Tidak diberhentikannya Ahok sebagai Gubernur DKI adalah kekeliruan besar yang akan mencederai demokrasi di Indonesia. Dalam mewujudkan pemilukada yang jujur, sehat dan kompetitif tentu harus menyesuaikan dengan aturan-aturan main yang semestinya di gunakan.
Keterlibatan Pemerintah pusat serta perangkat lainnya menjadi keniscayaan untuk bersama-sama dalam mewujudkan kesuksesan pemilihan gubernur.
Dalam menjalankan amanah konstitusi dan undang undang segala yg bertentangan dengannya maka itu merupakan hal yang harus dihindari. Basuki Tcjahaya Purnama diakhir masa cutinya akhir2 ini semakin ramai dibicarakan.
Karena posisinya hingga akhir ini ditetapkan dan diaktifkan sebagai gubernur kembali. Sesuai dengan nomor Registrasi Perkara 1537/PidB/2016/PNJakut atas nama Ir. Basuki Tcjahaya Purnama yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang telah menyatakan Ahok sebagai "terdakwa", seharusnya sudah menjadi bukti bagi Presiden Jokowi untuk mengeluarkan keputusan Pemberhentian Sementara Ahok dari jabatannya.
Sementara berdasarkan UU 23/2014 pasal 83 disebutkan bahwa kepala daerah yang menyandang predikat terdakwa dengan ancaman 5 tahun harus diberhentikan sementara.
Maka Ahok sudah semestinya dinonaktifkan. Hal ini sudah sangat jelas. Dan tidak perlu ada tafsiran-tafsiran lain. Hal ini sangat aneh jika keterlibatan pemerintah / Presiden tidak ambil tegas untuk menon aktifkan.
Jika demikian adanya maka hal itu jelas telah mencederai nilai demokrasi. Dan tentu sikap arogansi demikian dipertanyakan, ada apa dengan Presiden Jokowi ?
Hal ini diperparah ketika Mendagri bersikap tidak jelas dan memberikan statmen wajar untuk di aktifkan yang justri memperparah keadaan. Hingga berpotensi konflik yang menguras tenaga.
Sementara pada kasus-kasus sebelumnya yang sejenis, mantan Gubernur Banten dan Sumatera pasca keluar surat Register Perkara yang menyatakan kedua Gubernur sebagai terdakwa, Presiden Jokowi dengan segera mengeluarkan Surat Pemberhentian Sementara.
Hal ini tidak adil jika kemudian Ahok saat ini malah diangkat kembali untuk diaktifkan menjadi Gubernur. Tindakan ini sama dengan tindakn diskriminatif pelanggaran Undang-Undang dengan tidak memberlakukan kebijakan yang sama.
Maka "Dengan demikian tidak ada alasan dan tidak dapat dibenarkan sama sekali jika Ahok kembali menjabat sebagai Gubernur pasca cuti kampanye yang akan berakhir tanggal 11 Februari 2017 yang akan datang,"
Berdasarkan urain diatas maka PW HIMA PERSIS DKI Jakarta bersikap:
1. Mendesak Presiden Jokowi agar bersikap tegas dalam kasus pengangkatan kembali Ahok sebagai Gubernur. Karna sudah selayaknya Preside mengeluarkan Surat Pemberhentian Sementara untuk Ahok. Jika tidak demikian maka Presiden telah jelas dan terang-terangan tidak menjalankan amanah undang-undang
2. Mendesak agar DPR RI menggunakan hak angket terkait pelanggaran UU Pemerintahan Daerah dan UU Pemilihan Kepala Daerah.
Jakarta, 13 Februari 2017
PW HIMA PERSIS DKI JAKARTA
Zein Abdurahim