di Yunani yang menjadi pusat kekuasaannya terjadi perusakan dan perubahan keyakinan besar, yaitu munculnya gagasan tentang penyembahan dewa-dewa yang dikenal dalam mitologi Yunani; dan dewa tertingginya adalah Zeus yang tinggal di Gunung Olympus. Pencetusnya adalah bangsa Saluki salah satu keturunan bangsa asli Yunani Hellenes. Saluki adalah nama salah satu kota di Yunani. Setelah kematian Alexander Agung, bangsa Saluki menjadi salah satu penguasa terkuat di Yunani dan beberapa kawasan bekas kekuasaan Alexander Agung. Bahkan dibandingkan dengan penguasa lain pecahan Alexander Agung, Yunani di bawah bangsa Saluki masih yang terkuat di dunia. Mungkin salah satu penyebabnya adalah masih dapat dikuasainya Palestina dan Baitulmaqdis hingga tahun 200 SM.

Munculnya kekuasaan bangsa Saluki yang paganis ini berdampak pada dipaksanya bangsa Yahudi (Bani Israil) yang mendiami kawasan Baitulmaqdis dan Palestina untuk berkeyakinan seperti mereka. Di antara bangsa Yahudi ada yang akhirnya ter-Yunani-kan, namun sebagian lain masih ada yang tetap teguh dengan keyakinan yang diajarkan oleh nabi-nabi mereka. Bangsa Yahudi yang terpengaruh kepercayaan Yunani disebut Yahudi-Yunani (Hellenistic Judaism), sedangkan yang menolak di-Yunani-kan dinamakan Makabiyyun (Maccabees atau Maqabim) yang diambil dari salah satu nama suku terkuat bangsa Yahudi. Mereka melakukan pemberontakan terhadap penguasa Yunani (Saluki) dan akhirnya dapat melepaskan Baitulmaqdis secara independen dari Yunani dan mendirikan dinasti Hasmonean yang berkuasa di Baitulmaqdis secara terbatas antara tahun 167 SM hingga 67 SM.

Nasib Yunani sendiri tidak lama bisa berjaya atas kekuasaannya yang luas setelah kehilangan Baitulmaqdis. Satu per satu kawasan yang dikuasainya jatuh ke tangan imperium baru yang berasal dari Itali, yaitu bangsa Romawi. Setelah seluruh kawasan Yunani dan yang dikuasainya jatuh ke tangan Romawi, tidak berapa lama Baitulmaqdis pun dikuasainya, yaitu pada tahun 67 SM. Secara bertahap dinasti Hasmonean (Maccabes) disingkirkan dari Baitulmaqdis. Kawasan ini kemudian dikendalikan sepenuhnya oleh bangsa Romawi. Hanya saja bangsa Romawi dari Barat ini harus bersaing dengan bangsa Persia dari Timur. Kadua imperium ini silih berganti menguasai kawasan ini. Kadang berada di bawah Romawi; kadang berada di bawah Persia.

Sebagaimana bangsa-bangsa lain pada umumnya, siapa yang menguasai kawasan Baitulmaqdis maka penguasanya akan menjadi penguasa besar di dunia. Pada awal-awal abad masehi hingga diutusnya Nabi Muhammad saw. (abad ke-6 M) dunia ini dikuasai dua imperium besar: Romawi di Barat dan Persia di Timur. Dua imperium inilah yang dihadapi Nabi Muhammad saw. saat ia diutus di Makkah. Makkah dipilih oleh Allah Swt. disebabkan posisinya sebagai perlintasan jalur dagang internasional yang tidak dikuasai oleh Romawi dan Persia sehingga posisi ini sangat strategis secara geopolitik.

