Oleh: Aay Mohamad Furkon (Pemerhati Ekonomi Islam)
Pernyataan Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani mengenai pembayaran pajak, zakat, dan wakaf sebagai wujud penerapan prinsip keadilan membuka ruang diskusi publik. Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Agustus 2025, Ibu Sri Mulyani menyampaikan bahwa setiap rezeki yang kita terima mengandung hak orang lain yang harus diberikan melalui instrumen seperti pajak, zakat, dan wakaf (tempo.co.id, 2025).
Walaupun ketiga instrumen tersebut bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan secara lebih adil, penting untuk memahami bahwa mereka memiliki cara kerja yang berbeda dalam mencapainya.
Pajak, zakat, dan wakaf , meskipun mempunyai tujuan yang sama, yaitu redistribusi kekayaan, namun ketiganya beroperasi dalam kerangka yang berbeda. Untuk itu, perlu ada analisis kritis terhadap pernyataan Ibu Sri Mulyani untuk menggali perbedaan mendasar antara pajak dan zakat, terutama dalam konteks keadilan sosial. Pajak dan zakat masing-masing memiliki mekanisme, penerapan, dan dampak yang berbeda, meskipun keduanya berfungsi untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih merata di masyarakat.
Pajak, sebagai instrumen yang dikelola oleh negara, berfungsi untuk mendanai berbagai kegiatan publik seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pajak diterapkan secara luas, tanpa memandang kondisi ekonomi individu, meskipun ada mekanisme progresivitas dalam beberapa jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh).
Namun, pajak juga memiliki jenis yang regresif, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang dikenakan secara seragam pada barang dan jasa yang dikonsumsi semua lapisan masyarakat. Hal ini menimbulkan ketidakadilan, karena beban pajak yang sama akan lebih terasa berat bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Sebaliknya, zakat memiliki mekanisme yang lebih selektif dan progresif. Zakat hanya diwajibkan kepada individu yang memiliki kekayaan di atas nisab, yaitu batas minimal harta yang dimiliki oleh seseorang yang membuatnya wajib untuk mengeluarkan zakat.
Dengan demikian, zakat tidak membebani mereka yang berada dalam kondisi ekonomi yang kurang mampu, malah menjadi jaminan sosial bagi mereka yang membutuhkan. Konsep ini jelas mencerminkan prinsip keadilan yang lebih mendalam, karena hanya mereka yang memiliki kemampuan lebih yang diwajibkan untuk berpartisipasi dalam redistribusi kekayaan.
BACA JUGA: PERSIS Bidik Ekonomi Mandiri: Pemberdayaan Zakat, Wakaf, dan Rumah Sakit Jadi Prioritas Utama