Jakarta - persis.or.id, Terkait dengan proses hukum yang disanggupi oleh pemerintah, 2 minggu pasca aksi demo Bela Al-Quran jilid II, pada hari selasa (15/11) Bareskrim mengadakan Gelar Perkara Terbuka Terbatas di Mabes Polri. KKBH Persis mengkritisi 3 hal yang tak masuk akal bahkan dinilai cacat hukum.
"Kami menilai bahwa Gelar Perkara ini termasuk Gelar Perkara yang tidak masuk akal dan cacat hukum", ujar Zamzam Aqbil Raziqin, S.Sy, sekretaris KKBH Persis.
Pertama, kasus Ahok ini tahap PENYELIDIKAN, bukan PENYIDIKAN. "Coba lihat Perkap No 14 tahun 2012 pasal 12, kegiatan penyelidikan disana tidak ada gelar perkara. Gelar perkara itu ada di pasal 15 pada kegiatan PENYIDIKAN. Berdasarkan ini saja sudah cacat hukum, Polri sudah tidak lagi menggunakan Perkap sebagai acuan Gelar Perkara pada kasus Ahok ini. Minimal kami tegaskan untuk mensahkan Gelar Perkara ini sesuai dengan Perkap no 14 tahun 2012, Polri harus menetapkan status Ahok sebagai Tersangka sehingga tahap pemeriksaan naik satu tingkat dari penyelidikan ke penyidikan. Barulah sah gelar perkara dilaksanakan pada awal tahap penyidikan", terang Zamzam.
Kedua, pada gelar perkara kali ini penasihat Hukum Pelapor tidak bisa masuk. "Ini juga aneh, masa pelapor dibiarkan masuk sendiri tanpa penasihat hukum, kami sebagai penasihat hukum pelapor dilindungi oleh Undang-undang Advokat untuk mendampingi klien kami pada segala proses hukum yang berlangsung, namun pada gelar perkara kali ini tidak ada satupun penasihat hukum pelapor yang diperbolehkan masuk kedalam ruangan. Saya menilai bahwa sikap Polri seperti ini sudah menciderai profesi kami sebagai Advokat. Hal seperti ini dikemukakan oleh semua advokat pelapor bukan hanya advokat dari PERSIS", ungkap Zamzam.
Ketiga, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Gelar Perkara kali ini berdasarkan pada hak Diskresi Polri, padahal pernyataan ini tentu merupakan sebuah kekeliruan yang sangat besar. "Diskresi dijelaskan dalam UU No 30 Thn 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Tujuan Diskresi itukan dijelaskan dalam pasal 22 ayat 2 yaitu untuk; melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Kami rasa dari poin-poin tujuan diskresi tadi tidak ada satupun poin yang cocok dengan tujuan diskresi yang digunakan Polri untuk mengadakan Gelar Perkara ini", papar Zamzam.
KKBH Persis menilai bahwa gelar perkara pada hari selasa (15/11) sangat tidak berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku. "Kami sangat keberatan dalam menghadapi proses hukum seperti ini", imbuh Zamzam.
KKBH PP PERSIS akan mengikuti alur proses hukum yang dibangun oleh Polri sampai keluar hasil dari gelar perkara ini. Jika Gelar Perkara ini berlaku adil, Ahok dijadikan Tersangka maka pihaknya akan mengikuti proses hukum selanjutnya sampai keluar putusan dari pengadilan. Namun jika hasil dari Gelar Perkara ini tak bisa adil dan merugikan umat muslim, maka pihaknya akan mengambil langkah tegas bersama dengan para advokat lainnya yang tergabung pada team advokat GNPF-MUI kemudian Forum Advokat Pelapor Ahok (FAPA) dll untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya hukum luar biasa. (/TG)