Selasa (17 Oktober 2017) adalah hari yang besejarah untuk organisasi terbesar ketiga di Indonesia, setelah Presiden RI Ir. H. Joko Widodo berkunjung ke PP PERSIS Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 Bandung dalam rangka kunjungan kerja.
Disebut hari bersejarah karena kali pertama Presiden RI sejak Republik ini merdeka bersilaturahim ke kantor PP PERSIS.
Tak urung kunjungan tersebut menimbulkan spekulasi terutama dilihat dari dua sisi. Pertama dari sisi Presiden sebagai kepala negara dengan segala kewenangannya untuk mengunjungi apa pun bentuk elemen masyarakat yang ada di negeri ini. Kedua, sikap PP PERSIS dengan kesediaannya menerima permintaan kunjungan kerja tersebut.
Tulisan ini mengurai kedua sisi tersebut dalam dua perspektif yakni Tafsir Komunikasi Politik Jokowi dan Tafsir Komunikasi Dakwah PERSIS.
Tafsir Komunikasi Politik
Walaupun kehadirannya merupakan rangkaian kunjungan kerja setelah di dua tempat sebelumnya; Semarang dan Pesantrean Darul Arqam Muhammadiyah Garut, namun arti penting kunjungan kerja ke PERSIS berbeda dengan kedua tempat tersebut.
Untuk kunjungan ke Muhammadiyah atau mungkin ke ormas lain seperti NU dengan sikap politiknya yang akomodatif; menerima atau meminta kunjungan kerja pejabat negara bahkan presiden, merupakan bagian dari ciri gerakan organisasinnya.
Sementara kunjungan kerja atau silaturahmi ke PP PERSIS sebagai organisasi yang dikenal sikap kritisnya, merupakan agenda khusus dari pihak kepresidenan.
Maka, tafsir komunikasi politik yang dapat diurai dalam tulisan ini, seakan presiden ingin mengatakan; kami ini dekat dengan ormas Islam termasuk ormas Islam PERSIS yang tidak mendukungnya sekalipun.
Ini dapat dibaca dari pernyataannya secara blak-blakan menepis tuduhan bahwa dirinya merupakan bagian dari partai terlarang di bumi Indonesia ini. Dan ini bermakna bahwa ia ingin pula menunjukkan dirinya sebagai bagian dari umat Islam, layak memimpin negeri yang mayoritas penduduknya muslim, dan hiden agenda politiknya mungkin masih berkepentingan untuk periode berikutnya.
Boleh juga tafsir komunikasi politik yang dapat dijelaskan adalah karena euforia politik daerah seperti Pilkada Gubernur DKI yang dengan kemenangan Anies Baswedan-Sandiago Uno dianggap representasi kemenangan umat Islam di negeri ini, karenanya Presiden Jokowi merasa berkepentingan merapat ke seluruh ormas Islam sedari dini termasuk PERSIS yang dianggap berseberangan dengan kepentingan politiknya.
Terlepas dari kedua tafsir komunikasi politik yang didramakan Presiden Jokowi, hal yang pasti bahwa beliau hadir bukan dalam kafasitas pribadi, melainkan sebagai presiden (jabatan politik) yang tidak dapat dihindari adanya bias dan kepentingan politik.
Tafsir Komunikasi Dakwah
Kesediaan PP PERSIS menerima kunjungan kerja dari Presiden Jokowi dapat dilihat dengan multi perspektif.
Pertama, secara normatif menerima kunjungan kerja merupakan bagian dari silaturahim yang itu merupakan keharusan dan akhlak umat Islam. Itu diperagakan oleh PP PERSIS di bawah kepemimpinan KH Aceng Zakaria dengan khasnya yang santun untuk berkolaborasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak dalam membangun umat.
Bagi Ustadz Aceng Zakaria secara bernas menyampaikan bahwa silaturahim ini merupakan proses ta’aruf antara penguasa dengan umat untuk saling mengenal dan memahami peran masing-masing.
Kedua, sebagai bagian dari komponen bangsa, PERSIS yang lahir sejak awal abad ke-20 telah memainkan peranan yang signifikan di tengah percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, menerima kunjungan kerja Presiden Jokowi adalah bentuk respon dan sikap dalam berbangsa dan bernegara dimaksud dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Ketiga, silaturahim merupakan ruang komunikasi yang di sana terjadi proses saling memberikan informasi, menyampaikan pesan-pesan makruf, dan membangun kesepahaman untuk menyelesaikan isu-isu kontemporer terutama yang menyangkut pentingnya keberpihakan terhadap umat Islam.
Karena itu, ruang komunikasi yang dibangun pada intinya adalah melakukan revitalisasi pemikiran dan gerakan dakwah PERSIS di tengah percaturan negeri ini.
Dengan demikian disepakati bahwa silaturahim ini diharapkan dapat merubah paradigma umat yang serba politis menjadi lebih berorientasi gerakan kultural dalam membangun umat yang serba ketinggalan.
Dengan silaturahim ini pula, sekat dan prasangka yang mungkin ada di kedua belah pihak dapat diurai melalui ruang komunikasi. Dan itu dapat dilihat dari kesan Presiden Jokowi yang memandang PERSIS semata-mata gerakan dakwah dengan karakternya yang khas dalam membangun umat, jauh dari stigma yang memojokkan PERSIS yang selama ini mungkin dikesani oleh banyak pihak.
Bagi PERSIS dengan segala kemandiriannya, kehadiran Presiden Jokowi membuka tabir perlunya dibangun komunikasi dalam sama-sama membangun negeri ini. Wallhualam.
***
Oleh:
Dr. Nurmawan
Ketua Bid-Gar Komunikasi Dakwah dan Kemasjidan PP PERSIS,
Ketua STAI PERSIS Bandung