Oleh: Dr. Irfan Nul Hakim, Lc., M.Ag
Alumni PPI 99 Rancabango
Dosen Pascasarjana PTIQ, Jakarta
Hari ini, umat Islam sudah mulai kurang perhatian terhadap satu ilmu yang dapat memberikan kemaslahatan bagi kehidupan mereka. Ilmu yang hampir dilupakan bahwa ia dapat membimbing siapa pun menuju keharmonisan hidup, ketenangan jiwa, dan ketertiban sosial. Mereka telah banyak mengabaikan ilmu ini baik dari aspek individu (fardiyah) maupun kolektif (ijtima’i). Padahal, ilmu ini mempunyai peran penting bagi stability kehidupan Ta’lim al-Muta’allim manusia baik dari aspek keagamaan, keilmuan, ekonomi, tatanan kenegeraan, sosial kemasyarakatan, dan lainnya.
Ilmu ini disebut ilmu al-Adab, al-Suluk atau al-Akhlak (Attitude). Para ulama banyak memberikan perhatian penting terhadap ilmu Adab al-‘Alim Wa al-Muta’allim seperti Imam al-Nawawi, Imam Burhanudin al-Zarnuji, Imam Ibnu Miskawaih, dan lain sebagainya. Mereka telah menulis banyak buku tentang hal tersebut dengan judul-judul yang berbeda.
Kita masih ingat ketika berada di bangku Tsanawiyah/SMP telah belajar tentang Kitab al-Jami’ dalam kitab Bulugh al-Maram karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani. Di sana terdapat judul-judul tentang bab al-Adab yang memuat tentang hadits-hadits adab seperti hak seorang Muslim terhadap Muslim yang lain, makna al-Birru dan al-Itsmu, berbisik-bisik berduaan dan meninggalkan yang lain, cara kita duduk dalam sebuah majlis, cara makan yang beradab, dan cara bermuamalah atau berta’ayusy dengan sesama dengan mengucapkan salam, dan lainnya.
Pun demikian, di kitab Bulugh al-Maram terdapat pembahasan tentang al-Zuhdu Wa al-Wara’, al-Birru Wa al-Shillah, dan al-Tarhib Wa al-Targhib fi al-Akhlak, dan lain sebagainya. Dengan demikian perhatian para Ulama di dalam masalah adab dan akhlak ini sangat besar sehingga mereka banyak menyinggung hal ini dengan serius.
Adapun dalam masalah Adab al-‘Alim Wa al-Muta’allim yang menjelaskan tentang adab bagi seorang ‘alim (Guru) atau Muta’allim (Murid) banyak ditulis dengan judul khusus seperti kitab al-‘Alim Wa al-Muta’allim karya Imam Abu Hanifah al-Nu’man (m. 150 H), juga Risalatuhu ila Utsman al-Bati serta Washiyah ila Tilmidzihi al-Imam Abu Yusuf fi Fiqhi al-Suluk al-Ijtima’i li al-‘Alim.
Gaya bahasa kitab al-‘Alim Wa al-Muta’allim karya Abu Hanifah ini menggunakan Uslub al-Hiwar Wa al-Munaqasyah yakni gaya bahasa dialog dan diskusi diantara pengajar (al-Mu’allim) dengan murid (Thalib) dalam masalah-masalah akidah dan fiqih. Di sana ditulis tentang karakteristik dan syarat-syarat menjadi seorang ‘Alim dan Muta’allim.
Bukan hanya Abu Hanifah, para Ulama lain menulis kitab tentang Ta’lim al-Muta’aalim ini seperti Imam al-Kanani (m. 255 H) dengan judul kitab Risalah al-Mu’allimin, Imam Abu Bakar Muhammad bin Umar al-Tirmidzi al-Balkhi (m. 280 H) menulis kitab yang berjudul al-‘Alim Wa al-Muta’allim, Muhammad bin Syahnun (m. 226 H) dengan nama kitab Adab al-Mu’allimin), Abul Hasan Ali bin Khalaf (m. 403 H) berjudul al-Risalah al-Mufadhilah li Ahwal al-Mu’allimin Wa Ahkam al-Mu’allimin Wa al-Muta’allimin, Abu Umar Yusuf bin Abdul Bar al-Namri al-Qurthubi al-Andalusi (m. 463 H) menulis sebuah buku yang berjudul Jami’ Bayan al-‘Ilm Wa Fadhlihi Wama Yanbaghi fi Riwayatihi Wa Hamalihi, juga ada buku yang populer di kalangan para intelektual yaitu karya Imam Ibnu Miskawaih (m. 421 H) dengan judul Tahdzib al-Khalaq Wa Tathhir al-A’raq, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, tulisan-tulisan tentang Ta’lim Wa al-Muta’allim ini sangat banyak disusun oleh para Ulama sebagai bukti kepedulian dan perhatian mereka terhadap pembinaan adab dan pembentukan karakteristik para Guru dan Murid dalam menciptakan stabilitas halaqah-halaqah keilmuan di dalalm Islam seperti dalam kitab Imam Burhanudin al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqi al-Ta’allum disebutkan Shalah Muhammad al-Khaimi dan Nazir Hamdan bahwa ada lebih dari 22 lebih kitab yang ditulis oleh para Ulama yang berhubungan dengan Ta’lim al-Muta’allim (al-Zarnuji: 5-14).
