Yahudi Penghuni Pertama Palestina?

oleh Reporter

19 Mei 2021 | 18:52

Oleh: Dr. Tiar Anwar Bachtiar (Ketua HMK PP PERSIS)

 

Salah satu yang menyebabkan orang-orang Yahudi sangat bersemangat mengklaim wilayah Palestina menjadi kawasan Israel adalah klaim mereka bahwa merekalah penduduk asli di kawasan itu. Hanya saja, karena berbagai alasan mereka kemudian diusir oleh para penguasa yang menaklukkan kawasan itu seperti saat kawasan ini dikuasasi oleh Raja Nebukadnezar dari Babylonia dan dikuasai oleh Romawi. Orang-orang Yahudi kemudian berdiaspora ke berbagai negara dari mulai Eropa hingga Afrika. Konyolnya lagi, narasi ini kemudian secara provokatif disebarkan lewat media sosial untuk meyakinkan bahwa Yahudi memang orang asli di sana sehingga mereka berhak ada di Jerusalem, sementara bangsa-bangsa Arab termasuk Arab-Palestina hanyalah pendatang. Berikut secara dingkat akan diulas-ringkas pemaparan Dr. Thoriq As-Suwaidan dalam bukunya Filishthîn Al-Târikh Al-Mushawwar yang dipublikasi melalui Sitamol.net.

Mengklaim bahwa Yahudi adalah penghuni awal kawasan Baitulmaqdis dan Palestina adalah suatu kekeliruan besar dalam sejarah. Sebab, sebelum kedatangan Yahudi ke Baitulmaqdis secara khusus dan Palestina secara umum telah ditemukan jejak-jejaknya sejak abad ke-14 SM jauh sebelum kedatangan Yahudi. Walaupun tidak terlalu jelas, namun ada jejak-jejak yang menunjukkan bahwa pada masa itu di Palestina sudah ada suku Nuthfiyun. Kemudian pada abad ke-8 SM, Ariha yang masuk ke dalam wilayah Palestina sudah diketahui memiliki peradaban yang cukup maju, walaupun tidak diketahui siapa yang mendiami kawasan ini. Yang pasti bukan Yahudi, karena suku ini belum lagi ada.

Informasi yang lebih jelas adalah tentang keberadaan suku Kan’an dan Amoria yang kedua-duanya datang dari Jazirah Arab sebelah utara mendiami beberapa wilayah di Syam dan Palestina. Keberadaan kedua suku ini disepakati oleh para sejawaran, bahwa merekalah yang dianggap suku paling tua mendiami kawasan ini. Selain kedua suku itu, ada juga suku Arab lain seperti Abessina dan suku Phunix. Di antara mereka ada juga yang mendiami kawasan Baitulmaqdis. Tidak mengherankan apabila kawasan Palestina ini pada masa lalu disebut juga “negeri Kan’an” oleh sebagian sejarawan. Sementara itu, Yahudi baru datang berabad-abad sesudahnya. Oleh sebab itu, boleh dikatakan bahwa penduduk asal di kawasan ini berasal dari Jazirah Arab.

Sementara itu, nama “Pelestina” juga berasal dari penamaan terhadap suku lain yang datang ke kawasan ini. Suku ini datang dari kawasan laut tengah, yaitu dari Pulau Kreta yang sekarang masuk ke kawasan Yunani. Karena berbagai alasan mereka meninggalkan kampung mereka dan berusaha masuk ke Mesir. Akan tetapi, Ramses III menolak keberadaan mereka di Mesir dan mengarahkan mereka untuk menetap di suatu daerah di kawasan yang sekarang masuk Palestina sebelah selatan, yaitu daerah Plast (بلست). Karena tinggal di daerah Plast inilah mereka kemudian disebut-sebut "orang Plast” (بلستنين) sehingga kemudian menjadi masyhur kata Palestina (فلسطين) untuk menyebut kawasan ini secara lebih luas. Mereka kemudian tinggal berdampingan dengan suku Kan’an, Amoria, dan Abessina yang telah lebih dahulu ada di kawasan ini. Setelah lama berdampingan, terjadilah percampuran keturunan, bahasa, dan kebudayaan tersendiri di kawasan ini.

