Acara dibuka dengan sambutan dan taujih dari Kabid Infokom Pimpinan Pusat (PP) PERSIS, Ustaz Dr. Ihsan Setiadi Latief, M. Si. Dia mengatakan, pada 1982 terjadi aksi demonstrasi menolak pemakaian jilbab di sekolah.
“Saat itu, pemerintah mengeluarkan aturan tata busana yang membatasi penggunaan jilbab, sehingga simbol-simbol keislaman, termasuk jilbab dianggap perlu dihapuskan dari ruang publik. Karena itu, nilai-nilai Khoas harus kita masifkan dalam bagaimana kita beragama dan berbangsa,” terangnya.
Pernyataan ini menjadi kerangka berpikir selama kegiatan berlangsung, menegaskan bahwa khoas telah melewati jalan panjang: dari penolakan, penerimaan, hingga menjadi bagian dari identitas kolektif muslimah Persis.
Setelah itu, peserta diajak menyaksikan pemutaran film “Khoas”. Film ini tidak hanya menampilkan kisah personal seorang muslimah dalam memilih kembali kepada jalan kebaikan, tetapi juga memuat dilema sosial, tekanan emosional dan pengaruh buruk dari lingkungan.
Pada sesi berikutnya, panitia mengumumkan pemenang lomba esai dan video bertema “Aku dan Khoas.” Para peserta lomba kebanyakan dari kalangan Pelajar Putri PERSIS dari berbagai pesantren dan tingkatan level daerah.
Melalui videonya, mereka menyampaikan bahwa khoas bukan hanya dipakai, tetapi di maknai.
Diskusi diawali dengan membicarakan terkait latar belakang ide, proses riset, serta tantangan yang dihadapi. Mereka menegaskan, film dapat menjadi sarana dakwah yang menyentuh, dengan dikemas dalam bentuk dakwah modern.
Dalam segi aspek pelajar putri, Zihan menyampaikan bahwa ruang ini bisa menjadi reflektif bagi pelajar untuk memahami bagaimana nilai-nilai spiritual dan sosial dapat disampaikan melalui seni dan film.
[]
Kontributor: Kania Aulia
BACA JUGA:Audiensi IPPI Persis dengan Ketua Umum PP PERSIS: Perkuat Sinergi dan Langkah Juang
