Persiadangan hari kedua dimulai kembali pada hari Kamis, 27 Agustus 2015 pada pukul 8 pagi. Ada sekitar enam masalah tersisa yang belum dibahas. Tiga masalah mengenai wakaf meliputi masalah alih fungsi wakaf, wakaf istri tanpa sepengetahuan suami, dan menggugat tanah wakaf. Satau masalah mengenai umroh, satu mengenai zakat, dan satu lagi mengenai langgam bacaan Al-Quran.
Pembahasan pertama tentang “Alih Fungsi dan Alih Status Wakaf” disampaikan makalahnya oleh K.H. Aceng Zakaria. Pada pesidangan periode-periode sebelumnya Dewan Hisbah telah membahas dan memutuskan bolehnya wakaf tunai yang tentu bentuk dan sifat wakafnya bisa berubah-berubah; akan tetapi status wakafnya tetap. Walaupun sifat dan bentuknya boleh berubah, mengubah status wakafnya sendiri hukumknya haram. Sementara mengenai mengalihfungsikan, asal tidak mengubah nilai asal dan maslahatnya lebih besar diperbolehkan. Bahkan, wakaf yang muwayyad (diberi syarat oleh waqif) boleh juga berubah dari qayyid awal asal ada kesepakatan dengan waqif.
Setelah pembahasan mengenai alih fungsi wakaf, masih seputar tema yang sama, yaitu tentang istri yang mewakafkan harta miliknya tanpa sepengetahuan suami dibahas oleh K.H. Hamid Sidiq, M.Ag. Setelah melalui pembahasan Sidang Dewan Hisbah memutuskan bahwa pada prinsipnya karena harta tersebut milik istrinya, maka hak penggunaan sepenuhnya ada di tangan si istri. Oleh sebab itu, wakaf yang dikelurakannya sah. Istri boleh mewakafkan hartanya tanpa sepengetahuan suami. Akan tetapi, karena ada kewajiban istri untuk taat pada suami dan harus menjaga keharmonisan rumah tangga, meminta izin pada suami lebih baik.
Dalam hal wakaf ini sering juga muncul masalah apakah waqif boleh menggugat wakaf yang telah diberikannya karena tidak sesuai dengan kesepakatan saat wakaf diserahkan kepada nadzir. Mengenai masalah ini makalah disampaikan oleh K.H. Salam Rusyad, anggota Dewan Hisbah yang berasal dari Indonesia Timur. Mengenai hal ini Sidang Dewan Hisbah memutuskan bahwa terdapat dua jenis wakaf, yaitu wakaf yang muthlaq dan muqayyad. Waqaf muthlaq adalah wakaf yang saat diserahkan kepada nazir tidak ditetapkan syarat-syarat tertentu dalam pengelolaannya. Waqif menyerahkan sepenuhnya kepada nazdir. Sementara waqaf muqayyad adalah sebaliknya. Wakaf muthlaq hukumnya haram bila digugat kembali, sementara wakaf muqayyad masih boleh digugat apabila penggunaan wakaf oleh nadzir tidak sesuai dengan kesepakatan.
Selesai pembahasan-pembahasan tentang wakaf, KH Wawan Shafwan Sholehuddin melanjutkan pembahasan tentang “mengulangi ihram dari tan’im karena ragu sah dan tidaknya umrah”. Berdasarkan keterangan dalil yang disampaikan dalam makalah dan pandangan-pandangan dari anggota Dewan Hisbah, maka diputuskan bahwa apabila yang umroh ragu akan keabsahan umrohnya, maka ia wajib mengulangnya lagi. Untuk mengulanginya lagi, miqat yang diambil adalah Tan’im.
Pembahasan cukup alot dan panjang terjadi saat menelaah tema “menginvestasikan dana zakat” yang disampaikan makalahnya oleh K.H. Dr. Jeje Zainudin, M.Ag. Selama ini memang sudah terjadi praktik yang dilakukan oleh beberapa lembaga zakat yang menginvestasikan dana zakat terkumpul pada beberapa jenis usaha. Masalah ini kemudian menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat karena dasarnya zakat ini bersifat santunan, bukan dana untuk investasi. Setelah pembahasan yang cukup alot, akhirnya Sidang Dewan Hisbah memutuskan bahwa dana zakat untuk mustahiq yang sifatnya perorangan haram diinvestasikan; sementara bila mustahiqnya berbentuk lembaga (bukan pororangan), maka dana zakat boleh diinvestasikan oleh lembaga yang bersangkutan.
Pembahasan terakhir yang disampaikan langsung oleh Ketua Umum PP Persatuan Islam, K.H. Prof. Dr. Maman Abdurrahman membahas mengenai membaca Al-Quran tidak menggunakan langgam Arab yang standar seperti pernah terjadi dalam acara Peringatan Isra Mi’raj di Istiqlal beberapa waktu yang lalu yang sempat menimbulkan polemik. Dalam pembahasan yang relatif singkat dan tidak mengundang banyak perdebatan di antara para peserta, Sidang Dewan Hisbah memutuskan bahwa membaca Al-Qur’an dengan berbagai langgam yang mengandung unsur istihza, takalluf dan tasyabbuh dengan ritual agama lain serta melanggar qaidah-qaidah tajwid hukumnya haram.
Dengan berakhirnya pembahasan terakhir ini, Sidang Dewan Hisbah yang juga merupakan acara penyerta utama Muktamar Persis tahun 2015 ini secara resmi ditutup oleh Ketua Umum PP Persis yang sehari sebelumnya baru mengikuti Munas MUI. Semua keputusan Sidang Dewan Hisbah di atas dapat diakses di persis.or.id.
Laporan:
Husna Hisaba Kholid dan Jajang Hidayatullah