Adab Ta’lim al-Muta’allim
Tulisan ini adalah sebuah refleksi dari pengamatan realitas hari ini dan pembacaan terhadap sebuah kitab klasik yang sudah banyak ditinggalkan oleh banyak orang yaitu kitab-kitab tentang Ta’lim al-Muta’allim seperti karya dari Imam Burhanudin al-Zarnuji yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqi al-Ta’allum.
Ilmu ini sudah banyak ditinggalkan oleh sekolah-sekolah modern, juga pesantren-pesantren modern. Kitab ini hampir tidak dijadikan rujukan atau pegangan sebagai buku inti, justru banyak murid yang tidak mengenal pentingnya kitab tersebut. Oleh karenanya, di sini perlu dikenalkan kembali supaya menjadi motivasi dan membenahi generasi Islam terhadap ilmu adab dan pengamalannya. Kemunduruan dari aspek moralitas remaja dan pemuda di abad ini sudah mendekati kritis. Sebelum terlambat, kita mesti mengenalkan dengan bimbingan para Guru kepada mereka.
Moralitas generasi bangsa akan terlihat sejauh mereka mengaplikasikan adab dalam kehidupan sehari-harinya baik di skup keluarga, tetangga, pergaulan, institusi pendidikan, instansi pemerintahan, dan lain sebagainya. Bagi orang yang mengetahui realitas adab di kalangan generasi kita hari ini niscaya meraka akan gelisah dan memikirkan bagaimana cara untuk memperbaiknya.
Seperti halnya dewasa ini, banyak dari kalangan Guru dan Murid yang sudah tidak mengenal lagi terhadap istilah Ta’lim al-Muta’allim. Mereka belajar dan mengajar lebih mengandalkan aspek kecerdasan intelektualnya sahaja, sedangkan dari aspek pendidikan adab dan akhlaknya sangat kurang diperhatikan. Hari ini, para Guru dan Murid banyak yang Lost of Adab bermakna telah banyak hilangnya adab dalam kehidupan sehari-harinya mereka baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Mereka sudah tidak mengetahui bagaimana sikap sebagai seorang Murid kepada Guru, sebagai anak kepada kedua orang tua, dan lain sebagainya.
Hal yang sangat disayangkan di zaman ini, banyak orang pintar tetapi mereka tidak berakhlak dan beradab. Kecerdasan otaknya sangat luar biasa namun kering dari hidup yang beradab dan berakhlak. Pengajaran-pengajaran tentang adab dan akhlak jarang mereka terima sehingga kehidupan mereka sudah jauh dari nilai-nilai adab dan akhlak yang diajarkan al-Quran dan al-Sunnah dengan pemahaman para Ulama.
Diantara adab dalam mencari ilmu yang hilang dari generasi sekarang, juga orang tua masa kini adalah Niyah yang Ikhlas yakni niat/tujuan dalam mencari ilmu. Sebab niat dalam mencari ilmu itu adalah pokok (al-ashl) dari seluruh pekerjaan dan perbuatan kita sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Saw, sesunggunya pekerjaan itu tergantung pada niat (HR. Bukhari, 1/9). Oleh karenanya, ada beberapa yang harus diniatkan bagi seorang pencari ilmu diantaranya; 1) Mencari Ridha Allah, 2) Bekal untuk Akhirat, 3) Berniat untuk Menghilangkan Kebodohan dalam Diri, 4) Berniat untuk Menghidupkan Agama dan Mengekalkan Islam (Ta’lim al-Muta’allim: 40).
Tujuan yang paling mulai dalam mencari ilmu ini adalah untuk menghidupkan agama dan mengekalkan Islam. Tidak banyak orang yang mempunyai tujuan demikian. Hampir kebanyakan orang dalam menuntut ilmu itu adalah untuk mencari pekerjaan dan hidup dalam kemewahan kekayaan.
Adapun dalam aplikasi adab seorang ‘Alim dengan Muta’allim sebagai bukti dari ta’zhim mereka kepada para Guru seperti yang disebutkan oleh Imam al-Zarnuji dalam kitanbnya (Ta’lim al-Muta’allim: 56):
- Tidak boleh seorang Murid Berjalan di Depan Gurunya
- Tidak boleh seorang Murid menduduki tepat duduk Gurunya
- Tidak boleh seorang Murid mendahului pembicaraan dekat Gurunya kecuali izin darinya.
- Tidak boleh seorang Murid banyak bicara di dekat Gurunya
- Tidak boleh seorang Murid banyak bertanya yang tidak bermanfaat kepada Gurunya
- Hendaklah seorang Murid menjaga waktunya
- Tidak boleh seorang Murid mendahului keluar daripada Gurunya.
Dari 7 poin di atas, adalah sebuah aplikasi ta’zhim (penghormatan) dari seorang Murid kepada gurunya yang hari ini banyak dilupakan dan tidak dilaksanakan dimana-mana tempat di Indonesia. Malah Imam al-Zarnuji menambahkan untuk para Muta’allim supaya bisa mencari ridha dari seorang Guru, hendaklah seorang Murid menjauhi murka Gurunya, dan seyogianya taat terhadap segala perintah Gurunya kecuali di dalam perbuatan maksiat kepada Allah (Ta’lim al-Muta’allim: 56).
BACA JUGA: KH. Salam Russyad, "Perhatikan Adab-Adab Berjamiyyah"