Sisi Lain 242, Polri dan Persis Satu Panggung.

oleh Reporter

27 Februari 2018 | 06:30

 Lelaki gemuk berkaos hijau 242 itu menyodorkan sebotol minuman pelepas dahaga, sambil membungkukkan badan, sangat santun, dan tersenyum. Saya tersanjung menerimanya. Terharu. Saya sama sekali tak mengenalnya, dia pun sama. Tetapi, pin Pusat Zakat Umat (PZU) PP Persis yang saya pakai di kaos putih itu boleh  jadi berbicara tentang saya. Wajahnya terlihat letih, tapi dia tak mampu menyembunyikan kebahagian melayani umat. Terus terang saja, sebelumnya saya ingin membeli air dingin es untuk melepas dahaga di tengah  lautan umat yang memadati Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Saya batalkan, karena sebotol minuman yang disodorkannya  tadi jauh akan terasa lebih dingin, lebih  menyejukkan, sampai ke jantung,  karena datang dari tangan yang paling ikhlas. Lelaki berkaos hijau 242 itu tak sepanggung dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, atau sebaris dengan Ketua Umum PP Persis KH Aceng Zakaria.  Tak pula berteriak takbir,  atau menyanyikan mars  242. Dia berada di lingkungan “garis marginal”  dalam kerumunan umat. Tak banyak bicara, apalagi orasi. Dia hanya membagai-bagikan minuman dalam botol untuk yang lewat. Berjasakah dia untuk silaturahmi akbar yang fenomenal itu?  Dia pahlawan “senyap”, lalu pulang  ke rumahnya  -  mungkin naik angkot -  dan tanpa penjemputan atau pengawalan, kecuali disambut sang bidadari di muka pintu rumahnya. Saya melangkah, lalu berpapasan dengan laki-laki dan perempuan berbaju sangat lusuh, tapi dengan wajah yang tampak ceria, dan sorot  matanya yang  terlihat  tajam. Karung yang dibawa mereka penuh dengan botol minuma kosong. Oh,... rupanya mereka berbahagia bakal punya uang, lebih dari hari-hari biasa ketika mereka memungut sampat bekas tuan-tuan kaya. Tahukah mereka  tentang arti filosofis 242, tentang silaturahmi akbar, tentang mereka yang ada di panggung seberang sana? Mereka hanya tahu, hari itu amat banyak botol minuman yang berserakan, yang sudah jadi sampah, tapi bisa dijual untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Silaturahmi  akbar hari Sabtu itu jadi berkah untuk manusia  “ashgar”. Saya duduk bersila,  agak jauh  di seberang   monumen, sambil mendengarkan orasi-orasi.  Kehadiran Kapolri Jenderal Tito sangat dihormati umat Persis, didengar suaranya, disambut tepuk tangan orasinya.  Polri  siap bekerja sama dengan Persis. Bertambahlah  setelah NU dan MU.  Maka,  Monumen Perjuangan Rakyat  Jawa  Barat  jadi saksi bisu tentang  kita : Polri dan Persis satu panggung. Penulis: Dean Al-Gamereau.
Reporter: Reporter Editor: admin