Khutbah Jumat: Agar Rumah Tangga Diberkahi Allah

oleh Redaksi

11 Februari 2025 | 07:36

Khutbah Jumat: Agar Rumah Tangga Diberkahi Allah

AGAR RUMAH TANGGA DIBERKAHI ALLAH

Latief Awaludin



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

قال اللّه تعالى: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.أمّا بعد:


Jamaah jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta'ala


Segala puji milik Allah swt, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kita bersyukur dengan segala anugerah yang telah kita nikmati sampai detik ini, tidak lain adalah pemberian dari-Nya. Baik nikmat zahir yakni nikmat sehat maupun nikmat batin yakni nikmat iman dan nikmat Islam.


Kita malumi bersama, bahwa keberkahan merupakan pemberian Allah Swt yang diberikan kepada seseorang, keluarga atau sebuah negeri sebagai konsekuensi keimanan dan ketaqwaan hambanya. Namun, untuk meraih keberkahan khususnya dalam sebuah keluarga harus diperjuangkan sebab-sebab nya dan semua itu sangat tergantung kepada kepemimpinan suami atau ayah dalam keluarga karena ia sebagai imam (pemimpin). 


Kewajiban utama setiap pemimpin adalah mengarahkan orang yang dipimpin. Sebagai seorang kepala keluarga, seorang bapak bertanggung jawab dalam menjaga keluarganya dari api neraka dan mengantarnya jalan ke surga. Di dalam keluarga, anak akan banyak mendapatkan pengalaman untuk tumbuh dan berkembang demi masa depannya. Di dalam keluarga orang tua dapat memberikan contoh perilaku yang kelak akan ditiru oleh anak. Karena keluarga merupakan tempat yang efektif untuk membelajarkan akhlak yang luhur kepada anak.


Untuk mewujudkan keluarga yang teladan maka fokuskan hidup kita dan keluarga kita pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. kemudian kita pelajari dan kita teladani pula bagaimana kehidupan para Sahabat Rasul Saw. karena mereka sudah teruji menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan baik dan maksimal sehingga mereka meraih kerihdaan Allah Ta’ala, serta keberkahan dari Allah Ta’ala.


Dalam meraih keluarga yang diberkahi setidaknya ada 5 hal yang harus diwujudkan dalam rumah tangga seorang muslim:


Pertama: Jadikan Rumah Sebagai Pusat Pencegahan Diri dan Keluarga dari Api Neraka.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ


“Wahai orang-orang yang beriman! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).


Menurut Ibnu Abbas ra, makna “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” adalah lakukanlah ketaatan kepada Allah dan tinggalkan maksiat serta suruhlah mereka untuk berdzikir kepada Allah. Maka dengannya Allah selamatkan kalian dari api neraka”. Sementara Ali bin Abi Thalib ra. mengatakan bahwa makna “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah “didiklah mereka dan ajarkan ilmu kepada mereka (addibhum wa ‘allimhum)”. Sedangkan Muqatil dan Ad Dhahak berkata, makna peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah, “Engkau memerintahkan mereka untuk mentaati Allah dan mencegah mereka dari bermaksiat kepada Allah, hendaklah engkau menegakkan perintah Allah terhadap mereka, memerintahkan mereka dengan perintah Allah dan membantu mereka dalam urusan tersebut, dan jika engkau melihat kemaksiatan dari mereka maka hendaklah engkau menghardik mereka”.( Tafsir Ibnu Katsir: 4/391 ).


Kedua: Memastikan Setiap Nikmat Kian Mendekatkan Diri Kepada Allah Ta’ala.


وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ


Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).


Imam Fakhruddin ar-Razi menjelaskan, ketidakmampuan manusia menghitung nikmat yang diterimanya disebabkan semua manfaat dan kenyamanan yang dinikmati oleh tubuhnya, yang digunakan untuk menarik manfaat dan menolak keburukan, nikmat yang Allah ciptakan di muka bumi kemudian menjadikan manusia merasa senang, nyaman dan tentram, demikian pula setiap hal yang menjadikan seseorang terhindar dari maksiat, semua itu adalah nikmat. Semua manfaat yang ada di muka bumi atau yang menjadi media untuk meraihnya, sejatinya adalah nikmat. Sebab, dengan adanya manfaat atau media kemanfaatan tersebut seseorang menjadi lebih semangat melakukan ketaatan dan mendekat diri kepada-Nya.


