Oleh; Nizar A. Saputra
(Ketua Umum Hima Persis)
Salah satu aspek ajaran Islam yang sangat penting dalam mewujudkan misi Islam sebagai rahmatan lilalamin adalah jihad dalam pengertian yang seluas-luasnya. Karenanya, konsepsi jihad yang direduksi dan disempitkan maknanya akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan ajaran Islam sebagai rahmatan lilalamin.
Selama ini, seperti yang terjadi di mayoritas ummat Islam, konsepsi jihad difahami dalam arti yang formalistis (Fikih). Jihad hanya difahami sebagai sebuah doktrin perang fisik melawan musuh dalam mempertahankan agama dan negara. Jihad diartikan melulu sebagai al-Qital. Pemahaman tersebut tentunya tidak salah. Namun, menjadi kurang tepat. Kekurang tepatan tersebut mengakibatkan kurang efektifnya konsepsi jihad dalam kehidupan nyata. Jihad hanya menjadi doktrin yang menjaga agama, namun tidak memberi solusi bagi problematika hidup ummat.
Menurut Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam bukunya “Fiqhul Jihad”, kata jihad mempunyai makna yang lebih luas daripada kata peperangan (al-qital). Bagi Qaradhawi, jihad merupakan pengerahan usaha dan kemampuan di jalan Allah dengan nyawa, harta, pikiran, lisan, pasukan, dan lain sebagainya. Dengan mengutip pendapat Ibnu Taimiyah Qaradhawi memberikan isyarat bahwa jihad mencakup aktivitas hati berupa niat dan keteguhan, aktivitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktivitas akal berupa pemikiran dan ide, serta aktivitas tubuh berupa perang dan lain sebagainya. Pengertian jihad seperti inilah, menurutnya, yang lebih tepat karena mencakup seluruh jenis jihad yang diterangkan al-Qur’an dan Sunnah. Dari definisi jihad yang dikemukakan tersebut, Qaradhawi membagi jenis jihad menjadi empat: Jihad Militer: Jihad Perlawanan dan Jihad Penyerangan, Jihad Spiritual, Jihad Dakwah, Jihad Sipil (al-Jihad al-Madani). Jihad sipil ini mencakup Jihad Ilmu, Jihad Sosial, Jihad intelektual, Jihad Ekonomi, Jihad Pengajaran, Jihad Kesehatan, dan jihad lainnya.
Pemaparan Qaradhawi di atas sangat beralasan. Jika merujuk kepada beberapa keterangan hadits yang menggunakan kata jihad, memang tidak selamanya dalam pengertian al-Qital (perang). Misalnya, Nabi pernah menyatakan bahwa “Jihad yang paling utama adalah mengemukakan kebenaran di depan penguasa dzalim (Tirmidzi). Amar ma’ruf nahi munkar dalam hadits terebut dikategorikan sebagai salah satu jihad, bahkan nabi menyebutnya sebagai jihad yang utama (afdhal al-Jihad). Dan seperti yang dijelaskan dalam berbagai ayat al-Quran dan hadits, amar ma’ruf nahi munkar tidak harus dengan al-Qital (perang), namun bisa dilakukan dengan berbagai cara, asalkan dengan ma’ruf.
Jihad Sosial dan Intelektual
Seperti dijelaskan di awal, konsepsi Jihad jangan hanya menjadi doktrin yang menjaga agama saja, namun tidak memberi solusi bagi problematika hidup ummat. Gerakan jihad harus terasa dalam kehidupan nyata. Diantara jenis jihad yang akan sangat berpengaruh dan terasa dalam kehidupan nyata, memberi solusi bagi problematika hidup ummat adalah jihad sosial dan jihad intelektual. Jihad sosial disini dimaksudkan sebagai upaya bersama sekuat tenaga, secerdas dan searif daya nalar dan semampu dana untuk berjuang mengatasi dan memberi solusi yang tepat terhadap berbagai masalah sosial. Sedangkan jihad intelektual adalah upaya sekuat tenaga untuk merumuskan ide, gagasan dan pemikiran yang cerdas, efektif untuk kemashlahatan manusia. Semua aktivitas akal berupa pemikiran, ide dan gagasan cemerlang untuk mencerdaskan ummat merupakan jihad intelektual. Dua aktivitas jihad ini dipandang sangat perlu, mengingat kondisi sosial dan keilmuan ummat yang sangat memprihatinkan.
Saat ini ummat sedang mengalami berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, keterlantaran, kebodohan, ancaman disintegrasi, krisis akhlak, narkoba, korupsi, kriminalitas, ketidakadilan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan hukum. Karenanya, dibutuhkan upaya yang serius untuk mengatasi berbagai masalah sosial tersebut. Disinilah jihad sosial diperlukan dan harus dilakukan. Sasaran utama jihad sosial adalah penyelesaian berbagai persoalan tersebut, meskipun tidak seratus persen tuntas. Mengentaskan kemiskinan dan keterlantaran, menghilangkan kebodohan, pemberantasan narkoba dan korupsi, mencegah disintegrasi dan penyelesaian masalah sosial lainnya adalah tugas mulia. Semua aktivitas tersebut bisa menjadi jihad, asalkan dalam rangka fi sabilillah. Mengentaskan kemiskinan adalah jihad. Memberdayakan kaum mustadafin juga jihad.