Sejak diutus oleh Allah Swt. sebagai nabi bagi seluruh umat manusia, Nabi Muhammad saw. sudah diisyaratkan oleh Allah Swt. untuk bisa menjadi penguasa dunia. Tentu saja Nabi Muhammad saw. harus menaklukkan Persia dan Romawi. Hanya saja, sebelum menaklukkan kedua imperium besar ini Nabi Muhammad saw. harus menghadapi penghalang dari dalam, yaitu orang-orang kafir Quraisy. Semenjak Hijrah ke Madinah, strategi Nabi saw. sangat jitu untuk menuju penaklukan Persia dan Romawi. Perang-perang Nabi saw. mula-mula diarahkan untuk menaklukkan Makkah yang dikuasai oleh bangsa Quraisy yang masih musyrik hingga dapat ditaklukkan pada tahun ke-8 H (630 M). Setelah itu, pasukan-pasukan Rasulullah saw. Ada yang diarahkan ke Persia dan Romawi.

Saat itu, Persia sendiri sudah mulai melemah akibat kekalahannya yang bertubi-tubi atas bangsa Romawi. Bahkan Baitulmaqdis yang beberapa puluh tahun dikuasai Persia sudah jatuh ke tangan Romawi. Oleh sebab itu, Rasulullah saw. lebih berfokus kepada Romawi. Ia memulai ekspedisi menuju Romawi ke Mu’tah di bawah panglima Khalid ibn Walid pada tahun ke-8 H. Tahun berikutnya dikirimkan kembali pasukan ke Tabuk di bawah komandi Zaid ibn Haritsah bekas budaknya. Pada tahun ke-10 Rasulullah saw. sudah bersiap mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Usamah putra Zaid ibn Haritsah, namun beliau lebih dahulu meninggal. Pasukan ini tetap diteruskan oleh Abu Bakar hingga mendapatkan kemenangan tepat di pinggir kawasan Baitulmaqdis.

Sementara itu, penaklukkan ke Persia dimulai pada masa Abu Bakar. Abu Bakar sangat paham strategi yang dijalankan Rasulullah saw. Ia mengirimkan pasukan Mutsanna ibn Al-haritsa setelah pasukan Usamah ibn Zaid dan Khalid ibn Walid mendapatkan kemenangan di berbagai wilayah Syam yang saat itu berada di bawah Romawi. Perang ini dipicu oleh ketakutan bangsa Persia sendiri, namun harus berakhir dengan kekalahan. Sebab setelah itu berturut turut pada masa Umar ibn Khattab terjadi Perang Jisr (13 H) dan Qadisiyyah (14 H) yang mengakhiri kekuasaan Persia.

Setahun kemudian, setelah menaklukkan seluruh Syam dan Mesir pada tahun 15 H. Umar ibn Khattab berhasil merebut Baitulmaqdis dari tangan Romawi. Keberhasilan Umar menguasai Baitulmaqdis menjadi tonggak terus meluasnya kekuasaan Islam secara mudah hingga menguasai 2/3 dunia pada masa Bani Umawiyah, hanya beberapa pulu tahun setelah ditaklukkannya Baitulmaqdis. Oleh sebab itu, Risalah Islam pun merata dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia sesuai dengan misi kenabian Muhammad saw.

Bila memperhatikan rangkaian kisah di atas, menjadi amat dimaklumi bila bangsa Yahudi (Bani Israil) ingin kembali menguasai Baitulmaqdis setelah mereka diusir untuk kesekian kalinya oleh bangsa Romawi. Bangsa Yahudi yang kini semakin jauh dari petunjuk Allah Swt. Bersama dengan agama Yahudi yang diciptakanya juga berhasrat ingin menguasai dunia. Mereka sangat tahu bahwa mereka bisa melakukan itu bila Baitulmaqdis kembali ke tangan mereka. Kejayaan Nabi Sulaiman yang mereka klaim sebagai leluhur mereka menjadi klaim utama mereka. Selain itu, kenyataan sejarah sepanjang mereka hidup telah mengajarkan mereka untuk sekuat tenaga kembali ke Baitulmaqdis. Inilah saat yang mereka tunggu dalam sejarah hidup mereka. (*)

Reporter: Reporter Editor: admin