Peradaban, Said Quttb Vs Malek Bennabi

oleh Reporter

19 Juli 2016 | 12:55

Prof. Dr. Hamid  Bin Ahmad Al-Rifaie* Tahun 1971, di Universitas King Abdel Aziz di Jeddah mengundang  pemikir dan philosof, Malek Bennabi (1905-1973) dalam seminar yang berjudul peradaban. Berkenaan dengan peradaban, penulis memiki pandangan berbeda dengan Malek Bennabi dan juga pemikir muslim lainnya seperti Sayyid Qutub. Namun sebelumnya kita kupas sekilas pandangan  Malek Bennabi yang merupakan seorang insinyur spesialis mesin listrik tidak jauh berbeda dengan yang ditekuni saya. Walaupun demikian  Malek Bennabi memikiki perhatian terhadap budaya dan peradaban seperti perhatian saya sebagai dosen kimia terhadap budaya dan peradaban. Pandangan Malek Bennabi tentang peradaban berbeda dengan pandangan penulis dan Sayyid Qutb (1906-1966). Definisi peradaban menurut Sayyid Qutb: الاسلام هو الحضارة  -Islam adalah Peradaban-, tampaknya pernyataan ini sangat khusus bahwa Islam adalah satu-satunya pemilik peradaban. Padahal  peradaban adalah hasil karya semua manusia. Memang betul Islam berperan-serta dalam membangun peradaban yang indah dan bermoral. Namun umat lain selain muslimpun berperan-serta dalam pembangunan peradaban. Pandangan Malek Bennabi sangat berbeda sekali dengan pandangan Sayid Qutb, karena menurut Bennabi peradaban :  كل جهد بشري هو الحضارة و الحضارة سواء  -semua upaya manusia adalah peradaban dan peradaban adalah sama- termasuk di dalamnya budaya. Saya sebagai dosen kimia menulis berbeda dengan pandangan dua pemikir diatas karena  (hitrogen+oksigen=air) dan air merupakan sumber kehidupan maka kebudayaanpun adalah kehidupan. Rumusan kimia: (manusia+bumi+panas=peradaban). Pandangan Malek Bennabi berbeda seratus dengan Sayyid Qutb, bahwa semua bangsa Barat adalah non-muslim, kafir. Bukan sekedar kafir tetapi semua upaya peradaban umat lain tidak dianggap, alhasil  upaya peradaban bukan sumbangsih dari muslim saja. Pandangan itu sangat bahaya sekali, karena seharusnya kita tidak membatasi peradaban dan budaya manusiawi yang dibuat oleh satu kelompok tertentu. Walaupun kita berbangga dan memulyakan agama kita, tetapi kita adalah bagian dari manusia, bagian dari alam semesta dan juga bagian dari risalah pembentukan peradaban. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw, : عن أبي سعيد الخدري، رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مثلي ومثل النبيين من قبلي كمثل رجل بنى دارا فأتمها إلا لَبنَة واحدة، فجئت أنا فأتممت تلك اللبنة”.   Artinya : ‘dari Abu Sa’id Al Khudry ra, Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw,:”Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku, bagaikan seorang laki-laki membangun rumah, maka ia merampungkannya kecuali satu bata. Maka aku datang, lalu aku sempurnakan bata tersebut”. Melalui hadist ini dapat dipahami bahwa para Nabi berestapet dan saling berbahu untuk membangun peradaban, bahkan Rasulullah menyipati dirinya sebagai اللبنة. /seorang yang membangun, Sabda Rasulullah saw, : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق Artinya : “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan kemulian akhlak.“ Rasulullah saw, sebagai pelanjut estapet perjalanan peradaban dari para Nabi sebelumnya  adalah penyempurna kemulian akhlak. Jadi diutusnya Nabi tidak bertujuan untuk menghancurkan atau menapikan nilai dan norma bangsa lain. Pendapat Sayyid Qutb merupakan klaim sepihak, juga Malek Bennabi mengatakan bahwa peradaban adalah sama. Tetapi penulis punya padangan lain, peradaban tidaklah sama karena setiap peradaban memiliki keistimewan baik prakteknya maupun budayanya. Setiap peradaban terdapat budaya dan keistimewaan etika, jadi antar peradaban terdapat interaksi baik segi budaya, norma ahlak dan penyempurnaan untuk kemakmuran bumi. Dengan kata lain, peradaban adalah rentetan benteng besar  berupa kimia, fisika, teknik, kedokteran, geologi dan semua upaya kemakmuran bumi dan lain-lain. Tidak ada seorang yang memonopoli rentetan benteng peradaban besar tersebut. Dalam perjalanan peradaban terdapat norma-norma dan nilainya, terkadang peradaban berhasil dan lainnya gagal. Dalam seminar itu, penulis menyamapikan pandangan berbeda dengan pandangan Malek Bennabi dan tampak dia keberatan dengan sanggahan penulis itu. Penulis contohkan : hitrogen+oksigen=menghasilkan air dan air merupakan sumber kehidupan maka kebudayaan adalah untuk kehidupan. Rumusan ini memerlukan studi ulang karena hitrogen memiliki unsur dan oksigen juga punya unsur. Apabila unsur yang dicampurkan lain maka