Jakarta - persis.or.id, Ketua Dewan Syuro Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Mahladi, menyayangkan pemblokiran sejumlah media Islam oleh Kemkominfo. Pemblokiran tersebut, dikatakan Mahladi, tanpa menjelaskan konten apa dari media-media tersebut yang dikategorikan negatif.
“Saya menjadi ingat pemblokiran jilid pertama, selalu saja kita dituding mempublikasikan konten-konten negatif terutama terkait keislaman tanpa kami tahu konten apa sih yang negatif itu,” terangnya dalam audiensi di ruang Ali Murtopo, Kemkominfo, Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Ia menilai, kasus pemblokiran media Islam akan terus terulang jika Kominfo tidak pernah menjelaskan secara detail kategori konten negatif yang dimaksud.
“Kalau kami diminta untuk menghindari konten-konten negatif tanpa kami tahu konten negatifnya itu seperti apa, saya kira ini bukanlah solusi untuk kedepannya. Kami insya Allah akan memenuhi jika itu jelas,” ujarnya.
Namun ia sepakat jika memang ada hal-hal yang harus diperbaiki dan dievaluasi dengan syarat komunikasi kedua belah pihak terjalin dengan baik.
Lebih jauh Mahladi menjelaskan, peran ulama akan sangat penting untuk membantu tugas Kominfo dalam mengkategorikan konten-konten negatif pada media-media Islam
“Karena kami ini media Islam maka keterlibatan ulama itu sangat penting. Karena itu apapun nanti kata ulama akan kami turuti, tapi memang untuk menjembatani itu belum ada,” kata dia.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Ditjen Aptika, Samuel A. Pangerapan mengatakan, media-media yang diblokir tersebut telah melanggar Undang-undang khususnya UU ITE terkait berita bohong.
“Kontennya ini melanggar Undang-undang, banyak sekali yang dilanggar saya sendiri gak hafal undang-undangnya apa, yang saya hafal undang-undangnya itu terkait berita bohong. Undang-undang ITE kita tahu, tapi undang-undang situs radikal kita gak tahu,” katanya.
Namun Sammy, sapaan Samuel, tidak menjelaskan secara terperinci undang-undang mana yang dilanggar oleh media-media bersangkutan. Oleh sebab itu, lanjut dia, Dewan Pers perlu mensosialisasikan kategori situs yang layak diblokir.
“Mengenai konten-kontennya, saya juga harus belajar juga apa aja sih dalam undang-undang ini yang gak boleh,” ungkapnya. (Ally/INA)