Jakarta - persis.or.id, Islam menjadikan keluarga sebagai tumpuan yang utama dan pertama dalam mempersiapkan adab dan peradaban generasi penerus, sehingga mewantikan agar menjaga ketahanan keluarga dari api neraka. keluarga dalam Islam terbentuk atas akad dalam perkawinan sehingga keluarga memiliki perjanjian ikatan yg kuat (mitsalan ghalizhan). Akad yang kuat ini merupakan grand desain tujuan berkeluarga muslim adalah untuk mencapai ketaqwaan kepadaNya.
Suami istri dan anak-anak dalam keluarga berharap dapat memelihara kehormatan diri, memelihara kelangsungan hidup dan keturunan yang sehat, membangun kehidupan yang dipenuhi kasih sayang, dan bisa saling membantu untuk melakukan kemaslahatan bersama. Impian keluarga muslim bukan sekedar untuk mendapatkan bahagia atau cinta, karena ketika tidak ditemukan bahagia atau cintanya hilang berganti dengan konflik, maka impian mendapat keluarga yang bahagia menjadi tidak tercapai dan kehidupan berkeluarga dianggap pantas untuk dibubarkan.
Keluarga Indonersia saat ini menghadapi turbelensi permasalahan yang sangat besar. Dalam kondisi rendahnya kemampuan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya gizi dan tingkat kesehatan, seringnya terjadi bencana alam yang melanda keluarga Indonesia, diperlemah lagi dengan munculnya berbagai nilai pemikiran baru. Free sex, materialisme, feminisme, liberalisme, dan faham lainnya terus mengancam tatanan keluarga yang berdampak pada maraknya kejadian perkosaan, perjinahan, LGBT, pornografi, kekeringan spiritual, narkoba, hingga pola hidup hedonis serba instan dan budaya khayalan klenik. Perubahan pemikiran dan gerakan globalisasi tsb memunculkan kenakalan anak dan kenakalan orang tua yang membuat keluarga tidak menjadi tempat berlindung dan mendapatkan kasih sayang, bahkan dirasa sengsara dan tidak aman.
Keluarga yang memiliki tujuan berbasis ibadah, memiliki fondasi yang kuat menjadi keluarga yang tangguh dan mampu menghadapi konflik. Dengan demikian ketahanan keluarga adalah konsep dalam menjaga kehidupan rumah tangga dari nilai-nilai liberalisasi dan sekuler yang dapat mengancam eksistensi keluarga tersebut dalam mengamalkan nilai-nilai yang islami.
Keluarga merupakan tempat menanamkan edukasi peradaban dan adab nilai2 kebaikan. Interaksi anggota dalam keluarga berjalan sangat intens, terdapat hubungan geneologis, dan ikatan bonding yang kuat diantara anggotanya, maka proses pemberian edukasi nilai2 kebaikan dalam keluarga akan menjadi lebih kuat dibanding dalam institusi pendidikan dan masyarakat. Itu sebabnya baiknya suatu keluarga menjadi fondasi kehidupan bangsa dan masyarakat yang kuat. Artinya keluarga menjadi fondasi bagi pendidikan dan pelanjut nilai pribadi dan masyarakat. Pendidikan yang paling utama adalah pendidikan yang dilakukan sejak dini. Suami dan istri sama-sama belajar untuk membangun karakter keluarga yang akan diterapkan bersama anak-ana. Karakter keluarga tersebut ditanamkan pada anak sejak anak dalam usia dini. Dengan demikian sebesar apapun pengaruh yg timbul dari pemikiran nilai2 baru entah itu liberalisme, paganisme, sekulerisme, atheis, materialisme, hedonisme, dll, maka keluarga dapat tetap bertahan.
Kebaikan sebagai perilaku utuh semua anggota keluarga
Keluarga merupakan agen of change dan agen of tranformation suatu adab dan peradaban. Fondasi akad nilai2 kebaikan dalam perkawinan memberi penguatan pada anggota keluarga untuk mengisi dimensi2 kebaikan. Istri, suami dan anak harus menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dengan penuh keikhlasan. Masing masing tidak dapat menuntut hak pada yang lain sampai anggota keluarga memberikan hak mereka terhadap Allah mewujudkan tujuan berkeluarga. Suami istri yang mengucap janji perkawinan pada Allah, sehingga mereka punya kewajiban memenuhi amanah tersebut karena menyadari Allah akan meminta pertanggungjawaban.
Allah tidak mewajibkan terbentuk keluarga yang bergelimang harta, berdasar saling cinta atau terpandang di masyarakat. Allah mewajibkan menyelamatkan keluarga dari api neraka. Jangan berharap semua akan terwujud jika anggota keluarga tidak bersungguh sungguh dalam mewujudkan kebaikan keluarga. Seorang ayah dan suami memahami fungsi dan tugasnya. Begitu pula seorang ibu dan istri juga harus memahami tugas dan fungsinya dengan baik. Sebagai seorang anak, ia dididik wajib berbakti kepada kedua orangtuanya. Betapapun kondisinya. Jika semuanya menyadari untuk saling menghadirkan manfaat, maka terciptalah kehidupan keluarga yang didambakan.
Kebaikan tersebut juga harus terwujud secara holistik dalam semua dimensi yakni : knowing the good (dimensi pengetahuan), feeling the good (dimensi emosi) dan acting the good (dimensi tindakan perilaku). Kebaikan harus didasari kesadaran pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan kebaikan. Kebaikan juga bukan sekedar tampil untuk mampu berdebat tentang logika kebenaran, namun juga tertanam dalam keyakinan kuat, bangga, serta menghargai akan nilai kebaikan yang diyakininya, bahkan bersedia mengorbankan jiwa demi tegaknya kebaikan tersebut. Dimensi yang tidak kalah penting adalah kebaikan itu harus diamalkan dalam perilaku sehari-hari, bukan hanya didiskusikan dan dibanggakan.