menjadi air lain, unsur hitrogen dan oksigen akan menghasilkan heavy warter/ air berat yang tidak boleh diminum, tetapi bermanfaat untuk produksi. Apabila unsur lain berubah maka  akan menghasilkan air lain atau air oksigen, maka perubahan air dapat berubah nama dan fungsinya tergantung unsur yang dicampurkannya. Air tidaklah satu dan peradabanpun tidak satu  karena manusia beragam dan keberagaman itu tergantung kepada budayanya, sesuai dengan pemikiran dan perasaan  yang membentuk manusia. Berbagai unsur dalam manusia itu mencerminkan perilaku, baik perilaku itu positif ataupun negatif, maka peradaban tidaklah sama ditinjau dari perilaku terhadap nilai-nilai dan budaya. Tetapi antar peradaban terdapat kesamaan dintinjau dari segi pengelolaan materi. Setelah paparan penulis diatas, peserta seminar di aula Universitas King Abdel Aziz terbagi kepada dua pandangan, kelompok yang mendukung pandangan penulis dan kelompok yang mendukung pandangan Said Qutb dan Malek Bennabi. Yang perlu dicatat bahwa Malek Bennabi setelah beberapa tahun merevisi pandangan peradabannya, bahkan lebih pandangan dia memiliki arti yang mendalam daripada pandangan penulis, yaitu : الحضارة لا بد أن تصنف حسب وضيفتها وحسب أدائها... فالحضارة واحدة من حثيث أعطاء مادي و لكن تتنوع من حيث أدائها  أخلاقي و أدائها ثقافي. Artinya:‘Peradaban hendaknya diperuntukkan sesuai dengan fungsi dan dan pelaksanaanya… maka peradaban adalah satu apabila ditinjau dari segi pemberian manfaat secara materi, namun peradaban beragam apabila ditinjau dari segi norma dan perilaku budaya’. Sejak seminar itu,  penulis mulai memperhatikan masalah peradaban khususnya yang dinamakan penulis dengan ‘Kimia Peradaban’ dan telah menulis lebih dari 75 buku semuanya berkenaan dengan perspektif pemikiran, kebudayaan dan khususnya mengenai peradaban. Selain itu, penulis juga sudah melakukan  110 riset yang berpusat kepada  3 masalah : pemikiran,  falsafah dan peradaban. Saat ini penulis sedang berusaha dalam program ansanah ma’rifah / memanusiawikan pengetahuan, memanusiawikan pemikiran karena kita harus keluar dari putaran pengkelompokan/sektarian,  pemecahan wilayah, bangsa dan jenis sehingga keluar dari perspektif insani sebenarnya. Selain itu, sejak ramadhan 1434H lalu  mulai meyebarkan risalah ringkas berkenaan dengan permasalahan pemikiran manusia, budaya dan peradaban dengan mengedepankan nilai-nilai dan norma-norma manusiawi. Dalam satu jilid buku terdapat 60 surat yang nanti nya berbentuk ensiklopedia dalam memahami strategi pemikiran manusia. Kita adalah sebaik-baiknya umat, kita tidak menolak ayat ini bahkan kita bangga dengan pensipatan tersebut, tetapi berbeda dalam memahami makna خير أمة/sebaik-baik umat. Terdapat kesalahan dalam memahami  kata ini, kita adalah sebaiknya umat, namun   ada umat lain juga memiliki kebaikan. Adanya persaingan atau perlombaan antar sesama umat bukanlah sesuatu yang aib sebgaimana dalam karya penulis yang berjudul:  ‘Partner Not Guardians’. Kita adalah berparner dan bekerjasama dengan umat lain dalam segala kebaikan. Kita sebaiknya umat karena memiliki nilai-nilai kemanusia -dakwah- karena Tuhan telah memuliakan umat ini.  Juga umat lain memiliki kebaikan karena mereka pengikut para Nabi juga memiliki kelebihan, Allah swt, berfirman : {...  ولا تبخسوا الناس أشياءهم ولا تعثوا في الأرض مفسدين} Artinya : ‘…dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan’ (QS. 11 : 85). Al-Quran juga mengatakan yang artinya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu'. (QS.22 :17) Untuk mengakhiri tulisan ini penerjemah akan mengutip pandangan philosof Aljazair terkemuka, Malek Binnabi dalam rangka memperbaiki peradaban umat Islam. Menurut pandangan nya, problematika peradaban umat tidak dapat diselesaikan apabila pemikirannya tidak berkembang dalam memahami peristiwa dan tantangan insani yang dihadapi. Tuturnya : فلا يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها Maknanya : ‘Maka tidak dapat diperbaiki akhir umat ini kecuali yang pertama kali dia yang pemula memperbaiki’.     *Ia adalah mantan dosen kimia dan pemikir Saudi yang aktif dalam forum dialog antar agama, Presiden International Islamic Forum for Dialogue (IIFD) berpusat di Irlandia, Wakil Ketua Motamar al-Alam al-Islami l The World Muslim Congress (WMC), dan penulis produktif yang telah menerbitkan lebih dari 75 buku dalam bahasa Arab dan Inggris. Diterjemahkan dan disusun ulang oleh Arip Rahman yang tinggal di Rabat-Maroko dari dialog [truncated by WhatsApp]
Reporter: Reporter Editor: admin