Apresiasi dan Harapan untuk Madrasah Pena

oleh Reporter

06 Mei 2017 | 04:15

“Umur yang pendeknya di dunia bisa kita panjangkan. Dengan apa? Dengan sebutan, dengan amal, dengan bekas tangan.” (Buya Hamka) Saya hanya ingin membayar hutang lewat tulisan ini. Tagihan apresiasi yang selalu diburu oleh nurani saya sepanjang waktu. Tentang anak muda yang memilih menjadi kreatif menerjemahkan akhir zaman. Yang tidak bergantung pada seorang tokoh besar. Yang ketika sang tokoh tumbang, matilah gerakan mereka. Itu yang tak saya temui di Madrasah Pena. Kalian adalah “tokoh-tokoh besar” itu sendiri sebagaimana nama yang melekat pada kalian: Madrasah. Ia adalah pelahir, pendidik, kreator, peradaban, sejarah, dan masa depan. The future of Indonesia yang kini sedang dipahat oleh para penulis kelahiran 1991 sampai 2003. Teman-teman, jangan pernah berhenti menulis di Buku Tauhid Hasan #2. Jadilah bola yang menggelinding Kedepan, kalian harus mewarnai pertarungan global di media. Itu senjata kita sekarang. Yang nilai pahalanya setara dengan seorang pejuang di medan perang. Begitu seorang ulama menasehati saya. “Tapi tulisan saya masih jelek?” Itu namanya hantu, kawan. Hantu yang selalu menakuti kita untuk tidak berani berkarya. Ketahuilah, ketidakadilan tidak lahir untuk menunggu kita menjadi penulis hebat dulu. Kesempurnaan adalah proses, dan memulainya sebuah pencerahan. Kalian diberikan anugerah oleh sang Maha Kuasa kemampuan mengasah pena, mengartikulasikan kata, dan menenun makna. Dosa kalian satu: jika diam atas ketidakwarasan. Penulis adalah pekerjaan intelektual. Ia harus bergerak. It’s not just to report news, but to direct news. Ia lahir dengan logika yang matang dan bacaan yang mendalam. Itulah Persatuan Islam (Persis) yang saya kenal. Ada guru utama A. Hassan, founder NKRI Mohammad Natsir, penjaga turats pemikiran KH. Aceng Zakaria, dan lain sebagainya. Teman-teman, penyebar hoax dan penulis status galau di medsos di negara kita sudah banyak. Yang langka adalah yang menulis. Menulis kebaikan, menebar manfaat, menyemai pencerahan. Membersamai umat, menyirami hikmah peradaban, dan meniti jalan kebaikan. Era Sayyid Quthb, Buya Hamka, Pak Natsir, sudah selesai. Mereka sudah melakoni tugasnya. Tapi tugas kita belum selesai. “There is no real ending. It’s just the place where you stop the story,” kata Frank Herbert. Jadi menulis adalah awal, akhirnya di surga. Kelak saya bermimpi melihat kalian berdiri di sebuah podium besar di tahun mendatang. “Kenalkan, saya adalah alumni Madrasah Pena, dan saya adalah seorang penulis, kreator peradaban.”     Pizaro Jurnalis dan Penulis Jakarta, 4 Mei 2017
Reporter: Reporter Editor: admin