Bandung, persis.or.id – Ikut bergerak mengatasi stunting pada anak, Komunitas Pemudi PERSIS Peduli ASI (SPASI) menggelar seminar cegah stunting bertajuk “Cegah Stunting sebelum Genting”.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari acara Kopdar dan Musyawaran SPASI (Musypi) 3 pada Ahad, (07/05/2023) kemarin.
Kegiatan yang dilaksanakan di aula kantor Pimpinan Pusat Pemudi Persatuan Islam (PP Pemudi PERSIS) Jl. Kalipah Apo tersebut, mengawali silaturahmi para member SPASI sekaligus musyawarah untuk pemilihan ketua baru SPASI periode 2023-2025.
Yuli Amalia, S.Psi, ketua SPASI saat itu menjelaskan tujuan dari penyelenggaraan kegiatan tersebut.
“Pembahasan tersebut diangkat dengan tujuan untuk mengedukasi para peserta tentang bahaya stunting pada anak,” ujarnya.
Peserta seminar juga mendapatkan materi dari narasumber yang capable di bidangnya.
Yakni Dr. H. Sony Ramdhani, MH.Kes, Ketua Bidang Garapan Sosial, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat (PP) PERSIS, yang juga Ketua Sigab PERSIS.
Selanjutnya ada Dr. Ariani, Sp.A, yang merupakan dokter spesialis anak dan sangat concern dalam tumbuh kembang anak.
Pentingnya Pemudi PERSIS Melek Ancaman Stunting
Dalam penjelasannya, Dr. H. Sony Ramdhani, MH.Kes, menyebutkan bahwa satu dari tiga balita di Indonesia mengalami stunting.
“Indonesia sendiri menempati peringkat tertinggi kelima dengan beban anak stunting terbanyak di dunia,” ujarnya.
Menurut Kementerian Kesehatan dari hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), terungkap bahwa kondisi stunting nasional di Jawa Barat pertahun 2021 mencapai 24,5 %.
Bahkan, Kabupaten Bandung berada di urutan kedua tertinggi setelah Kabupaten Garut, dengan jumlah anak stunting tertinggi, yaitu sebanyak 31,1 %.
Sementara itu, Dr. Ariani, Sp.A menambahkan penjelasan mengenai stunting. "Stunting adalah gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan," jelasnya.
Menurutnya, ciri yang paling menonjol dari anak stunting dapat dilihat secara kasat mata, yakni dengan melihat perawakan tubuh anak yang terbilang lebih pendek dibandingkan dengan anak lain seusianya.
Menurut WHO, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan berulang pada masa awal kehidupan.
Selain memiliki tinggi badan di bawah rata-rata, anak stunting juga memiliki resiko peningkatan angka kesakitan dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan anak lainnya.
“Anak stunting juga mengalami gangguan metabolisme pertumbuhan dan masa otot, sehingga memiliki kekebalan tubuh yang rendah dan rentan terkena penyakit serta gangguan tumbuh kembang,” tambahnya.
Stunting juga dapat berdampak pada tingkat kecerdasan anak, yang ditunjukkan dengan menurunnya daya tangkap yang mengakibatkan produktivitas anak menurun.
Selain itu, kondisi anak stunting mengakibatkan resiko terkena penyakit degeneratif ketika dewasa, seperti jantung dan hipertensi.
Fenomena stunting pada anak secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, seperti tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan ketersediaan pangan.
Dan ini merupakan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup baik dari segi kuantitas, kualitas serta keamanan yang akan mempengaruhi asupan gizi pada anak.
Selain itu, gangguan absorpsi atau penyerapan nutrisi pada anak juga menjadi salah satu pencetus stunting.
Kebutuhan gizi yang meningkat pada anak yang didiagnosis penyakit tertentu, seperti HIV AIDS, tuberkulosis, kelainan jantung, gagal ginjal penyakit paru kronik, hipertiroid dan asma ikut menambah deretan penyebab stunting pada anak.
Dampak stunting ini, kata dia, tidak hanya berimbas pada pertumbuhan anak usia dini. Lebih dari itu, dampaknya justru akan terus mengalir seiring pertumbuhan usia anak dengan beragam gangguan lainnya yang lebih kompleks hingga anak dewasa.
Menurut penuturan Dr. Ariani, Sp.A, stunting pada anak dapat dicegah sedari dini dengan memperhatikan asupan gizi yang baik sebelum dan ketika hamil.
“Selanjutnya, ketika anak sudah lahir dengan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia enam bulan dan memberikan MPASI yang sehat pada bayi berusia enam bulan ke atas. Memantau terus tumbuh kembang anak dan selalu menjaga kebersihan juga dapat menjadi ikhtiar mencegah stunting pada anak,” paparnya.
Faktanya, kasus stunting di Indonesia masih menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah sebagai upaya menurunkan tingkat prevalensi stunting di Indonesia.
Bahkan, sejatinya menekan pertumbuhan kasus stunting bukan hanya tugas pemerintah semata menurut Dr Sony.
“Tapi, juga tugas kita selaku muslim yang bertakwa untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah, sebagaimana perintah Allah yang tercantum dalam surat An-Nisa ayat 7,” ungkapnya.
[]
Kontributor: SPASI Pemudi PERSIS
Editor: Fia Afifah