Ingatkah kita, saat Rasulullah SAW bersabda, agar kita memperbanyak pemutus berbagai kelezatan duniawi yang kita rasakan sekarang?
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِى الْمَوْتَ
Rasulullah SAW bersabda; Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian (H.R. Tirmidzi)
Ya, Rasulullah SAW menyuruh kita ingat akan tibanya kematian atas diri kita masing-masing. Tak hanya itu, Baginda Nabi SAW pun menegaskan bahwa orang yang cerdas itu adalah mereka yang menyiapkan agar mati dalam husnul khatimah dan kelak mendapat mardhatillah.
Hadits Nabi SAW itu dibenarkan dalam psikologi klinis, dimana seseorang yang terguncang mentalnya atau misalnya merasakan stress, maka dia bisa stabil lagi emosi dan pikirannya manakala ia bisa mencapai sebuah kesadaran. Harusnya para psikolog barat belajar pada Al-Quran dan Hadits sehingga akhir hidup mereka bahagia.
Ternyata, tak ada yang bisa menggugah kesadaran terdalam pada diri manusia selain meyakini akan kematian, adanya hisab setelah mati, adanya hari perjumpaan dengan Allah, adanya tepi kehidupan akhirat; surga atau neraka.
Inilah, kenapa orang beriman (mu’min) selalu ajaib urusan hidupnya.
Sebab, jika titik kesadaran ini tersentuh, maka orang ini bisa melepaskan diri dari belenggu belenggu fatamorgana dunia, benar benar hati-hati dalam mengarungi kehidupan. Tak ada rasa takut dan cemas (anxiety) karena mindsetnya telah benar sebagai seorang manusia.
Ini juga yang sudah dicontohkan oleh para orang tua kita terdahulu. Mengapa mereka tetap bahagia dalam kesederhanaan, tetap lapang dan bijak sesulit apapun kondisi hidup. Banyak hikmah yang selalu mereka ajarkan kepada anak-anak mereka, karena mereka beriman…
Sekarang, mari kita lihat diri kita masing-masing saat ini. Betapa setiap hari berbagai kemelut masalah hinggap dalam kehidupan kita. Berbagai beban hidup kita rasakan. Ambisi, cita-cita, cinta dan segala problematika hidup dunia, seringkali membuat kita terlena. Mengejar kesenangan yang menipu, tak sedikit orang menjadi depresi bahkan gila karena masalah duniawi.
Padahal salah satu self theraphy (terapi diri sendiri) yang efektif adalah saat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita akan bertemu dengan realitas abadi setelah membuka pintu kematian.
Bayangkan saat ini kita sedang susah payah atau bahkan disiksa di alam barzakh, dan kelak di neraka. Bayangkan saat ini ! Stop membaca, tolong bayangkan sekarang juga !
Allah SWT sudah berkali-kali mengingatkan realitas masa depan manusia di akhirat. Tak ada satu manusia pun yang bisa kembali ke dunia saat itu.
Buka mata kita, kita sudah melakukan simulasi. Saat ini, detik ini, cerita di masa depan akhirat itu bisa kita ubah.
Apalah artinya berbagai kenikmatan hidup yang saat ini kita peroleh. Harta yang selalu kita cari. Atau sebaliknya, musibah, nasib buruk, semuanya bagian dari ujian hidup di dunia. Semuanya bisa berakhir nestapa, bila kita tak tunduk dengan semua perintah Allah SWT.
Lebih sehat, Lebih bahagia, Lebih pasti berjalan menuju mardhatillah dengan kita memegang teguh Al-Quran dan Hadits, karena keduanya senantiasa relevan dengan zaman, dan selalu terbuktikan mujizatnya dengan temuan temuan ilmu pengetahuan serta teknologi saat ini.
Selamat mencoba self theraphy dengan ayat quran ataupun hadits Nabi SAW. Mari gemar mengkaji.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Waqiah : 81-87
أَفَبِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ
Maka apakah kalian menganggap remeh saja Al-Quran ini?
وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ
Kalian mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan Allah.
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ
Padahal kalian ketika itu melihat (sakaratul maut orang itu),
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَٰكِنْ لَا تُبْصِرُونَ
Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kalian, tetapi kalian tidak melihat,
فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ
Maka kalaulah (benar) kalian tidak dikuasai (oleh Allah)
تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Kembalikanlah nyawa itu (kepada tempatnya) jika kalian adalah orang-orang yang benar?
Allahu 'A lam
***
Penulis:
Taufik Ginanjar (BK MTs Persis 3 Pameungpeuk)