Cianjur, persis.or.id - Tim Bina Muallaf Center (BMC) Persatuan Islam melakukan kunjungan ke Cianjur, Senin (29/08/2022). Pada lawatan ini, BMC mengunjungi Kecamatan Ciranjang dan diterima oleh para aktivis dakwah Kabupaten Cianjur.
Sebagaimana direncanakan sebelumnya, BMC Persatuan Islam tiba pukul 10.00 WIB. Rombongan diterima dengan hangat oleh para aktivis dakwah setempat di Ciendog, Ciranjang. Di antara yang hadir adalah Ustaz Surahmat, Sekretaris PD PERSIS Garut; Ustaz Aan Junaedi, Kepala Sekolah Al-Furqan; dan Ustadz Budi Arif, Bidang Sosial PC PERSIS Ciranjang.
Pada kesempatan berharga ini, disampaikan berbagai hal terkait kristenisasi, antisifasi, dan dinamika yang ada.
Kabupaten Cianjur sebagai berpenduduk mayoritas Islam tidak lepas dari serangan kristenisasi. Bahkan, ada yang dilakukan sejak zaman penjajah. Konon, menurut satu sumber, kristenisasi di Ciranjang, Cianjur dimulai pada masa penjajahan Belanda tahun 1903. Bahkan, ada yang menyebut sejak masa Portugis tahun 1707.
Buah dari penyebaran agama ini, kini di Ciranjang tepatnya di Desa Kertajaya, Sindangsari, Sindangjaya, dan Gunungsari terdapat lebih kurang 7.000 umat kristen.
Hal ini secara kuantitas jelas bukan angka yang sedikit. Meskipun umat Islam di daerah tersebut tetap mayoritas, tetapi upaya menyebarkan agama Kristen ke agama lain tetap ada, hingga ekspansi ke daerah-daerah lain.
“Aktivitas di sini berpengaruh ke daerah-daerah lain. Semisal Cililin, Sukabumi, Ciwidey, dan Bogor,” demikian ungkap Ustaz Aan, aktivis Persatuan Islam ini menyampaikan mengenai pengaruh kristenisasi yang cukup masif.
Modus yang cukup efektif mereka lakukan ialah melalui ekonomi dan pernikahan. Dengan diiming-imingi uang, motor, dan mobil, mereka melakukan pemindahan agama. Begitu pula dengan pernikahan, terutama dengan target anak tokoh.
“Pernah ada yang bernama Edon dari sini mau menikah dengan target putra tokoh di Cihampelas Cililin, tetapi dapat kami gagalkan,” ungkap Ustaz Aan.
Berpura-pura atau mengaku-ngaku muslim sering dilakukan para misionaris. Tentu tidak sedikit yang dikelabui. Ketika seorang muslim mengetahui jati diri pasangannya tersebut setelah akad nikah, maka tidak jarang yang meneruskan pernikahan. Namun, bagi yang akidahnya kuat, mereka lebih memilih bercerai.
“Ada wanita dari Jawa yang mencari suaminya ke daerah Palalangon ini. Suami yang dicari tersebut bernama Theo. Wanita tadi mengira Theo adalah muslim. Setelah diketahui bukan muslim, muslimah tadi kembali tanpa terus mencari suaminya tersebut,” jelas Ustaz Aan.
Berbagai upaya dilakukan umat Islam untuk membendung upaya misionaris tersebut, salah satunya yang digagas H. A. Hamdan. Upaya beliau ditemani aktivis PERSIS seperti Ustaz Taryo Junaedi, Ustaz Acun, dan Ustazah Jubaedah dari Cipeuyeum.
Para aktivis ini melihat bahwa pemindahan agama dapat dilawan dengan menciptakan sumber daya manusia yang handal. Dalam hal ini, pola pikir dan keterampilan hidup sangat menunjang.
Tujuan tersebut dapat diwujudkan melalui pendidikan. Untuk itu, para aktivis tadi menggulirkan lembaga pendidikan melalui Yayasan Al-Furqon.
Yayasan Al-Furqon telah mendirikan RA, SMP, dan MA. Buah pendidikan terlihat secara pasti menggeliat. RA Al-Furqon bukan hanya diminati simpatisan PERSIS, melainkan para mualaf sekitar pun menyekolahkan anak-anaknya ke RA Al-Furqon.
Dalam kesempatan ini, tim BMC melakukan dialog cukup intensif. Di samping berdialog, BMC pun melakukan bakti sosial dan perencanaan pembinaan selanjutnya. Kunjungan ini diharapkan dapat memperkuat umat Islam di Ciranjang khususnya, dan Kabupaten Cianjur secara umum.
[]
Kontributor: Gun-Gun dan Yusri
Editor: Dhanyawan