Allah Itu Ada di Mana? Memahami Makna Istiwa’ ‘Alal ‘Arsy dalam Al-Qur’an

oleh Ismail Fajar Romdhon

02 Maret 2025 | 15:35

Allah Itu Ada di Mana? Memahami Makna Istiwa’ ‘Alal ‘Arsy dalam Al-Qur’an

Allah itu ada di mana? dan mohon untuk dijelaskan tentang pengertian dari اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ yang ada dalam al-qur'an?. Hal ini sedang ramai terjadi perdebatan antara ustadz², dimana mereka semua ahlul sunnah tapi saling membathilkan. Abdul Haris_Jakarta. 


Jawaban:


Di antara permasalahan akidah yang hangat diperbincangkan saat ini adalah tafsiran dan batasan ayat: 


اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ


Dia bersemayam di atas ‘Arasy.


Allah Swt mengkhabarkan bahwasanya ayat istawaa ‘alal ‘arsy ada pada tujuh ayat dalam al-quran yaitu Al-A’raf [7]: 54, Yunus [10]: 3, Ar-Ra’du [13]: 2, Al-Furqan [25]; 59, As-Sajdah [32]: 4, Fushshilat [41]; 11, dan Al-Hadid [57]; 4.


Ditinjau dari segi bahasa bahwa makna اسْتَوَى adalah اِسْتَقَرَّ (menetap), اِرْتَفَعَ dan ‘عَلَا (naik). Jadi ayat ini jelas bahwasanya Allah swt mengkhabarkan bahwasanya Dia menetap di atas ‘Arasy. Hal ini cukup untuk diimani dan diyakini.


Adapun bagaimana keadaan Allah bersemayam atau menetap-Nya di atas ‘Arasy tidak boleh dipertanyakan, dipikirkan dan dibayangkan berdasarkan surat As-Syuraa; 11:


لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ


Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengn Dia.


Dan surat al-ikhlash; 4:


وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ


Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.


Dan Surat An-Nahl; 74:


فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ


Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.


 Imam Malik Rahimahullah pernah ditanya tentang Firman Allah Ta’ala: “ar-Rahman ‘alal ‘arsyistawa”, bagaima keadaan Allah bersemayam di atas ‘Arasy?” Maka Imam Malik diam tidak berbicara sehingga keringat muncul dibadannya kemudian berkata:


الِاسْتِوَاءُ مَعْلُومٌ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُولٍ، وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ


Al-Istiwa (bersemayam) itu diketahui sementara bagaimana keadaan bersemayamnya Allah tidak diakali. Mengimaninya wajib sementara memepertanyakanya bid’ah. (Jam’ul Wasail fii Syarhi Syama‘ail, 1: 169)


Nu’aim bin Hammad guru Imam Al-Bukhari berkata; “Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya maka ia telah kufur. Dan siapa saja yang mengingkari Allah mensifati dirinya, maka sungguh ia telah kufur.


Dalam hal-hal yang menyangkut masalah i‘tiqadiyyah (akidah), Dewan Hisbah telah menetapkan rumusan yaitu mendahulukan makna zahir Al-Qur’an dari pada ta’wil dan memilih cara-cara tafwid. Maksudnya tafwid dalam kaifiat (kedaan atau bentuknya) bukan dalam makna lafal, seperti kata istiwa’ ditetapkan (isbat) maknanya bersemayam, namun kaifiat istiwa>’ diserahkan kepada Allah (tafwid)). (Lihat, Metodologi Pengambilan Hukum Dewan Hisbah: 137-138)


Kesimpulan:


  1. Mengimani dan meyakini bahwasanya Allah bersemayam di atas ‘Arasy hukumnya wajib.
  2. Mempertanyakan, memikirkan dan memebayangkan bagaimana keadaan Allah bersemayam di atas ‘Arsy hukumnya haram.


BACA JUGA:

Agar Bernilai Ibadah, Ketum PERSIS: Jadikan Bukber Sebagai Ajang Silaturahmi dan Berbagi Ikhlas