Banyak keluarga yang faham tentang kebaikan namun tidak terealisasi dalam keshalehan sosial (behavior) dan tidak memiliki keyakinan dan kebanggan, bahkan malu serta cari aman saat berbenturan dengan nilai-nilai yang bertentangan (tidak memiliki desire the good). Sebaliknya banyak mereka yang begitu bangga dan memilki ghirah tinggi (good the feeling) namun terhempas dalam taklid sehingga terjadi tindakan fundamentalis yang sering menimbulkan disharmoni dengan warga lain karena minimnya knowing the good.
Masalah selanjutnya yang akan muncul jika satu sama lain tak menghadirkan kebermanfaatan, adalah potensi keretakan rumah tangga dan internal keluarga. Suami tak bermanfaat untuk istri dan anaknya. Istri tak bermanfaat bagi suami dan anak-anaknya. Atau, ayah ibu tak bermanfaat bagi anak-anaknya. Ukurannya bukan harta, tetapi substansi manfaat anggota keluarga tersebut sesuai fungsinya masing-masing
Ketahanan keluarga yg perlu dimiliki dalam keluarga Indonesia adalah:
1. Ketahanan komitmen terhadap nilai2 spiritual: bagaimana agama menjadi basis dalam mengurus interaksi keluarga.
2. Ketahan kesehatan: bagaimana kemampuan fisik dan psikis anggota keluarga menjadi kekuatan melaksanan tindakan kebaikan (act the good). Gizi yang baik menjadi modal bagi kesehatan tubuh yang berdampak pada kemampuan berpikir dan bertindak.
3. Ketahanan ekonomi: kemampuan keluarga memilki kemandirian ekonomi untuk mencukupi kebetuhannya sendiri, tidak bergantung pada orang lain bahkan menjadi golongan yang bisa berbagi pada orang lain.
4. Ketahanan kelekatan emosi: keluarga memiliki ikatan bonding yang kuat untuk saling mencintai dan menjaga sehingga selalu punya energi penuh cinta untuk mencintai orang lain ditengah masyarakat yang eksklusif dan tidak peduli lingkungan sosial. Pastikan para anggota keluarga dapat saling memberikan kebutuhan emosional.
5. Ketahanan kehangatan komunikasi: memiliki kemampuan saling berinteraksi yg hangat dan positif ditengah kesibukan dan maraknya penggunaan gadget dalam komunikasi keluarga. Kesepian, tidak adanya komunikasi, jika pun ada komunikasi, yang terjadi adalah saling berteriak dan mengucapkan kebencian, adalah wajah buruk komunikasi keluarga Indonesia saat ini.
6. Ketahanan politik dan hukum: aturan keluarga tidak lepas dari aturan negara dan kepentingan politik. Undang-undang tentang kekerasan keluarga,undang2 pidana perjinahan, undang2 tenaga kerja dll dalam hukum sangat mempengaruhi ketahanan kelurga. Arah kebijakan hukum dan politik yang tdk berpihak pd penguatan keluarga sesuai dengan falsafaf bangsa Indosesia berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa, akan mengancam fondasi keluarga Indonesia. Sudah waktunya pemerintah melakukan arah pembangunan berbasis ketahana keluarga
7. Ketahanan pendidikan. Perlu ada arah kebijakan pendidikan yang dapat meningkatkan tingkat dan mutu pendidikan bangsa. Penguatan karakter bangsa yang menjunjung tinggi nilai2 agama menjadi fondasi pendidikan dalam membangun kepintaran otak dan olah raga masyarakat. Pendidikan yang tinggi memberi peluang kemajuan yang lebih baik bagi keutuhan keluarga dan bangsa karena dimiliki sumber daya manusia yang terdidik.
Agenda Ketahanan Keluarga Persisitri
PP Persistri menjadikan ketahanan keluarga sebagai fokus program jihad. Visi Persistri adalah terciptanya masyarakat perempuan yang berpegang teguh pada syariat Islam berlandaskan Al Quran dan As Sunnah. Visi ini akan dapat terwujud tentunya dalam bingkai keluarga karena anggota Persistri adalah kelompok perempuan yang mayoritas telah berkeluarga disamping mereka yang tengah menyiapkan untuk berkeluarga.
Persistri sebagai ormas Islam perempuan muslim memiliki peran strategis dan tanggung jawab berpartisipasi aktif mewujudkan tatanan keluarga Indonesia yang lebih baik. Untuk mewujudkannya, penting dimiliki panduan membangun ketahanan keluarga anggota Persistri khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Diharapkan panduan tersebut menjadi arahan dan agenda kerja pemberdayaan masyarakat menghadapi tantangan dinamika perubahan keluarga Indonesia saat ini.
Untuk mendapatkan formulasi pembangunan ketahanan keluarga tersebut perlu adanya kajian dan konsolidasi kerjasama dengan fihak lain baik pemerintah, lembaga pendidikan tinggi, ormas, LSM atau pribadi. Orasi Ilmiah dan ajakan konsolidasi Prof dr. Ir. Euis Sunarti, MSI dalam orasinya di GIGA (Gerakan Kebaikan Keluarga Indonesia) Indonesia menjadi salah satu pertemuan penting bagi pelaksanaan agenda ketahanan keluarga tersebut. Insya Allah. (/Sekum PP Persistri, Dr Taty Setiaty)