 

Yahudi di Palestina

Istilah bangsa Yahudi sat ini sebetulnya merujuk kepada anak-anak keturunan Nabi Ya’qub as. Nabi Ya’qub dikenal dengan nama “Israil” sehingga anak keturunannya yang berasal dari 12 anaknya sering disebut sebagai Bani Israil. Semestinya, Yahudi adalah nama bagi anak keturunan Yehuda salah satu anak dari Nabi Ya’qub. Akan tetapi kemudian nama Yahudi sebagai nama sebuah “bangsa” justru merupakan nama bagi seluruh anak keturunan Nabi Ya’qub, bukan hanya anak keturunan Yehuda. Dalam hal ini nama “Yahudi” berarti sama dengan nama “Bani Israil”. Sementara bila merujuk pada peristilahan Al-Qur'an, dibedakan antara penyebutan kata Bani Israil dengan Yahudi. Bila menyebut suatu bangsa, maka digunakan nama “Bani Israil”, sementara kata “Yahudi” digunakan untuk menyebut agama menyimpang yang diciptakan oleh sebagian bangsa Bani Israil. Istilah dalam tulisan ini akan merujuk kepada istilah Al-Qur'an ini.

Bila merujuk ke sini, maka keberadaan Yahudi (Bani Israil) di Palestina dapat ditarik permulaan asal-usulnya dari kedatangan Nabi Ibrahim ke Palestina. Ibrahim sendiri tidak pernah dikenal dalam sejarah berasal asli dari negeri ini. Kedua anaknya, Ishak dan Ismail, memang lahir di sana. Ishak memiliki anak bernama Ya’qub dan menetap di sana. Sementara Ismail bersama ibunya hijrah ke Mekah dan beranak keturunan di sana. Ya’qub pun lahir di Palestina. Akan tetapi, ia tidak menetap lama di sana. Salah satu anaknya, Yusuf a.s., mendapatkan anugerah hidup sejahtera di Mesir dan meminta ayah beserta semua keluarganya pindah ke Mesir. Maka sejak saat itu, Bani Israil (anak keturunan Ya’qub), termasuk anak keturunan Yehuda, tinggal di Mesir dalam waktu yang cukup lama.

Kehidupan Bani Israil di Mesir tidak mulus. Mereka mendapatkan tekanan yang sangat luar biasa pada saat Mesir dipimpin Fir’aun hingga kemudian Allah Swt. mengutus Nabi Musa untuk meluruskan kehidupan Bani Israil yang sudah banyak menyimpang sekaligus menyelamatkan mereka dari penindasan Firaun. Sebagaimana cerita masyhur di dalam Al-Quran, akhirnya Nabi Musa berhasil membawa Bani Israil menyeberangi Laut Merah menuju Baitulmaqdis untuk menyelamatkan kehidupan Bani Israil. Akan tetapi setiba di Sinai, mereka melihat orang-orang di sana menyembah berhala sehingga di antara Bani Israil ini ada yang meminta untuk dibuatkan pula berhala sesembahan seperti mereka. Permintaan bodoh ini bahkan terjadi setelah bersama Nabi Musa menyaksikan banyak sekali mukjizat dari Allah Swt. Bahkan bukan hanya itu, masih banyak lagi rupa kesesatan dan kebengalan Bani Israil yang tidak mau taat pada Nabi-Nya.

Padahal, setiap waktu mereka menyaksikan mukjizat kenabian yang luar biasa hingga akhirnya mereka dihukum oleh Allah Swt. tidak bisa sampai ke Baitulmaqdis. Mereka hanya berputar-putar di padang pasir Tih selama empat puluh tahun yang sebetulnya hanya tinggal beberapa langkah saja sampai di Baitulmaqdis. Nabi Musa a.s. pun wafat sebelum mereka dibebaskan dari hukuman. Akhirnya ketika sudah tidak tersisa lagi para pembangkang di kalangan Bani Israil, hanya orang-orang shaleh yang tinggal, Allah Swt. memperkenankan mereka masuk ke Baitulmaqdis. Mereka dibimbing sepeninggal Musa a.s. oleh Yusa’ bin Nuun, pemuda yang menemani Nabi Musa saat bertemu dengan Nabi Khidir.

