Sebagian rakyat Indonesia merasa bahwa kemerdekaan memang layak untuk dirayakan dengan begitu meriahnya, sembari nostalgia bercerita sejarah 1945. Tapi untuk sebagian rakyat lain yang masih terperangkap dalam kepapaan, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan apa mereka masih merasakan hakikat "merdeka" itu?
Melihat kondisi hari ini, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang tidak ada hentinya, pajak negara yang semakin mencekik warga, isu lingkungan yang selalu bertentangan dengan proyek penguasa, kekuatan hukum yang hanya berlaku untuk rakyat kecil saja, wakil rakyat tidak amanah menyuarakan aspirasi rakyat, para petani yang masih belum sejahtera, pelecehan seksual di mana-mana, kriminalitas seakan menjadi rahasia umum, bahkan pendidikan pun kena imbasnya.
Peringatan Hari Kemerdekaan yang diadakan setiap tahun seakan menjadi euforia belaka yang menjadi pelarian sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan negeri. Setelah perayaan usai, kita disadarkan kembali pada realita yang ada (lagi).
Namun setidaknya, 17 Agustus 1945 menorehkan sejarah besar mengingat bahwa pernah ada para tokoh sejarah yang berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan bukan hanya untuk dirinya sendiri atau keluarganya, tapi untuk rakyat Indonesia.
Hingga dengan syahdunya pada saat mereka menyusun konstitusi, mereka dengan jelas mencantumkan bahwa rakyat miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Merdeka bukan hanya tentang pengibaran bendera dengan pasukan gagahnya, tapi merdeka adalah tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, merdeka adalah tentang kehidupan rakyat yang layak dan sejahtera.
Merdeka adalah tentang bagaimana kemalangan tidak pernah terjadi dan merdeka adalah tentang berani bersuara tanpa takut diasingkan negara.
Jika hari ini kemerdekaan hanya milik segelintir orang, ini pertanda deviasi yang kuat dari makna kemerdekaan.
Oleh karena itu, kemerdekaan ada untuk semua rakyat Indonesia, dan ini artinya para pemimpin yang dipercaya mengelola negara wajib memberikan hak kepada seluruh rakyat Indonesia.
Jika masih terdapat rakyat yang tak bisa hidup layak, ini menandakan kegagalan pengelola negara.
Sekali merdeka tetap merdeka (kah?)
[]
BACA JUGA:HIMI PERSIS Didorong Gagas Konsep Advokasi Perempuan Berbasis Al-Qur’an dan As-Sunnah