Saya adalah petugas pemadam kebakaran, suatu ketika waktu shalat jumat hampir datang dan saya sudah siap-siap mau jumatan. Tiba-tiba ada kebakaran kemudian saya pun tidak jadi jumatan, kemudian api mulai padam pada waktu ashar. Kemudian saya mendirikan shalat dzuhur dijamak dengan ashar sebagai pengganti shalat jumat saya yang ketinggalan. Apakah hal itu benar?
Jawaban:
Pada asalnya, shalat yang di-taklif-kan (diwajibkan) bagi kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan), baik ketika safar atau mukim, pada hari Jumat maupun hari-hari yang lainnya ketika matahari tergelincir ke barat adalah shalat Zuhur.
Namun sejak turun ayat yang mewajibkan shalat Jumat maka shalat yang di-taklif-kan menjadi dua macam yaitu; taklif shalat Zuhur dan taklif shalat Jumat. Sebagaimana firman Allah Swt:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)
Pada ayat ini disebutkan bahwa kewajiban shalat Jumat itu bersifat umum. Artinya bahwa yang kena kewajiban shalat Jumat adalah yang disebut oleh lafal "alladziina aamanuu (orang-orang yang beriman)"
Kemudian keumuman ayat tersebut di-takhshish (dikecualikan) oleh hadis:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi Saw beliau bersabda: “Jum’at itu adalah hak yang wajib bagi setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan yang sakit.” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Daud, I:347)
Hadis di atas menegaskan bahwa kewajiban shalat Jumat itu adalah bagi laki-laki muslim yang sehat lagi merdeka (bukan hamba sahaya), baik ketika safar maupun muqim. Sedangkan bagi wanita, laki-laki yang sakit (yang tidak dapat melaksanakan Jumat), anak-anak (yang belum balig) dan hamba sahaya, tidak terkena oleh kewajiban shalat Jumat.
Berdasarkan penjelasan tersebut petugas pemadam kebakaran tidak termasuk yang dikecualikan dari kewajiban jum’at, artinya tetap ia wajib jum’at.
Jika petugas pemadam kebakaran tersebut dalam kondisi safar maka ia mendapat rukhshah (keringanan) boleh tidak melaksanakan Jumat tetapi tetap melaksanakan Zuhur, sebagaimana keterangan hadis-hadis berikut:
فَأَجَازَ رَسُولُ اللهِ r حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ فَوَجَدَ الْقُبَّةَ قَدْ ضُرِبَتْ لَهُ بِنَمِرَةَ فَنَزَلَ بِهَا حَتَّى إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِي فَخَطَبَ النَّاسَ ...ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا…
... Selanjutnya beliau berangkat hingga sampai di Arafah, maka beliau menemukan tenda yang telah dibangun untuknya di Namirah, kemudian beliau singgah di Namirah, sehingga tatkala tergelincir matahari, beliau menyuruh dibawakan Qaswa (unta beliau), kemudian unta itu diserahkan padanya. Selanjutnya beliau sampai di lembah, terus beliau memberi khutbah pada orang-orang...(kemudian dikumandangkan adzan) selanjutnya iqamat, terus beliau shalat Zuhur, kemudian iqamat, dan terus shalat Asar, serta beliau tidak shalat apapun di antara kedua shalat itu. (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:886)
Adapun jika petugas pemadam kebakaran tersebut dalam kondisi tidak safar (muqim), maka ia tetap wajib melaksanakan jum’at, dan boleh melaksanakannya pada waktu Asar karena ada kedaruratan yang menyangkut keselamatan nyawa banyak orang dan tidak dapat ditunda. Dalam hadis disebutkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ صَلَّى بِالْبَصْرَةِ الْأُولَى وَالْعَصْرَ لَيْسَ بَيْنَهُمَا شَيْءٌ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ لَيْسَ بَيْنَهُمَا شَيْءٌ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْ شُغْلٍ وَزَعَمَ ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ الْأُولَى وَالْعَصْرَ ثَمَانِ سَجَدَاتٍ لَيْسَ بَيْنَهُمَا شَيْءٌ.
Dari Ibnu Abbas, bahwa dia shalat Zhuhur dan Ashar di Bashrah tanpa ada sesuatupun diantara keduanya, juga shalat Magrib dan Isya tanpa ada sesuatupun diantara keduanya. Dia melakukan hal tersebut karena sibuk. Ibnu Abbas menyangka bahwa dia shalat Zhuhur dan Ashar di Madinah bersama Rasulullah Saw delapan rakaat, tanpa ada sesuatu diantara keduanya. (HR. An-Nasai, Sunan an-Nasai: 286)
Selain itu dalam kaidah fikih disebutkan:
اَلضَّرَرُ يُزَالُ
Bahaya itu mesti dihilangkan
الحَاجَةُ قَدْ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
Kebutuhan itu terkadang menempati kedudukan kedaruratan
Kesimpulan:
- Petugas pemadam kebakaran tidak termasuk yang dikecualikan jum’at
- Petugas pemadam kebakaran dalam kondisi safar boleh tidak jum’at dan diganti dengan Zuhur
- Petugas pemadam kebakaran dalam kondisi muqim tetap wajib jum’at dan boleh melaksanakannya pada waktu ashar karena ada kedaruratan.
BACA JUGA:Kaifiat Isyarat Telunjuk bagi Makmum Ketika Shalat Berjamaah