عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”
(HR. Bukhari dan Muslim) [Sahih Bukhari, no. 6018, 6019, 6136, 6475 dan Shahih Muslim, no. 47]
Manusia adalah mahluk sosial, ia pasti akan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini, Islam mengatur adab memperlakkukan orang lain terutama tetangga dan tamu.
Prinsip pertama adalah menjaga lisan, mengatur perkataan, agar tidak berdampak negatif, sebab tidak jarang permasalahan besar terjadi karena ucapan yang salah. Karena itu berbicaralah yang baik atau diam.
Prinsip kedua adalah menghormati tetangga, tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita, yang sama-sama menghadapi permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar.
Islam sangat mengingatkan kita agar baik dengan tetangga, sebab hubungan yang jelek dengan tetangga akan berdampak pada ketidak nyamanan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hadits lain sampai Nabi SAW mengatakan,
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril tidak henti-hentinya mengingatkan padaku untuk berbuat baik pada tetangga, sampai-sampai aku menyangka bahwa Jibril hendak menjadikannya sebagai ahli waris.” (HR. Bukhari, no. 6015 dan Muslim, no. 2624)
Dan prinsip ketiga adalah memuliakan tamu.
Wassalam,
Penulis: KH. Dr. Haris Muslim, Lc. (Sekretaris Umum PP PERSIS)
