(Dari kiri ke kanan: Dr. Tiar Anwar Bachtiar, Dr. KH. Jeje Zaenudin, Drs. KH. Uus M. Ruhyat, dan Prof. Atip Latifulhayat)
Bandung - persis.or.id, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam Dr. KH. Jeje Zaenudin telah mengumumkan tasykil PP PERSIS yang akan mendampinginya selama lima tahun ke depan. Penetapan Tasykil diumumkan dari kantor PP Persatuan Islam di Jl. Perintis Kemerdekaan Bandung, Sabtu (8/10/2022).
Dari data yang redaksi terima, terdapat empat mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda PERSIS pada masanya.
Selain Dr. Jeje Zaenudin yang menjadi ketua umum, terdapat pula Wakil Ketua Umum PP PERSIS Prof. Atip Latifulhayat, Ketua Bidang Dakwah Drs. KH. Uus M Ruhyat, dan Ketua Bidang Tarbiyah Dr. Tiar Anwar Bachtiar.
Prof. Atip Latifulhayat adalah mantan Ketua PP Pemuda PERSIS pada tahun 1995-2000, ada pula Drs. KH. Uus M Ruhyat pada tahun 2000-2005, dan Dr. KH. Jeje Zaenudin pada tahun 2005-2010, terakhir Dr. Tiar Anwar Bachtiar pada tahun 2010-2015.
Menyikapi keempat nama yang masuk dalam jajaran tasykil tersebut, Wakil Ketua Umum PP PERSIS Prof. Atip Latifulhayat mengatakan regenerasi dan kaderisasi di Persatuan Islam berhasil.
“Persatuan Islam adalah satu entitas yang dibentuk dalam jamiyyah (organisasi - red), makanya saat ini usianya bertahan sampai seratus tahun. Berbeda jika dibentuk dengan yayasan yang dirintis dan sangat identik dengan seseorang,” kata Prof. Atif kepada persis.or.id, Senin (10/10/2022)
Persatuan Islam adalah jamiyyah yang tujuan dan khitahnya bukan milik seseorang.
"Kaderisasi harus berjalan. Tidak boleh berputar-putar di situ saja," tambahnya.
Menurutnya, PERSIS senantiasa terjaga eksistensinya karena dipertahankan sebagai jamiyyah dan kaderisasi sebagai penopangnya. Kader-kader tumbuh di setiap sudut kelembagaan yang ada di Persatuan Islam.
Ia pun mengutip obrolannya dengan KH. Latief Muchtar (Allahu yarham) dahulu, beliau mengatakan seharusnya yang mempunyai banyak perguruan tinggi adalah PERSIS.
"Karena PERSIS dari awal sudah mendeklarasikan sebagai jamiyyah yang bergerak dalam bidang pemikiran. Ia menilai PERSIS agak terlambat, seharusnya PERSIS lebih di depan," ungkap Prof. Atif.
Ia pun menegaskan, pemikiran tidak mungkin dihasilkan di lembaga menengah, tetapi seharusnya di pendidikan tinggi. Bersyukur saat ini kader-kader PERSIS sudah tersebar, baik kader dari perguruan tinggi maupun kader dari pendidikan menengah.
Prof. Atip menyatakan, saat ini mesti membuat skala prioritas, pendidikan tinggi hanya sebagai medium, bukan untuk menghasilkan sarjana, lebih tepatnya untuk memproduksi pemikiran-pemikiran.
"Pendidikan tinggi harus menjadi skala prioritas", tambahnya.
Untuk mengejar ketertinggalan, ia mendorong PERSIS harus berbuat luar biasa atau lebih kepada keunggulan.
Contohnya, lanjut Prof. Atip, saat ini STAIPI Bandung berencana akan membuat pendidikan pascasarjana. Harusnya pasca yang unggul, seperti pasca dengan dua bahasa, sebab belum ada pascasarjana yang menggunakan dua bahasa.
Universitas Persatuan Islam (UNIPI) harus menjadi universitas yang unggul yang berbeda degan universitas lainnya.
Terakhir, Prof. Atip berpesan, ke depannya Persatuan Islam harus berbasis pada keunggulan.
[]
(HL/TG)