Bila diutusnya Nabi Musa diperkirakan tahun 1250 SM, maka Bani Israil sampai ke Baitulmaqdis dan tinggal di sana kembali pada sekitar tahun 1200 SM, atau lebih dari itu. Itupun mereka tidak menetap di kota tempat beradanya Masjidilaqsa, melainkan hanya sampai di Ariha dan membangun kota di sana. Untuk beberapa waktu mereka hidup nyaman dan damai. Akan tetapi, sebagian besar mereka kembali kepada sifat-sifatnya yang tidak mau tunduk dan taat pada Rasul Allah Swt. berganti-ganti diutus Rasul kepada mereka, namun hanya sedikit yang beriman. Allah Swt. kemudian berkehendak lain kepada Bani Israil dengan mengirimkan Thalut bersama dengan Nabi Daud yang sanggup mengalahkan raja Jalut yang menindas Bani Israil. Nabi Daud yang hidup sekitar tahun 1000-an SM akhirnya berhasil menegakkan muruah Bani Israil dengan membangun kerajaan Bani Israil yang besar di Baitulmaqdis pada sekitar tahun 950 SM. Nabi Daud kemudian digantikan oleh anaknya Nabi Sulaiman yang kerajaannya di Baitulmaqdis lebih kuat dan lebih besar. Nabi Sulaiman kemudian membangun kembali dan memperluas Masjidilaqsa yang disangka oleh orang Yahudi sebagai Haikal Sulaiman (Solomon Temple).

Sepeninggal Nabi Sulaiman, tidak ada lagi pemimpin besar sesudahnya. Bani Israil berebut pengaruh dan kekuasaan hingga akhirnya menjadi lemah. Pada tahun 750 SM, Kerajaan Asyuria dari Irak menaklukkan Baitulmaqdis dan wilayah Palestina lainnya sehingga raja-raja Yahudi harus membayar jizyah pada kerajaan ini. Namun, bangsa Asyuria tidak berkuasa lama, karena Kerajaan Babilonia atau bangsa Keldonia yang juga sama-sama dari Irak berhasil menaklukkan Kerajaan Asyuria. Kawasan Baitulmaqdis dan Palestina secara keseluruhan dikuasai oleh Babilonia. Raja-raja Yahudi harus tunduk kepada Babilonia. Akan tetapi, pada tahun 586 SM bangsa Yahudi ini berusaha untuk melakukan pemberontakan terhadap Babilonia yang saat itu dipimpin Nebukadnezar. Pemberontakan ini gagal sehingga menyebabkan bangsa Yahudi (Bani Israil) dibantai dan sisanya dipaksa untuk meninggalkan Baitulmaqdis dan Palestina. Mereka kemudian berdiaspora yang pertama ke berbagai kawasan di sekitar Palestina.

Nebukadnezar juga menghancurkan Masjidilaqsa diratakan dengan tanah sehingga tidak ada satu puing pun yang tersisa. Beruntung, Raja Persia pada tahun 515 SM berhasil mengambil kekuasaan atas Baitulmaqdis dan Palestina dari tangan Babilonia. Orang-orang Bani Israil (baca: bangsa Yahudi) diperbolehkan kembali ke Baitulmaqdis dan membangun kembali Masjidilaqsa. Mereka bahkan diberi izin kembali oleh Persia untuk membangun kekuasaan kembali dan menerapkan hukum sendiri di Baitulmaqdis, namun di bawah kontrol Persia. Keadaan seperti ini bertahan hingga sekitar 200 tahun, namun seperti biasa orang-orang Yahudi ini pun menjalaninya dengan penuh kecurangan sampai datang penguasa besar dalam sejarah dunia, yaitu Alexander Agung dari Macedonia.

(bersambung)

Reporter: Reporter Editor: admin