Hukuman ('Iqab) Dalam Pendidikan.

oleh Reporter

13 Agustus 2019 | 03:36

HUKUMAN (‘IQAB) DALAM PENDIDIKAN
Oleh: Deni Solehudin 

A.     PENDAHULUAN
Diskursus mengenai apakah perlu anak dihukum atas kesalahan dan kelalaiannya atau tidak perlu dihukum telah menjadi trend perdebadan antara pakar pendidikan. Kecenderungan-kecenderungan pendidikan modern sekarang memandang tabu hukuman itu, memandang tidak layak disebut-sebut bahkan dikaitkan pula dengan pelanggaran HAM dan masuk kategori kekerasan.

Karena itu, menurut Ahmad Tafsir, mengapa orang tidak mengambil teori yang lebih positif? Bukankah Allah selalu mengampuni orang yang bersalah apabila dia bertaubat pada-Nya? Allah juga lebih mendahlukan kasih-Nya dan membelakangi murka-Nya. Dalam Qs. Ali Imran: 134 Allah memuji orang yang sanggup menahan marah dan suka memberi maaf. Dan dalam satu hadist, nabi Muhammad saw. mengajarkan bahwa Allah menyenangi kelembutan dalam semua persoalan (HR. Bukhari).[1] 

Namun dalam tataran kenyataan, kita akan mendapati anak yang melakukan pelanggaran, kemudian diperlakukan dengan lembut tetapi masih juga membandel dan tetap melakukan pelanggaran-pelanggaran? 

Secara psikologis, sebagaimana diungkapkan Mohammad Asrori, manusia diciptakan secara unik, berbeda satu sama lain, setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Asrori menyebutkan tujuh perbedaan karakteristik individu diantaranya perbedaan karakteristik individual pada nilai, moral dan sikap. Misalnya, ada anak yang bersikap taat pada norma, tetapi ada yang begitu mudah dan enak saja melanggar norma; ada anak yang perilakunya bermoral tinggi, tetapi ada yang perilakunya tak bermoral dan tak senonoh; dan ada anak yang penuh sopan santun, tetapi ada yang perilaku maupun tutur bahasanya seenaknya sendiri saja.[2]  

Dalam hal ini Muhammad Quthb mengemukakan : “bila teladan tidak mampu, dan begitun juga nasihat, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman.”[3] 

Meskipun bermacam-macam jenis hukuman, tetapi manusia berbeda-beda dalam tingkatan penerimaan dampaknya. Sebagian menerima dengan hanya dikritik, atau ditegur keras, atau merasakan ketidak ridhaan dari gurunya, tetapi sebagian mereka tidak dapat merespon kecuali dengan penderitaan badan yang menimpanya seperti hukuman pukul. Ini menjadi indikator pentingnya mengenal macam-macam hukuman yang tidak terbatas pada hukuman badaniah tetapi bermacam-macam tingkatan, dan masing-masing merupakan konsekuensi dan akibat sesuai dengan perbedaan karakter masing-masing individu peserta didik.[4]

Dengan demikian kita bisa menyepakati bahwa kesalahan yang dilakukan oleh murid terkadang pantas mendapat hukuman. Namun jenis hukuman itulah yang seharusnya disesuaikan dengan lingkungan sekolah sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran, bukan penghakiman.

Berangkat dari pemaparan di atas, makalah ini akan mengulas tentang pengertian hukuman, dasar, tujuan, macam, syarat, dan tahapan-tahapannya.

B.       PEMBAHASAN

1.         Pengertian

Menurut teori belajar (learning theory) yang banyak dianut oleh para behaviorist, hukuman disebut dengan punishment lawannya adalah reward (pemberian hadiah).  Dalam buku “Kamus Lengkap Psikologi, punishment diartikan dengan : 1. penderitaan atau siksaan rasa sakit, atau rasa tidak senang pada seorang subjek, karena kegagalan dalam menyesuaikan diri terhadap serangkaian perbuatan yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam satu percobaan; 2. satu perangsang dengan valensi negatif, atau satu perangsang yang mampu menimbulkan kesakitan atau ketidaksenangan; 3. pembebanan satu periode pengurungan atau penahanan pada seorang pelanggar yang sah.[5]

Dalam buku-buku teori pendidikan Islam, kata untuk istilah hukuman adalah dengan lafal “iqab”. Pengertian ‘Iqab  adalah menghukum seseorang dari (kesalahan) yang ia perbuat secara setimpal. Kata bendanya adalah al’uqubah.[6]

Hukuman diartikan sebagai salah satu tehnik yang diberikan bagi mereka yang melanggar dan harus mengandung makna edukatif, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mdzakkir.[7]

Sedangkan M. Arifin telah memberi pengertian hukuman yang edukatif adalah:

“Pemberi rasa nestapa pada diri anak akibat dari kelalaian perbuatan atau tingkah laku yang tak sesuai dengan tata nilai yang diberlakukan dalam lingkungan hidupnya.”[8]

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu cara atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau pendidik kepada seseorang yang menimbulkan dampak yang tidak baik (penderitaan atau perasaan tidak enak) terhadap anak didiknya berupa denda atau sanksi yang ditimbulkan oleh tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan agar anak didik menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya dan tidak mengulanginya lagi serta menjadikan anak itu baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Terdapat perbedaan antara tarhib (ancaman) dengan ‘iqab (hukuman). Tarhib terjadi sebelum atau setelah kejadian perkara dengan tujuan menakut-nakuti agar seseorang tidak terjerumus dalam kesalahan atau mengulang kesalahannya, dan ini merupakan dari segi maknawi, sedangkan iqab terjadi setelah menyalahi apa yang diingatkan, maka ‘iqab terjadi sebenarnya pada orang yang pantas menerimanya.[9]

Photo: Santriwati PPI 69 Matraman Kramat Asem sedang LDK

 

 

Reporter: Reporter Editor: admin