Oleh: Syarief Ahmad Hakim
Berdasarkan hasil hisab Astronomis Persis, pada tahun ini (2023 M) akan terjadi 4 kali gerhana, yaitu Gerhana Matahari Hibrid (GMH) pada tanggal 20 April 2023 yang dapat diamati dari Indonesia, Gerhana Bulan Penumbra (GBP) pada 5-6 Mei 2023 yang juga dapat diamati dari Indonesia namun tidak bisa dilihat dengan mata telanjang sehingga tidak ada syari'at shalat gerhana padanya, Gerhana Matahari Cincin (GMC) pada 14 Oktober 2023 yang tidak dapat diamati dari Indonesia dan Gerhana Bulan Sebagian (GBS) pada 29 Oktober 2023 yang dapat diamati dari Indonesia.
Gerhana Matahari Hibrid merupakan gerhana pertama yang akan terjadi pada tahun 2023. Dibandingkan dengan jenis gerhana yang lain GMH termasuk peristiwa gerhana yang jarang terjadi, terakhir gerhana ini terjadi pada 3 Nopember 2013 atau sepuluh tahun yang lalu, padahal peristiwa gerhana Matahari sendiri dengan berbagai jenisnya dalam satu tahun bisa terjadi antara 2 sampai 3 kali.
Prasyarat Terjadinya Gerhana Matahari
1.Gerhana matahari hanya akan terjadi bila Bulan sedang Konjungsi (Ijtima’) dengan Matahari, yakni Bulan dan Matahari sedang berada pada satu Bujur Ekliptika yang sama. Bila dilihat dari Bumi, Bulan searah dengan Matahari. Namun tidak setiap Konjungsi akan terjadi gerhana. Hal ini diakibatkan oleh tidak sejajarnya bidang lintasan Bulan dengan bidang Ekliptika (bidang lintasan Matahari dalam perjalanan semu tahunannya) namun membentuk sudut sekitar 5°. Oleh karena itu perlu syarat kedua, yaitu:
2.Bulan dan Matahari berada di sekitar Titik Simpul (titik perpotongan antara bidang lintasan Bulan dengan Ekliptika), baik di Titik Simpul Naik maupun Titik Simpul Turun. Dengan kata lain Bulan dan Matahari sedang berada di Lintang Ekliptika atau di sekitar Lintang Ekliptika yang sama.
Jadi, gerhana Matahari hanya akan terjadi bila Bulan dan Matahari memiliki nilai Bujur dan Lintang Ekliptika yang sama atau mendekati sama. Perhatikan gambar berikut:
Gambar 1. Posisi orbit Bulan terhadap Ekliptika serta Konjungsi dan Oposisi
Gambar di atas mengilustrasikan posisi Bulan sedang Konjungsi dan Oposisi dengan Matahari. Bila posisi Bulan berada antara Bumi dan Matahari atau dilihat dari Bumi, Bulan searah dengan Matahari (Konjungsi) dan berada dekat Titik Simpul maka akan terjadi gerhana Matahari sebagaimana gambar sebelah atas dan bawah.
Sedangkan apabila posisi Bulan sedang berlawanan arah dengan Matahari atau dilihat dari Bumi, Bulan sedang berhadapan dengan Matahari (Oposisi) dan berada dekat dengan Titik Simpul maka akan terjadi gerhana Bulan sebagaimana gambar sebelah atas dan bawah. Namun apabila jarak Bulan dan Matahari jauh dari Titik Simpul sebagai mana gambar sebelah kiri dan kanan tidak akan terjadi gerhana.
Jenis-jenis Gerhana Matahari
Gerhana Matahari ialah peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bulan sehingga cahaya Matahari yang tertutup Bulan tidak terlihat dari Bumi. Bulan merupakan benda langit yang bulat menyerupai bola dan tidak memiliki cahaya sendiri serta tidak tembus pandang. Sehingga apabila terkena cahaya Matahari ia akan membuat bayang-bayang yang menyerupai kerucut dengan ujung kerucutnya dekat ke arah Bumi. Bayangan ini dinamakan bayangan inti (Umbra).
Kelanjutan dari Umbra adalah Antumbra, yakni bayangan yang ujung kerucutnya bertemu dengan ujung kerucut Umbra dan semakin menjauh dari Bulan atau mendekati ke arah Bumi bayangannya semakin membesar. Adapun Penumbra adalah bayangan semu Bulan yang diakibatkan oleh cahaya Matahari yang mengenai permukaan Bulan yang berlawanan dari sumber cahaya Matahari.
Untuk memahami perbedaan ketiga jenis bayangan Bulan tersebut perhatikan ilustrasi gambar berikut:
Gambar 2. Ilustrasi bayangan Umbra, Penumbra dan Antumbra
Dalam Ilmu Astronomi dikenal 4 jenis gerhana Matahari, yaitu Gerhana Matahari Total (GMT), Gerhana Matahari Sebagian (GMS), Gerhana Matahari Cincin (GMC) dan Gerhana Matahari Hibrid (GMH). Adanya jenis-jenis gerhana Matahari ini dipengaruhi oleh jarak Bulan ke Bumi serta jarak Bulan dan Matahari dari Titik Simpul.