Pemberantasan korupsi adalah jihad. Semua aktivitas sosial itu merupakan jihad asalkan dengan keteguhan dan niat yang ikhlas fi sabilillah.
Namun demikian, yang harus diperhatikan adalah upaya penyelesaian berbagai masalah sosial itu, tentunya membutuhkan ide dan gagasan yang luar biasa dan sungguh-sungguh agar bisa efektif penyelesaiannya.
Tanpa ide dan gagasan yang kuat dan sungguh-sungguh, nampaknya upaya penyelesaian berbagai masalah sosial tersebut akan kecil keberhasilannya. Kerja cerdas dibutuhkan disamping kerja keras. Karenanya, jihad sosial sangat erat kaitannya dengan jihad intelektual. Semuanya berkesinambungan. Jihad intelektual dibutuhkan dalam upaya pengentasan masalah-masalah sosial. Bahkan dalam prosesnya, diharapkan jihad sosial akan melahirkan gerakan jihad intelektual.
Begitu juga sebaliknya, jihad intelektual melahirkan gerakan jihad sosial. Gerakan jihad sosial dan jihad intelektual akan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap kebangkitan ummat.
Dua aktivitas itu (jihad sosial dan intelektual) menjadi cikal bakal keberhasilan ummat Islam di masa lalu dalam membangun dan menciptakan peradaban yang kuat dan unggul. Bahkan itu telah dimulai sejak zaman Nabi saw.
Ketika Nabi tiba di madinah, nabi membuat sebuah kebijakan yang menjadi cikal bakal terbentuknya peradaban Islam yang menguasai dunia selama hampir delapan abad. Seperti dipaparkan Prof. M. A’zami dalam bukunya, The History of The Qur'anic Text From Revelation to Compilation, begitu sampai di Madinah, Nabi Muhammad membuat Suffa di dalam masjid untuk para mustadafin, yang berfungsi sebagai tempat belajar pemberantasan buta huruf, dengan menyediakan makanan, dan tempat tinggal.
Dalam kitab Musnad Ahmad, disebutkan lebih kurang sembilan ratus sahabat menerima tawaran tersebut. Beberapa utusan yang berasal dari luar daerah diberikan pada orang setempat (Madinah) untuk diberi perlindungan bukan saja di bidang pangan dan penginapan, melainkan juga dalam hal pendidikan. Nabi memerintahkan para sahabat yang berkecukupan untuk menjamin makanan yang baik, tempat tinggal yang pantas bagi para ahl al-Suffah.
Dari pemaparan Prof. M. A’zami diatas, dapat disimpulkan bahwa sejak dari awal, Nabi telah menggalakkan gerakan jihad sosial.
Sejak dari awal, Nabi melakukan upaya sekuat tenaga, secerdas dan searif daya nalar dan semampu dana untuk berjuang mengatasi dan memberi solusi yang tepat terhadap berbagai masalah sosial di zamannya. Nabi memberantas kebodohan (jahiliyah) dan kemiskinan. Nabi menyuruh para sahabat muhajirin dan anshor yang berkecukupan untuk menyediakan tempat, menjamin pasokan makanan untuk para ahl al-Suffah agar pembelajaran dan pendidikan mereka berjalan lancar. Dalam konteks sekarang, upaya nabi tersebut bisa disebut sebagai langkah pendidikan gratis dan beasiswa bagi yang tidak mampu secara ekonomi.
Bagaimana hasil dari kebijakan gerakan jihad sosial Nabi terhadap kehidupan ummat sesudahnya? Dalam waktu yang cepat, kebijakan Nabi tersebut sangat signifikan dan melahirkan orang-orang yang cerdas. Abu Hurairah menjadi pewaris Nabi yang banyak menghafal hadits. Zaid bin Sabit menjadi ahli bahasa yang handal. Begitu juga para sahabat-sahabat lainnya.
Gerakan jihad sosial yang digalakan Nabi telah berhasil mengangkat derajat sosial ahl al-Suffah yang tadinya tidak mampu secara ekonomi. Mereka menjadi disegani karena keilmuannya. Kehidupan mereka menjadi terjamin. Di sisi lain, alumni ahl al-Suffah memberi bimbingan, nasihat dan ilmu kepada ummat, termasuk kepada orang-orang yang telah memberi fasilitas pendidikan kepada mereka.
Gerakan jihad sosial Nabi pada saat itu telah melahirkan para pewaris na
bi (ulama), kaum intelektual yang menjadi pencerah ummat. Dari kaum intelektual itu muncul gagasan, ide dan pemikiran cemerlang yang membimbing dan mencerahkan ummat hingga sekarang.
Kaum intelektual yang dihasilkan dari kebijakan jihad sosial Nabi telah berhasil mencerdaskan ummat. Dan dalam perkembangannya, gerakan jihad sosial dan intelektual menjadi cikal bakal terbentuknya ummat Islam yang mempunyai peradaban yang tinggi, kuat dan disegani.
Sudah saatnya, gerakan jihad sosial dan intelektual digalakan untuk membangun kembali peradaban Islam yang kuat dan disegani seluruh dunia. Jihad sosial dan intelektual sebagai gerakan menuju kebangkitan ummat.
Wallohu A’lam....