[Arsip - 19/20/21]
Bandung, persis.or.id - Fenomena maraknya Pinjaman Online (Pinjol) yang bahkan penagihannya begitu meresahkan, kembali mendapat komentar dari Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS). Kali ini dari Ketua Bidang Garapan Ekonomi Dr. Latief Awaludin, ME.
Dirinya menyampaikan bahwa hal ini harus segera mendapat tindakan tegas. Selain itu, semua pihak harus terlibat untuk menertibkan karena masyarakat secara umumlah yang menjadi korban.
"Kalau dibiarkan, hal Ini tentunya bisa menjadi sebuah fenomena pembiaran. Dan untuk menindakan injol ini harus lewat jalur-jalur kekuasaan," terangnya kepada persis.or.id, Senin (18/10/2021).
Kemudian, kata dia, pinjol yang memiliki bunga tinggi serta penagihan yang tidak manusawi ini juga akan memberi efek pada psikis masyarakat, seperti meningkatnya tindak kriminal bahkan kasus bunuh diri.
Oleh karena itu, Dr. Latief menyampaikan bahwa salah satu solusi adalah pemberian edukasi kepada masyarakat bahwa pinjol ilegal dan bunga tinggi itu pilihan buruk.
Secara hukum agama, kata dia, pinjol termasuk kepada riba yang merupakan dosa besar, dan orang yang terlilit riba hidupnya tidak akan berkah.
"Oleh karena itu, semua pihak harus kerja sama untuk mengedukasi masyarakat. Baik ormas, ulama, pendakwah, pemerintah, maupun RT dan RW juga harus berperan menyosialisasikan bahwa pinjol itu banyak madharatnya daripada manfaatnya," terangnya.
Selain itu, jika memang betul-betul membutuhkan pinaman uang, sebaiknya meminjam kepada yang legal, jangan yang ilegal.
"Kalau ilegal akan berdampak buruk, terutama pada perlindungan terhadap konsumen," kata dia.
Solusi dari pemerintah juga begitu dinanti oleh masyarakat. Misalnya, pemerintah aktif membuat aturan penertiban.
"Mereka hadir itu karena tidak ditindak. Apalagi jika perbuatan mereka sudah berlebihan, seperti bunga yang tinggi," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan untuk segera memperkuat keuangan mikro seperti KUR, dan pinjaman-pinjaman legal yang memudahkan untuk masyarakat.
"OJK harus memperhatikan mana fintech yang ilegal (dan legal). Dan ini bisa dengan kelembagaan, (misalnya) ada BMT, ada koperasi syariah, pegadaian, bank BPRS, dan sebagainya," harapnya.
(ASN/FAR)