1. Gerhana Matahari Total ialah apabila saat puncak gerhana seluruh piringan Matahari tertutup piringan Bulan. Hal ini bisa terjadi apabila posisi Bulan dan Matahari berada di Titik Simpul dan posisi Bulan dalam jarak terdekat ke Bumi (Perige). Saat tersebut bayangan yang sampai ke permukaan Bumi adalah bayangan inti Bulan (Umbra) sebagaimana ilustrasi gambar berikut:
Gambar 3. Konfigurasi Matahari, Bulan dan Bumi saat GMT
2. Gerhana Matahari Sebagian ialah apabila saat puncak gerhana hanya sebagian piringan Bulan yang menutupi piringan Matahari. Hal ini bisa terjadi apabila posisi Bulan dan Matahari berada di dekat Titik Simpul saja. Saat tersebut bayangan yang menyapu permukaan Bumi hanya bayangan semu Bulan saja (Penumbra) sebagaimana ilustrasi gambar berikut:
Gambar 4. Konfigurasi Matahari, Bulan dan Bumi saat GMS
3. Gerhana Matahari Cincin ialah apabila saat puncak gerhana piringan Bulan yang menutupi piringan Matahari hanya bagian tengahnya saja, sementara sekeliling tepi piringan Matahari tidak tertutup piringan Bulan sehingga Matahari masih memancarkan cahayanya ke arah Bumi dan terlihat seperti cincin. Hal ini bisa terjadi apabila posisi Bulan dan Matahari berada di Titik Simpul dan posisi Bulan dalam jarak terjauh ke Bumi (Apoge). Saat tersebut bayangan yang sampai ke permukaan Bumi adalah Antumbra sebagaimana ilustrasi gambar berikut:
Gambar 5. Konfigurasi Matahari, Bulan dan Bumi saat GMC
4. Gerhana Matahari Hibrid ialah apabila saat puncak gerhana terlihat sebagai Gerhana Matahari Total namun diawali dan diakhiri dengan Gerhana Matahari Cincin. Hal ini bisa terjadi apabila posisi Bulan dan Matahari berada di Titik Simpul dan jarak Bulan ke Bumi seukuran dengan panjangnya bayangan Umbra Bulan. Saat GMH dimulai, bayangan Bulan yang sampai ke permukaan Bumi adalah Antumbra, saat pertengahan gerhana bayangan Umbra dan saat akan berakhir bayangan Antumbra kembali sebagaimana ilustrasi gambar berikut:
Gambar 6. Konfigurasi Matahari, Bulan dan Bumi saat GMH
Dinamakan Hibrid karena dalam satu fenomena gerhana terdapat dua jenis gerhana, yaitu Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total.
Mengapa Bisa Terjadi Gerhana Matahari Hibrid?
Perhatikan kembali gambar 6! Gambar tersebut mengilustrasikan peristiwa GMH dari awal sampai akhir, dimana konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi paling atas menggambarkan awal terjadi Gerhana Matahari Cincin karena yang mengenai permukaan Bumi adalah bayangan Antumbra. Kemudian Bulan bergerak ke arah bawah (konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi yang di tengah) maka bayangan Bulan yang mengenai Bumi adalah Umbra sehingga terjadi Gerhana Matahari Total dan selanjutnya bergerak ke bawah lagi (konfigurasi Matahari-Bulan-Bumi paling bawah), yang mengenai Bumi adalah bayangan Antumbra Bulan sehingga terlihat kembali sebagai Gerhana Matahari Cincin.
Perubahan bayangan Bulan dari Antumbra-Umbra dan kembali ke Antumbra bukan karena perubahan jarak Bulan ke Bumi yang menjauh-mendekat dan kembali menjauh, tetapi disebabkan oleh bentuk Bumi yang bulat. Saat kontak pertama Gerhana Matahari Cincin, bayangan Antumbra Bulan mengenai lengkungan permukaan Bumi yang rendah karena saat tersebut matahari sedang terbit dan beranjak naik, sedangkan saat Gerhana Matahari Total bayangan Umbra Bulan mengenai lengkungan permukaan Bumi yang paling tinggi karena saat tersebut sedang tengah hari dan saat kontak terakhir Gerhana Matahari Cincin bayangan Antumbra Bulan kembali mengenai lengkungan permukaan Bumi yang rendah karena saat tersebut matahari sedang berangsur turun akan terbenam.
Tanpa adanya unsur lengkungan Bumi tidak akan ada fenomena Gerhana Matahari Hibrid. Artinya jika Bumi datar (flat earth) fenomena gerhana yang akan ada hanya Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Sebagian dan Gerhana Matahari Cincin. Dengan demikian adanya fenomena Gerhana Matahari Hibrid menjadi salah satu bukti otentik bahwa bentuk Bumi bulat (globe) bukan datar (flat).