Adapun cara bersyukur kepada Allah atas nikmat yang tak terbatas bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan memuji Allah swt atas segala nikmat yang diberikan kepada manusia, baik nikmat Islam dan iman, sehat rohani dan jasamani, nikmat memiliki anggota tubuh yang sempurna dan lainnya. Kedua, dengan cara menggunakan anggota badan untuk melakukan ketaatan kepada Allah swt. Sebab, dengan melakukan ketaatan artinya seseorang sudah bersyukur dengan segala nikmat yang diterimanya. Diceritakan oleh Ibunda ‘Aisyah Radhiallahu’anha,


كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذا صلَّى قام حتى تفطَّر رجلاه . قالت عائشةُ: يا رسولَ اللهِ ! أتصنعُ هذا وقد غُفِر لك ما تقدَّم من ذنبك وما تأخَّرَ ؟ فقال ” يا عائشةُ ! أفلا أكونُ عبدًا شكورًا


“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankah dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah bersabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Bukhari)


Ibn Hazm memberikan patokan. “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah hanyalah musibah. Oleh karena itulah, jadikan keluarga sebagai tempat ketaatan dalam rangka mensyukuri nikmat dari Allah yang tak terhingga itu.


Jamaah jumah rahimakumullah


Ketiga: Memastikan Apakah Rumah Senantiasa Diramaikan dengan Bacaan Al-Qur’an.


Seringkali sang suami jarang berkumpul dengan keluarganya untuk menunaikan ibadah bersama-sama. Sang suami pergi ke kantor pada pagi hari ba’da Shubuh dan kembali ke rumahnya larut malam. Pola hidup seperti ini adalah pola hidup yang tidak baik. Tidak pernah atau jarang sekali ia membaca Al-Qur’an, kurang sekali memperhatikan isteri dan anaknya shalat, dan tidak memperhatikan pendidikan agama mereka sehari-hari. Bahkan pendidikan anaknya dia percayakan sepenuhnya kepada pendidikan di sekolah, dan bangga dengan sekolah-sekolah yang memungut biaya sangat mahal karena alasan harga diri. Ia merasa bahwa tugasnya sebagai orang tua telah ia tunaikan seluruhnya. 


Lantas bagaimana kita dapat mewujudkan anak yang shalih, sedangkan kita tahu bahwa salah satu kewajiban yang mulia seorang kepala rumah tangga adalah mendidik keluarganya. Sementara tidak bisa kita pungkiri juga bahwa pengaruh negatif dari lingkungan yang cukup kuat dari media sosial serta peralatan hiburan lainnya sangat mudah mencemari pikiran dan perilaku sang anak. Bahkan media ini bisa menjadi orang tua ketiga, maka kita harus mewaspadai media-media yang ada dan alat-alat permainan yang sangat berpengaruh buruk terhadap perilaku anak-anak kita.


Oleh karena itu, kewajiban seorang suami harus memperhatikan pendidikan isteri dan anaknya, baik tentang Tauhid, shalat, bacaan Al-Qur’annya, pakaiannya, pergaulannya, serta bentuk-bentuk ibadah dan akhlak yang lainnya. Karena Islam telah mengajarkan semua sisi kehidupan, kewajiban kita untuk mempelajari dan mengamalkannya sesuai Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda,


لَاتَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ


Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian pekuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah”. (HR. Muslim 780)


عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ وَالَّذِي لَا يُذْكَرُ اللهُ قِيْهِ كَمَثَلِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ


Dari Abu Musa ra Nabi Saw bersabda; “Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya, seperti perumpamaan orang hidup dan mati.” (HR. Bukhari 6407).


Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat bandel.” tuturnya kesal. Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?” Anak yang pintar ini menyela. “Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?” Umar ra menjawab, “Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur’an.” Mendengar uraian dari Khalifah Umar ra anak tersebut menjawab, “Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama “Kelelawar Jantan”, sedang dia juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu ayat pun aku tidak pernah diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata, “Kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu….” 


BACA JUGA:

Khutbah Jumat: Menjaga Kesalehan Sepanjang Masa

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon