Jakarta - persis.or.id, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengadakan Pelatihan Advokasi Sengketa Ekonomi Syariah selama dua hari, 18-19 September di Hotel Twin Plaza Jakarta. Pelatihan ini digelar oleh Komisi Hukum & Perundang-undangan MUI Pusat dihadiri oleh perwakilan MUI Provinsi, ormas-ormas Islam termasuk Persatuan Islam, perguruan tinggi Islam, dan lembaga-lembaga hukum.
Prof. Dr. KH Ma’ruf Amin selaku Ketua Umum MUI turut hadir memberi sambutan sekaligus membuka acara pelatihan. Kiai Ma’ruf Amin dalam sambutan tersebut sangat optimis dengan perkembangan ekonomi syariah saat ini dan Indonesia ke depan dapat menjadi pusat keuangan syariah dunia.
Lebih lanjut Kiai Ma’ruf mengatakan, ekonomi syariah dan kebangsaan dapat bersinergi --negara tidak menolak dilakukannya Syariah--. Karena hal itu dilakukan dalam kerangka ittifiqot wathoniah atau konsesus nasional. Yaitu dalam empat pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tilugggal Ika di Darul Ahdi wa Syahadah, Indonesia.
Menurutnya ekonomi syariah seperti keuangan, bisnis syariah, multi finance, koperasi, fintech dan LML syariah berada dalam mekanisme dan kebijakan negara. Transaksi ekonomi syariah ditetapkan oleh MUI. Bila terdapat perbedaan penafsiran dan implementasinya maka dapat diselesaikan dalam dua jalur, Pengadilan Agama dan atau dengan cara musyawarah.
Dalam peningkatan hukum advokasi syariah nasional masih banyak tantangan, antara lain minimnya SDM penegak hukum, hakim pengadilan agama yang bersertifikat yang paham tentang ekonomi syariah masih sedikit. Hakim dan advokat khususnya harus menguasai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan produk muamalah serta mekanismenya.
Ekonomi Syariah di Indonesia harus mengedepankan sipat moderat atau tawasuth berada tengah, yaitu tidak tasyadud –berlebihan- dan --tasaahul –meringankan- dalam menentukan produk fiqh muamalah. Dengan methode yang taisir, tapi taisirnya tidak berlebihan. Misalkan tidak adanya pasar modal yang murni syariah maka apabila halal dan haram bersatu harus dikedepankan yang haram. Namun sebaiknya dilakukan tafriq (pemisahan) antara keduanya. Sehingga yang halal akan tetap halal dan yang haram akan tetap haram.
Perwakilan dari Mahkamah Agung (MA), Hakim Agung Edi Riadi dalam sambutannya memaparkan bahwa MA dengan Perma-nya (Peraturan Mahkamah Agung) telah menerbitkan regulasi untuk menguatkan regulasi yang mendukung ekonomi syariah. Menurutnya, ekonomi syariah memiliki karakter khusus yang berprinsip tauhid, keadilan, kepastian, taawaun dan berkeseimbangan.
Dalam pelatihan advokasi kali ini menghadirkan pihak OJK, DSN MUI, Bank Indonesia (BI), Bapenas, Mahkamah Agung, dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). Delegasi Persis diwakili oleh Zamzam Aqbil Raziqin dan Winarno Djati yang merupakan advokat dan konsultan hukum KKBH Persis. Sementara kader Persis lain yang hadir dalam pelatihan tersebut, Dr. Arip Rahman, Lc. MA yang saat ini diamanahi sebagai dekan syariah di Institut Agama Islam Tazkia, Sentul-Bogor. (/Mang Arip).