PP PERSIS Usulkan Lembaga Filantropi untuk Palestina di Bawah Presiden

oleh Dr. Ihsan Setiadi Latief

19 Mei 2025 | 05:22

PP PERSIS Usulkan Lembaga Filantropi untuk Palestina di Bawah Presiden

IUMS didirikan pada 4 Juli 2024, bukan di negara Arab, melainkan di Eropa. Hal ini mencerminkan independensi gerakan ini. Dalam catatan sejarahnya, Prof. Dr. Ahmad Raisyuni dari Maroko mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Setelah itu, Majelis Umana yang berjumlah 47 orang menggelar muktamar dan memilih pengganti. Posisi tersebut kini dipegang oleh Prof. Dr. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang mengangkat enam wakil, termasuk Dr. Habib Salim Djufri.


“Bulan lalu saya sempat bertemu Presiden Prabowo dalam rangka penyambutan Presiden IUMS Dunia bersama delegasi dari Oman, Turki, Sudan, dan Qatar. Namun, kunjungan tersebut belum terlaksana hingga saat ini. Semoga pekan depan ada kepastian.” lanjutnya.


Ia pun mengungkapkan bahwa konflik Palestina telah berlangsung selama puluhan tahun dan hanya berkutat pada perundingan. Dalam pertemuan tahun 2023 di Gaza, sekitar 85% peserta memilih jalur perlawanan (muqawamah) dibanding perundingan.


“Setelah 18 bulan peperangan, kaum Muslimin di Gaza tetap memilih perlawanan. Bahkan anak-anak kecil di Gaza tidak mengakui keberadaan negara Israel.”


Ia mengkritik perjanjian Balfour tahun 1917 yang menjadi awal pendirian negara Israel yang disebutnya sebagai “negara haram.” Ia juga menyampaikan kekaguman terhadap dukungan masyarakat Eropa terhadap Palestina.


“Kita saksikan Eropa bergerak membela Palestina setiap hari. Hampir setiap bulan, masjid dibangun di Eropa—di Inggris, Prancis, Belgia, Spanyol, Jerman, dan lainnya. Ini menunjukkan bahwa Eropa sedang bergerak menuju benua hijau dan Islam.”


Ia juga menyamakan semangat perjuangan Gaza dengan semangat jihad rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan, khususnya sebagaimana termanifestasi dalam Fatwa Jihad 10 Oktober 1945.


“Mereka yang gugur di Gaza adalah syahid fi sabilillah. Mereka berjuang dengan jiwa, harta, dan segalanya.”


Ia mengutip konstitusi Indonesia, “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”


IUMS menyerukan jihad terhadap Israel sebagai upaya membebaskan Baitul Maqdis dan Palestina. Para ulama diminta mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa untuk menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.


“Kondisi saat ini menunjukkan bahwa setiap hari ada sekitar 200 syahid. Rumah sakit Eropa, rumah sakit Indonesia, rumah sakit Gaza—semuanya dihancurkan Israel.”


Ia menegaskan bahwa klaim Israel melawan Hamas hanyalah dalih untuk melakukan genosida terhadap lebih dari 4 juta penduduk Palestina.


“Orang-orang beriman di Gaza tidak punya pilihan selain mempertahankan diri. Ini bukan hanya isu Arab atau nasionalisme, ini adalah isu iman.”


“Satu dari lima warga Palestina telah mati dan kelaparan. Saya pribadi berharap antum semua menyampaikan informasi kegentingan ini kepada masyarakat.”


Ia mengutip pepatah Arab,


“إِذَا سَكَتَ الْعَالِمُ تَقِيَّةً فَمَتَى يُعْرَفُ الْحَقُّ؟”


Jika para ulama diam karena takut, lalu kapan kebenaran akan dikenal?


Ia menekankan bahwa umat tidak bisa dipisahkan dari agamanya, Rasulnya, dan ulamanya. Ulama adalah pewaris para Nabi yang tidak takut celaan dan wajib menjelaskan kewajiban jihad kepada umat.


“Sebelum 7 Oktober dan aksi Taufan Al-Aqsha, sudah ada kesepakatan beberapa pemimpin negara Arab yang berkoalisi dengan radikal Israel. Mereka ingin memusnahkan bangsa Palestina, membunuh anak-anak, dan membumihanguskan wilayahnya. Ini adalah perang akidah dan keyakinan.”


Ia juga menjelaskan bahwa bahan baku senjata di Gaza berasal dari bom-bom Israel yang tidak meledak dan kemudian diolah kembali oleh para pejuang.


“Mohon para ulama menyampaikan pesan agar Palestina tetap berada di hati kaum Muslimin. Istilah syaddu rihaal menyebut tiga tempat yang dimuliakan: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsha.”


BACA JUGA:

LAZ PERSIS Dukung Indonesia Target Kirim Bantuan Rp 3,2 T untuk Gaza Selama Ramadan