Gerhana Matahari Hibrid 20 April 2023
Perhatikan peta lintasan Gerhana Matahari Hibrid pada gambar 7 di bawah ini!
Gambar 7. Peta lintasan Gerhana Matahari Hibrid 20 April 2023 di peta dunia
Gambar peta lintasan Gerhana Matahari Hibrid di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Warna abu-abu pada permukaan globe Bumi yang menyerupai cerobong pabrik dengan kedua tepinya seperti ujung cerobong yang terbuka merupakan daerah yang akan terkena gerhana.
2. Ditengah-tengah warna abu-abu ada garis hitam tebal yang membentang dari arah Barat Daya di samudra Hindia sampai ke arah Timur di samudra Pasifik merupakan daerah yang akan menyaksikan Gerhana Matahari Total kecuali garis hitam tebal yang berada di kawasan abu-abu muda (di kawasan yang menyerupai dua ujung cerobong yang terbuka) akan mengalami Gerhana Matahari Cincin.
3. Dua wilayah abu-abu yang mengapit garis hitam tebal hanya akan mengalami Gerhana Matahari Sebagian.
Dengan demikian GMH 20 April 2023 yang akan melewati wilayah Indonesia berupa Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Sebagian, wilayah Indonesia tidak akan mengalami Gerhana Matahari Cincin. Sebagian wilayah utara Provinsi Aceh (Aceh Besar, Aceh Jaya, Kota Banda Aceh dan Kota Sabang) tidak akan mengalami gerhana. Sedangkan, jalur total GMH 20 April 2023 yang melewati Indonesia dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini:
Gambar 8. Peta Magnitudo gerhana di Indonesia
Magnitudo gerhana ialah perbandingan antara diameter Matahari yang tertutup oleh Bulan saat puncak gerhana terjadi dengan diameter Matahari keseluruhan. Nilai Magnitudo 1 berarti seluruh piringan Matahari tertutup oleh piringan Bulan. Magnitudo 0,5 berarti hanya setengah piringan Matahari tertutup oleh piringan bulan sedangkan Magnitudo 0 berarti tidak terjadi gerhana.
Titik sentral gerhana yang menandakan segarisnya titik pusat Matahari, Bulan dan Bumi ditandai dengan garis berwarna biru. Sementara batas Utara dan Selatan wilayah yang terkena jalur total ditandai garis berwarna merah. Sebagaimana terlihat pada Gambar 8, jalur total gerhana ini akan melewati Maluku Barat Daya (Pulau Kisar, Batumerah, Pulau Maopora).
Maluku Tengah (ujung timur pulau Manawoka dan wilayah Oeta-Watubela). Papua (Yapen Waropen, Biak). Papua Barat (Pulau Karas-Fakfak, Pulau Roswar). Adapun pengamat di daerah lainnya akan mengamati GMH 20 April 2023 berupa Gerhana Matahari Sebagian dengan magnitudo bervariasi sebagaimana terlihat pada Gambar 8.
Di Indonesia GMH dimulai dari pukul 9:25:29 WIB sd pukul 10:29:36 WIB. Sebagaimana ditunjukkan gambar berikut:
Gambar 9. Waktu kontak awal GMH 20 April 2023 di Indonesia
Garis lengkung yang tertera di peta Indonesia pada gambar 9 tersebut adalah garis yang menghubungkan waktu yang sama dalam memulai gerhana di Indonesia menurut Waktu Indonesia Barat (WIB).
Sedangkan puncak GMH akan terjadi dari pukul 10:43:26 WIB sd pukul 12:04:50 WIB. Sebagaimana ditunjukkan gambar berikut:
Gambar 10. Waktu puncak GMH 20 April 2023 di Indonesia
Adapun akhir GMH akan terjadi dari pukul 11:13:10 WIB sd pukul 13:30:42 WIB. Sebagaimana ditunjukkan gambar berikut:
Gambar 11. Waktu akhir GMH 20 April 2023 di Indonesia
Untuk mengetahui rincian waktu gerhana bagi setiap kota di Indonesia, silahkan diunduh pada link berikut: https://bit.ly/GM20Apr2023-DHR atau dapat di akses di aplikasi Islamic Times yang bisa diunduh pada link berikut: http://bit.ly/islamic-times
Kesimpulan
Gerhana Matahari Hibrid merupakan salah satu bukti otentik bahwa bentuk Bumi bulat. Gerhana Matahari Hibrid 20 April 2023 akan bisa diamati di seluruh wilayah Indonesia kecuali sebagian Utara provinsi Aceh. Meskipun Gerhana Matahari Hibrid terdiri dari Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total namun yang terlihat di Indonesia hanya berupa Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Sebagian saja dengan rentang Magnitudo dari 0,0 sampai 1. Secara keseluruhan di Indonesia Gerhana Matahari Hibrid akan terjadi mulai pukul 9:25:29 WIB sd pukul 13:30:42 WIB.
Wallahu A’lam Bi ash-Shawwab
Jakarta, Maret 2023