Bandung - persis.or.id, Dalam sosialisasi Qaidah Asasi Qaidah Dakhili (QAQD) yang dilaksanakan pada hari ahad (23/10) di Ciganitri, Dr. Ahmad Hasan Ridwan bidang maliyah PP Persis menegaskan bahwa programnya berpijak sesuai acuan Quran Sunnah
Dr. Ahma Hasan mengawali penyampaiannya dengan sebuah prolog. "Saya mewakili ketua bidang maliyah, Drs. Uyun Kamiludin, SH., MH, yang sejak kemarin (22/10) berangkat ke Ryadh selama 40 hari untuk mengikuti diklat ekonomi syariah. Para hakim sekarang dibekali wawasan tentang ekonomi syariah karena sengketa perdata syariah sudah mulai ditangani oleh hakim agama", paparnya.
Dr. Ahmad menyebutkan bahwa bidang maliyah dalam teori ijtihad selalu mengacu kepada Al Quran dan Sunnah. "Sementara dari segi operasional taktis diturunkan pada level UU atau pada level Dewan Syariah yang lebih khusus itu merujuk pada fatwa Dewan Hisbah. Jika terjadi kesenjangan antara fatwa Dewan Syariah dan fatwa Dewan Hisbah maka yang kita ambil adalah fatwa Dewan Hisbah yang mengacu kepada quran sunnah", ujarnya.
Salah satu contohnya, bidang maliyah PP Persis dalam pengajuan lembaga zakat yang diharuskan menghasilkan sampi 50 M dan salah satu syaratnya adalah setiap amilnya harus dicover oleh BPJS, maka bidang Maliyah mengajukan penolakan. "Dikarenakan fatwa hasil istinbath ahkam Dewan Hisbah PP Persis menyatakan BPJS Haram, maka kami menyampaikan kepada kemenag hasil fatwa itu. Mohon doanya agar PZU berubah menjadi Lembaga Amil Zakat Nasional. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa keputusan DH lebih diutamakan", terang Dr. Ahmad.
Misal yang lainnya adalah di sisi ekonomi tentang dana talangan haji, umroh dan zakat. "Kita tetap mengacu pada fatwa Dewan Hisbah. Adapun dibidang zakat juga sama, kita tidak mengenal zakat profesi, yang ada hanyalah infaq profesi dan ini sudah ditetapkan di dalam pedoman perzakatan", pungkasnya. (HL & TG)