Keunggulan zakat dalam hal progresivitas dapat dilihat dari sifatnya yang berfokus pada mereka yang mampu, tanpa memberatkan orang miskin. Dalam konteks negara-negara dengan sistem pajak progresif, zakat berperan sebagai instrumen yang melengkapi, mengurangi ketimpangan dengan mendistribusikan kekayaan secara langsung kepada yang membutuhkan.
Ini berbeda dengan pajak konvensional yang umumnya lebih bersifat kolektif dan dikelola oleh negara, dengan tujuan yang lebih luas, termasuk membiayai berbagai layanan publik. Pajak, dalam banyak kasus, memiliki kelemahan dalam hal ketepatan sasaran dalam mencapai kesejahteraan sosial.
Salah satu kritik terhadap pernyataan Ibu Sri Mulyani adalah kesimpulan yang menganggap pajak dan zakat memiliki fungsi yang setara dalam mendistribusikan keadilan sosial. Padahal, meskipun keduanya bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan, cara mereka mencapainya sangat berbeda.
Pajak lebih berfokus pada kewajiban negara dalam mengumpulkan dana untuk berbagai kegiatan publik, sementara zakat lebih berfokus pada kewajiban individu untuk membantu sesama dalam konteks sosial dan moral. Dengan demikian, pernyataan Ibu Sri Mulyani yang menyamakan kedua instrumen ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih mendalam, karena mereka beroperasi dalam kerangka yang sangat berbeda.
Di sisi lain, meskipun zakat memiliki keunggulan dalam hal progresivitas, penerapannya di negara seperti Indonesia menghadapi tantangan besar. Meskipun zakat diwajibkan oleh agama, pengelolaan dan distribusinya tidak selalu efisien dan merata.
Hal ini terjadi karena zakat seringkali bergantung pada kesadaran individu untuk berzakat, dan tidak semua orang yang mampu melaksanakannya dengan konsisten. Oleh karena itu, meskipun zakat memiliki potensi besar untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, pengelolaannya yang kurang optimal dapat menghambat potensi tersebut.
Pajak, sebagai instrumen negara, memiliki mekanisme yang lebih terstruktur dan lebih mudah diawasi. Negara dapat memastikan bahwa kewajiban pajak dipenuhi oleh seluruh warga negara melalui sistem administrasi yang ketat. Selain itu, pajak memungkinkan untuk membiayai layanan publik yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang kaya maupun yang miskin.
Pajak dengan demikian berfungsi untuk membiayai kebutuhan bersama, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang menjadi landasan bagi terciptanya keadilan sosial dalam masyarakat secara luas.
Namun, meskipun pajak memiliki potensi untuk menciptakan keadilan sosial dalam cakupan yang lebih besar, sistem pajak yang regresif—seperti PPN—masih menimbulkan ketidakadilan. Pajak jenis ini, yang dikenakan secara seragam pada barang konsumsi, lebih membebani mereka yang berpendapatan rendah.
Dengan kata lain, meskipun sistem pajak berusaha menciptakan keadilan melalui pajak progresif, instrumen pajak lainnya justru memperburuk ketimpangan ekonomi, karena masyarakat yang lebih miskin cenderung menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi.
BACA JUGA:PP PERSIS Dukung MBG, Soal Gunakan Dana Zakat Perlu Hati-Hati