Khutbah kedua
ألْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . أمّا بعد:
Jamaah sidang jum’at yang dirahmati Allah,
Keempat dalam mewujudkan keluarga yang diberkahi Allah Ta’ala yaitu Memastikan Dzikir di Dalam Rumah Senantiasa Diamalkan.
Diantara makna ayat, “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan melakukan ketaatan kepada Allah, meninggalkan maksiat, dan menyuruh mereka untuk berdzikir kepada Allah. Beliau menyebutkan dzikir, padahal dzikir merupakan bagian dari ketaatan terhadap perintah Allah. Hal ini untuk menekankan pentingnya ibadah dzikir dalam kehidupan seorang hamba. Sebab dzikir merupakan sebab memperoleh ampunan (maghfirah) dan pahala yang besar (Qs. 33:35), sumber dan kunci ketenangan hati (Qs. 13:28)
Tidak diragukan lagi, setiap orang ingin mendapat kebaikan dan dijauhkan dari kemudharatan. Namun tidak semua orang menyadari dan mau bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginannya itu. Padahal Allah Swt telah menjelaskan kunci-kunci kebaikan tersebut dalam wahyunya secara gamblang dan tegas. Kunci kebaikan itu adalah dzikir kepada Allah (dzikrullah). Berdzikir kepada Allah (dzikrullah) merupakan benteng yang kokoh dari tipu daya syaitan dan kejahatan-kejahatannya. Hadits-hadits yang menunjukkan hal tersebut sangat banyak, di antaranya adalah sebagai berikut: Terdapat dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيتَ لَكُمْ وَلاَ عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ، وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ."
“Apabila seseorang memasuki rumahnya, lalu ia menyebut Nama Allah ketika (akan) masuk dan juga ketika (akan) makan, maka syaitan berkata (kepada kawannya), ‘Tidak ada tempat bagi kalian untuk bermalam dan makan malam.’ Dan apabila ia memasuki rumahnya namun ia tidak menyebut nama Allah ketika (akan) masuknya, maka syaitan berkata (kepada kawannya), ‘Kalian mendapatkan tempat untuk bermalam.’ Dan apabila ia tidak menyebut Nama Allah ketika (akan) makan, syaitan berkata, ‘Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam’."(HR. Muslim)
Prinsip Kelima: Terus-Menerus Memacu Diri Hidup Dengan Tuntunan Syariah.
Keluarga bahagia menurut Islam adalah sebuah keluarga yang berjalan sesuai dengan akidah dan syariat agama, sehingga tercapai kehidupan yang barokah, sakinah, mawaddah, warahmah. Maka ajarkan istri dan anak-anak halal dan haram sejak dini sehingga keluarga memiliki komitmen yang kuat terhadap syariat Islam.
Dalam keluarga yang taat syariah, tidak akan ada pembiaran pelanggaran dan pengabaian terhadap hukum syariah. Keluarga Muslim harus peduli, tidak boleh acuh atas kondisi kehidupan. Karena visi keluarga Muslim bukan hanya membangun kebahagian dan takwa di dunia saja tapi juga menembus alam akhirat. Level ketakwaan bukan hanya pada batas keluarga, namun sampai ke level masyarakat, negara dan dunia. Oleh karena itu, aktivitas mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma'ruf nahi munkar) menjadi ciri keluarga muslim taat syariah.
Tak kalah pentingnya, tuntutan Syariah dalam mewujudkan budaya halal mulai dari asupan makanan dan sumber penghasilan harus dipastikan kehalalannya sebagai konsekuensi menjalankan syariat Islam. Rasulullah saw bersabda:
يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (HR. Al-Bukhari )
Dari Abdullah bin Amr ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيْكَ فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيْثٍ، وَحُسْنُ خَلِيْقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِي طَعْمَةٍ
“Empat perkara apabila keempatnya ada padamu maka tidak mengapa apa yang terlewatkanmu dari perkara duniawi: menjaga amanah, ucapan yang jujur, akhlak yang baik, dan menjaga (kehalalan) makanan.” (HR. Ahmad).
Kempat hal diatas termasuk ajaran syariat Islam yang menjadikan pribadi-pribadi yang baik dan berkarakter dimana prinsip kehalalan sebagai bagian komkitmen terhadap syariat. Karena itu, membangun dan memperbaiki keluarga menjadi keharusan ketika kita hendak memperbaiki negara. Langkah pertama dalam memperbaiki kualitas keluarga adalah dengan menanamkan nilai-nilai ketauhidan dan melaksanakannya syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang dilakukan dan dicontohkan oleh para rasul dan nabi kepada keluarga, anak, dan istrinya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa".
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم
BACA JUGA:Khutbah Jumat: Menjaga Kesalehan Sepanjang Masa