Status Uang BPJS yang Telah Digunakan Untuk Pengobatan

oleh Redaksi

06 Mei 2025 | 08:58

Status Uang BPJS yang Telah Digunakan Untuk Pengobatan


Perawatan penyakit thalesamia mahal. Sebulan sekitar 20jt sampai 25jt. Saya menggunakan BPJS, biaya tersebut ditanggung oleh peserta BPJS sekitar 150 sampai 200 orang yang tidak saya kenal. Pertanyaannya, pertama, bagaimana status uang tersebut?Kedua,kepada siapakah saya harus berterimakasih?


Jawaban:


Pokok asal dalam perpindahan harta seorang muslim pada yang lainnya adalah haram, sebagaimana hadits di bawah ini,


عَنْ عَبْد الرَّحْمَن بْن أَبي بَكْرَةَ، عَنْ أَبيه، ذَكَرَ النَّبيَّ صَلَّى اُلله عَلَيْه وَسَلَّمَ قَعَدَ عَلَى بَعيره، قَالَ: «فَإنَّ دمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَة يَوْمكُمْ هَذَا، في شَهْركُمْ هَذَا، في بَلَدكُمْ هَذَا، ليُبَلِّغ الشَّاهدُ الغَائبَ، فَإنَّ الشَّاهِّدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ منْهُ


Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, bahwa Nabi Saw duduk di atas unta, dan seseorang memegang tali kekang atau kendalinya. Beliau bersabda: "Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram (untuk dilanggar) di antara kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negeri kalian ini. Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,karena bisa jadi orang yang mendengar (dari yang disampaikan) lebih memahami daripada yang mendengar secara langsung." (HR. Al- Bukhari)


يَاأَيهَا الَّذينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بالْبَاطل إلَّا أَنْ تَكُونَ تجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ منْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إنَّ الله كَانَ بكُمْ رَحِّيمًا


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An Nisa [4]: 29)


Sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas, pada dasarnya perpindahan harta kepada orang lain adalah haram, apalagi jika perpindahan tu dilakukan kecuali jika perpindahan itu diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. Di antara perpindahan harta yang diperbolehkan ialah dengan cara jual beli, pinjam meminjam, zakat,wakaf, hibah, infakdan shadaqqah. Shadaqah merupakan perpindahan harta yang dianjurkan oleh agama, salah satu tujuannya agar kita bisa membantu mereka yang sangat membutuhkan.


Melihat kondisi saat ini, perekonomian ةasyarakat Indonesia sedang pada kondisi buruk. Mereka yang asalnya serba berkecukupan, berubah secara derastis menjadi orang yang membutuhkan bantuan.

Manusia merupakan makhluk sosial maka manusia tidak bisa hidup sendirian. Kita membutuhkan orang lain, begitupun orang lain membututuhkan kita. Oleh karena itu terdapat satu konsep yang dihadirkan oleh agama terkait hal ini, yaitu ta’awun atau tolong menolong.


Ta’awun yang dilakukan oleh kita bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh saudaranya. Nabi Saw bersabda:


مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمنٍ كُرْبَةً منْ كُرَب الدنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِّنْ كُرَب يَوْمِّ الْقيَامَة وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْه فى الدنْيَا وَالآخرَة وَمَنْ سَتَرَ مُسْلمًا سَتَرَهُ الله فى الد نْيَا وَالآخرَة وَالله فى عَوْن الْعَبْد مَا كَانَ الْعَبْدُ فى عَوْن أَخيه .»


Siapapun yang melapangan suatu kesempitan dari seorang mukmin dari kesempitan dunia, niscaya Allah swt. akan melapangkan darinya kekesempitan dari antara kesempitan akhirat. Dan siapa yang meringankan sesulitan, niscaya Allah swt. akan memberikan keringanan di dunia dan akhirat, dan siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah swt. akan menutupi aibnya didunia dan akhirat, dan Allah swt. senantiasa dalam menolong hamba-Nya selama hamba itu dalam menolong saudaranya.” (HR. Muslim)


Ta’awun ini harus tepat sasaran. Jangan sampai mereka yang serba berkecukupan justru mendapatkan bagian, sedangkan mereka yang sangat membutuhkan seolah tidak dihiraukan. Mereka yang mendapatkan ujian berupa penyakit dari Allah bukan hanya orang-orang yang berkecukupan, pada faktanya justru yang mendapatkan ujian ini adalah mereka yang sangat kekurangan. Mereka sangat ingin sembuh, sehingga pergi berobat. Apalagi berobat merupakan satu kewajiban, sesuai dengan perintah Nabi Saw yang disebutkan dalam hadis berikut:


تَدَاوَوْا فَإنَّ الله عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إلَّا عَنْ أُسَامَةَ بْن شَريكٍ، قَالَ: أَتَيْتُ النَّبيَّ صَلَّى اُلله فَقَالَ: وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحدٍ الْهَرَمُ


“Dari Usamah bin Syarik,ia berkata aku mendatangi Nabi Saw, maka beliau bersabda: 'Berobatlah, karena sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu usia tua (penuaan).'" (HR. Abu Dawud).


Bagi pasien yang diharuskan berobat dengan biaya yang sangat mahal, semisal penyakit talasemia atau gangguan darah yang diwarisi dari orang tua dan dicirikan dengan penurunan pengeluaran hemoglobin (Talasemia - Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas), gagal ginjal, yang diharuskan melakukan pengobatan rutin sangat terbebani, dikarenakan ketidakmampuannya.


Solusi pengobatan untuk penyakit seperti di atas sepertinya hanya bisa menggunakan BPJS. Biaya pengobatan dari BPJS yang diterima itu merupakan hak bagi pasien yang membutuhkan maka boleh digunakan sebagaimana mestinya karena tujuannya memang untuk hal itu. Akan tetapi umat seolah dilema, di satu sisi hukumnya haram, akan tetapi di sisi lainnya sangat membutuhkan untuk biaya pengobatan. Maka dengan demikian mereka yang terpaksa menggunakan BPJS termasuk kategori yang ma’fu atau dimaafkan.


Yang menjadi landasan atas kesimpulan ini adalah hadis Nabi Saw dan juga qaidah fiqhiyyah yang telah dirumuskan oleh para ulama. Nabi Saw bersabda:


إنَّ الله تَجَاوَزَ لي عَنْ أُمَّتِّي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرهُوا عَلَيْه


"Sesungguhnya Allah memaafkan untukku dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya." (HR. al-Baihaqi)


Kaidah fiqhiyah sebagai berikut:


لَا حَرَمَ مَعَ الضَّرُوْرَة وَلَا كَرَاهَةَ مَعَ اْلحَاجَة.


Tidak ada haram bersama darurat dan tidak ada makruh bersama kebutuhan.


وَاْلحَاجَةُ قَدْ تَنْزلُ مَنْزلَةَ الضَّرُوْرَة


Pada kondisi tertentu, hajat manusia menempati kedudukan darurat.


الضَّرُوْرَةُ تُبِّيْحُ الْمَحْظُوْرَات.


Keadaan darurati tu membolehkan hal-hal yang dilarang.



Sehubungan dengan masalah BPJS Dewan Hisbah telah mengadakan dua kali persidangan;

Pertama,

pada tanggal 8 Desember 2014 M dengan keputusan:

  1. BPJS Kesehatan yang mengandung unsur riba, maisir,jahalah, gharar, ruqba dan umra hukumnya haram.
  2. BPJS Kesehatan yang bersifat ta’awun dan tidak mengandung unsur riba, maisir, jahalah, gharar, ruqba dan umra hukumnya mubah.
  3. Bagi orang miskin yang tidak berkemampuan membiayai dana kesehatan diri dan keluarga menjadi peserta BPJS kesehatan hukumnya mubah.


Kedua, pada tanggal 22 Juni 2022 M dengan keputusan:


  1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS tidak boleh mengandung unsur riba, maisir, jahalah, gharar, ruqba dan umra.
  2. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sedang dikelola oleh BPJS saat ini masih belum sepenuhnya sesuai prinsip-prinsip Syariah.
  3. Dalam keadaan terpaksa,mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS saat ini dimaafkan.
  4. Adapun Ucapan terima kasih tentunya kepada semua pihak yang membantu proses pengobatan dan perawatan, yaitu kepada seluruh peserta BPJS, Pemerintah dan pihak rumah sakit.
BACA JUGA: Info Haji 2024: Jemaah Haji Indonesia yang Wafat Akan Mendapatkan Asuransi
Reporter: Redaksi Editor: Gicky Tamimi