Bandung - persis.or.id, Banjir Bima masih belum surut, sejak hari Rabu lalu (21/12/2016). Banjir susulan masih terus mengepung kota Bima.
Kota Bima kini seperti kota mati, kota seribu pesantren, kota para penghafal Al-Quran. Kesultanan Islam itu lumpuh total, Berhari-hari Listrik padam, sinyal jaringan komunikasi terputus, akses jembatan penghubung dimana-mana terputus, bandara pun ditutup.
"Ratusan ribu saudara muslim kita disana terzalimi oleh sorak-sorak bahagia kita, terzalimi oleh cuek nya kita, terzalimi oleh kejahilan kita yg tdk mau tau saudara Muslim kita di sana", tulis Prasetyo dalam statusnya.
Aktivitas lumpuh total, ribuan rumah rusak parah. "Ribuan saudara kita di sana masih bertahan di lantai 2 rumah, lantai 2 masjid, lantai 2 sekolah, perkantoran, sisanya bertahan di tenda-tenda di perbukitan", tambahnya.
Berhari-hari ribuan orang di sana kehabisan bahan makanan, tidak tidur, mereka kedinginan, dan mulai sakit-sakitan.
Prasetyo mempertanyakan mengapa berita banjir Bima tak ramai di Media. "Apakah harus berganti tema berita menjadi Kesultanan Bima Berniat Makar? hingga semua media nasional kembali ramai datang ke Bima", kesalnya.
Dahulu bung Karno sampai datang berulang kali menghadap Sultan Bima H.M. Salahuddin, membujuk agar kesultanan Bima bergabung dengan NKRI. Padahal sebelum gabung dengan NKRI, Bima sudah sangat makmur bersama kesultanan lainnya di seluruh dunia, bukan sebatas Nusantara tapi bahkan lintas negara.
Sebelum bergabung dengan NKRI kesultanan Bima dikenal memiliki Armada Angkatan Laut yg sangat kuat dan ditakuti oleh Belanda.
Bima merupkan negara Islam yang Belanda gagal menguasainya selama ratusan tahun lamanya. Hingga akhirnya Ratu Belanda hanya bisa membuka kerja sama dagang saja dengan Sultan Bima.
Bima dulunya Negara Islam dengan hukum Islam yang menjadi budaya dan tradisi yang kuat, jauh sebelum bergabung dengan NKRI.
#Ini bukan persoalan sepele, musibah #BanjirBima jangan dianggap canda atau selingan berita di media-media di Jakarta.
#jangan anggap remeh kekecewaan mereka saudara kita di sana.
"Aleppo yang jauh pun bisa dibantu, apalagi kesultanan Bima yang masih dalam wilayah NKRI", terang Prasetyo.
Tim Rumah Zakat yang saat ini terjun, membutuhkan tim pengawalan untuk pembagian bantuan karena beberapa kali terjadi penjarahan ketika bantuan dibagikan.
"Kondisi masyarakat sekarang memang sangat butuh makanan dan pakaian ganti yang layak tadi saya liat ada anak kecil belum ganti baju. Sudah 3 hari tidak ganti", pungkas Prasetyo. (HL/TG)