Bnadung - persis.or.id, Film adalah salah satu media efektif dalam menyampaikan pesan, dan hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu media dakwah kekinian di zaman yang serba canggih seperti saat ini.
Kata media berasal dari bahasa latin, median yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara etimologi berarti alat perantara. Wilbur Schram mendefenisikan, bahwa media sebagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran. Secara khusus yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat-alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film, video, kaset, slide dan sebagainya.
Hamzah Ya’cub menguatkan, bahwa media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitet dakwah. Sementara itu, Wardi Bachtiar menjelaskan, bahwa media dakwah merupakan perantara yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima materi dakwah. Media yang dimaksud bisa jadi televisi, video, kaset, rekaman, majalah, dan surat kabar. Dan yang lainnya mengatakan, termasuk film.
Trailer Film "The Santri" yang ramai diperbincangkan orang di manapun, terutama di media sosial sehingga viral dan menuai kontroversi, juga sebagai iklan gratis sebelum ditayangkan secara keseluruhan.
Dalam film tersebut terdapat beberapa adegan yang tidak sesuai dengan kultur pesantren yang sesungguhnya, misalnya rombongan santri yang berjalan bersama berdekatan, lalu saling pandang, bahkan berduaan (berkhalwat) di dalam hutan, padahal dalam kehidupan nyatanya tidaklah demikian, karena hampir semua tempat mondok santriwan dan santriwati letaknya berjauhan juga dalam pengawasan para ustadz atau kyai.
Dalam hal ini, pembuat film ingin mengangkat citra santri milenial dan kekinian, yang siap menghadapi tantangan zaman, tapi mengabaikan ciri khas atau karakter santri itu sendiri yang menjunjung tinggi akhlaq dan moral islami yang sesungguhnya.
Kontroversi lain yang terus dikritisi adalah adegan dua orang santriwati yang masuk rumah ibadah sambil membawa hantaran dan menyerahkannya kepada pemuka agama di hadapan para jama'at.
Dalam hal ini penulis skenario atau bahkan sang pembuat film ingin menyampaikan pesan toleransi antar umat beragama versi mereka pada para penikmat film.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sikap toleransi diterjemahkan sebagai sikap menenggang (menghargai, membiarkan, atau membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan lain sebagainya) yang berbeda dengan pendirian kita sendiri. Kita memberikan toleransi terhadap agama lain, berarti kita membiarkan penganut agama lain untuk menjalankan aktivitas agama mereka.
Islam Agama yang paling menjunjung tinggi toleransi, dan ini terbukti dengan firman Allah :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَم يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Mumtahah ayat 8).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah berpendapat tentang makna toleransi dalam ayat tersebut yaitu terkait hal berhubungan dengan sesama manusia atau hubungan sosial (hablu min nas) dan bukan dalam hal agama. Toleransi dalam makna agama Islam ada batasnya dan tidak boleh kebablasan terhadap orang-orang non Muslim atau orang-orang yang beragama lain selain Islam. Karena jika sudah urusan agama, kita harus lebih mengenal batasan-batasan dalam toleransi itu sendiri.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata; “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqaha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khattsb radhiyallahu ‘anhu, ia berkata;
لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”
Umar berkata,
اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.
Saran saya pada para pembuat film dakwah, haruslah memegang beberapa prinsip dasar:
1. Mengembalikan niat dan tujuan awal, bahwa dakwah harus dengan cara benar, bilhikmah, dan mau'idzah hasanah, bukan malah mengaburkan juga mencampuradukkan antara haq dengan bathil.
2. Mendahulukan etika dan estetika, bukan hanya bisnis semata.
3. Membuat tontonan yang jadi tuntunan bagi semua bangsa, bukan hanya rame dan ditonton banyak orang.
Bila tidak, maka bangsa ini akan hancur karena pemahaman agamanya dicampuradukkan.
Oleh : Imas Karyamah, M.Pd.
Dosen STAI Persis Bandung dan Kabidgar Pengembangan Dakwah PW Persistri Jawa Barat