Madinah, persis.or.id - Perjalanan dalam rangkaian ibadah Umroh Ramadan tanggal 5 hingga 13 Maret 2025 bersama Travel Haji Khusus dan Umroh milik jamiyyah Persatuan Islam (PERSIS), PT. Karya Imtaq Bandung, tentu saja tidak hanya menunaikan ibadah umrah di Masjidil Haram tetapi juga dilengkapi dengan perjalanan ke Kota Thaif lalu ke masjid Nabawi di Madinah.
Pembimbing ibadah umroh Ramadan 1446 H, Prof. Dadan Wildan menjelaskan, pada Ahad sore, 9 Maret 2025, 31 jemaah umroh meninggalkan kota Makkah menuju Madinah.
PT. Karya Imtaq, travel penyelenggara ibadah haji khusus dan umrah yang telah berpengalaman lebih dari 30 tahun, memberikan pelayanan terbaik untuk para jemaahnya. Mengingat bulan suci Ramadan, perjalanan dari Mekkah ke Madinah, lebih tepat menggunakan kereta cepat.
Ia menambahkan, dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, PT Karya Imtaq memfasilitasi Jemaah dengan menggunakan kereta cepat Haramain atau Haramain High Speed Railway.
“Hal ini karena jarak dari Makkah ke Madinah via Jeddah sejauh 450 km, hanya ditempuh dalam waktu 2,5 jam saja. Jauh lebih cepat jika menggunakan bis yang dapat menghabiskan waktu 6 hingga 7 jam,” kata Prof Dadan, dari Masjid Nabawi, Madinah, Senin (10/3/2025) Waktu Arab Saudi (WAS)
Selama di Madinah, Prof Dadan yang telah memiliki pengalaman hampir 22 kali umroh bersama PT. Karya imtaq menerangkan, kami merasakan sensasi luar biasa saat berbuka dan Tarawih di Mesjid Nabawi. Suasana di Mesjid Nabawi agak berbeda dengan di Masjidil Haram. Suasana begitu tertib dan teratur.
Ia menggambarkan kondisi jelang azan Magrib di Masjid Nabawi.
“Menjelang maghrib, kaum muslimin berbondong-bondong menuju Mesjid Nabawi. Di dalam dan di halaman mesjid, sudah bersiap ribuan jamaah untuk berbuka shaum. Nampak sebagian orang membagi-bagikan makanan dan sebagian lagi dengan sangat ramah menyambut kedatangan para jamaah,” ujarnya.
Sebagian besar jemaah sudah duduk tertib menghadap sajian yang terhampar di plastik panjang yang diisi dengan sajian khas tanah haram; kurma, segelas air, susu, dan roti. Sajian berbuka di masjid Nabawi lebih beragam dan lebih banyak dibandingkan di Masjidil Haram.
Ketika adzan maghrib berkumandang, jemaah dengan tertib mencicipi hidangan yang tersaji. Usai berbuka dan shalat maghrib di Masjid Nabawi, ia kembali ke hotel untuk berbuka makanan berat.
“Menjelang azan Isya berkumandang, saya bergegas kembali ke masjid Nabawi yang jaraknya hanya sepenggalan. Rove Hotel yang disiapkan travel PT. Karya Imtaq begitu dekat dengan masjid, sehingga memudahkan jamaah untuk beribadah di Masjid Nabawi,” sebut Prof. Dadan.
Prosesi tarawih di Masjid Nabawi, lanjutnya, hampir sama dengan di Masjidilharam. Tarawih berlangsung 13 rakaat. Hanya saja, di masjidilharam ditutup dengan shalat witir tiga rakaat, sementara di masjid Nabawi, satu rakaat. Jadi, enam kali salam setiap dua rakaat atau 12 rakaat ditambah satu rakaat witir yang ditutup dengan doa qunut panjang.
“Doa qunut, ternyata tidak setiap tarawih dipanjatkan. Malam selasa ini, tanpa doa qunut. Sementara malam sebelumnya, ada doa qunut. Tarawih tetap berlangsung lebih dari satu jam,” ungkap dia.
Surat surat yang dibaca pada saat tarawih, juga panjang-panjang. Namun, karena dibacakan dengan lantunan suara imam masjid Nabawi yang merdu, suasana masjid Nabawi yang hening, serta kekhusuan shalat tarawih, bacaan imam tidak terasa lama.
“Di bulan suci Ramadan, Madinah memberi kesan yang mendalam bagi jemaah. Kedamaian, keramahan, dan ketenangan selalu membuat rindu untuk kembali ke tanah suci. Di akhir shalat tarawih, kami panjatkan doa, undang kami dan saudara saudara kami untuk kembali berkunjung ke tanah suci-Mu, aamiin,” tutup Prof Dadan yang juga Sekretaris Majelis Penasihat PP PERSIS.
BACA JUGA:Umroh Bersama Karya Imtaq, Majelis Penasihat PERSIS Prof Dadan Wildan Rasakan Nikmatnya Berjemaah dan Berjamiyyah