Jalani Shaum Ramadhan Perdana di Negri Turki, Seperti ini Penuturan Lulu dan Rizki Mahasiswa Erciyes asal PPI 69 Kramat Asem.

oleh Reporter

26 Mei 2018 | 08:16

Turki - persis.or.id. Lulu Khaulah Shaumya Lukman dan Rizki Khairunnisa merupakan lulusan Pesantren Persatuan Islam 69 Kramat Asem Jakarta Timur angkatan 2016.

Dua sahabat sejak masih duduk dibangku Aliyah ini tembus beasiswa kuliah di Universitas Erciyes Kayseri Turki.

Keduanya sudah 11 bulan tinggal di Negeri yang terkenal dengan Kebabnya itu.

Lulu dan Kiki (panggilan sehariannya Rizki) sekarang tinggal di apartemen, bersama dengan mahasiswa lainnya dari berbagai penjuru dunia yang tidak jauh dari kampusnya.

Saat ini mereka sedang sekolah bahasa Turki, karena kuliah di Erciyes University diwajibkan memakai bahasa Turki.

Shaum Ramadhan 1439 H merupakan shaum pertama kali bagi kedua Mahasiswa Persis itu di negeri Kebab dan juga Ied yang kedua, karena Ied Adha 1438 H yang lalu mereka baru saja 1 minggu tinggal di Kayseri Turki.

Lulu dan Kiki menceritakan pengalaman mereka disana.

"Pengalaman shaum pertama bagi kami adalah sangat sulit dan terberat karena harus shaum 18 jam dengan suhu yang panas sekitar 27derajat , cuma cuaca disini lebih kering apalagi beberapa bulan yang lalu adalah musim salju dan suhu disini sangat berbeda dengan suhu di Indonesia", ungkap Lulu via WhatsApp, Sabtu (26/05/2018).

Lulu menceritakan, Subuh disana jam 03:24 dan magribnya jam 20:00 Waktu Turki.

Jam 21.37 mereka harus sudah sholat Isya dan taraweh selesai sekitar jam 23.00 dan jam 01.30 nya mereka sudah harus persiapan makan sahur.

"Sungguh waktunya sangat singkat sekali dan ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi kami", Lulu menuturkan.

Kegiatan Ramadhan disana mereka isi sama seperti dengan ramadhan di Indonesia, seperti dengan kegiatan buka bersama, ada kegiatan One Day One Juz, setiap minggu ada setoran hafalan Quran.

"Itu juga yang terberat bagi kami, karena kami harus belajar dengan serius karena kami sedang melaksanakan tes sekolah bahasa terakhir dan kami harus lulus", ungkapnya.

Hal yang lebih terasa berat bagi mereka adalah saat Ramadhan dijalani jauh dari orang tua, keluarga dan teman-teman dan belum bisa membayangkan bagaimana rasanya nanti berlebaran Ied Fitri jauh dari orangtua dan sanak keluarga.

"Rindu ini tidak bisa dipungkiri hanya bisa menangis saja", kenang Lulu.

"Beruntungnya kami tinggal dengan teman-teman yang semuanya jauh dari orang tua dan keluarga yang rasa kekeluargaanya sangat tinggi dan alhamdulillahnya ibu-ibu disini sangatlah baik apalagi kepada mahasiswa dari Indonesia", Lulu menambahkan.

Ibu-ibu disana suka mengirim makanan kepada mahasiswa perantau, tidak hanya di bulan Ramadhan, di luar bulan Ramadhan pun mereka suka berbagi makanan apa saja.

"Mereka bilang sangat suka dengan mahasiswa asal Indonesia, mahaisiwa Indonesia ramah tamah dan murah senyum", Lulu mengutarakan ucapan para ibu-iibu Turki.

"Rasanya beda, biasanya buka sama keluarga disini buka puasa sama temen-temen dan sahur sama temen-temen juga", ujar Lulu yang baru saja diamanahi sebagai sekretaris di Perhimpunan Pelajar Indonseia (PPI) Universitas Erciyes Kayseri Turki.

Selain rindu keluarga, rindu juga dengan masakan khas Indonesia.

"Biasanya kami berbuka dengan kolek, gorengan dan masakan Indonesia lainnya, tapi kali ini kami harus berbuka dengan masakan khas Turki yang rasa bumbunya jauh brbea dengan rasa bumbu masakan Indonesia", terang Lulu.

Disana menu buka shaum, menurut Lulu, dibagi menjadi beberapa bagian. Untuk buka shaum ada 3 step makanan untuk buka makanan pembuka, makanan berat, makanan penutup. 

Dibuka dengan sop khas Turki atau yang biasa makanan untuk sarapan ala Turkey.

Terkait budaya membagikan tajil untuk buka shaum, Lulu menilai, sama seperti di Indonesia dan juga membangunkan makan sahur tidak jauh beda dengan di Indonesia, tetapi tidak seramai di Indonesia.

"Itu karena tempat tinggal kami dikelilingi apartemen", imbuhnya.

Ia berharap, semoga jihad yang tengah dijalani di negeri yang jauh dari orang tua dan keluarga itu, membuahkan hasil yang bermanfaat untuk saya dan bangsa dan keluarga, karena kami tidak akan mensia-siakan kesempatan emas ini", ungkap Lulu.

"Terima kasih untuk orangtua dan keluarga yang sudah mendukung langkah kami ini serta juga semua jasa para guru-guru kami sejak SD, Tsanawiyah dan Aliyah", ujarnya.

Lulu pun mengucapkan rasa terimakasih tak terhingga untuk para asatidz/zah Pesantren Persatuan Islam 69 Karamat Asem Jakarta Timur.

"Kami ucapkan doa jazaakallahu khoirin katsiron", pungkasnya. (HL/TG)

Reporter: Reporter Editor: admin