Pengertian Udhiyah
- Menurut Bahasa
Menurut Al Qoaunawy :
"الأضحية: اسمٌ لما يضحَّى بها، أي يذبح، وجمعها الأضاحي"[1].
Al-Udhiyah adalah nama bagi hewan yang disembelih, jamanya adalah Adhohi.
Al-Udhiyah mempunyai 4 bahasa yaitu :
أُضحِية، إِضحِية، ضَحِيَّة، أَضحَاةٌ. قال الفيومي: "والأُضْحِيَّةُ فيها لغات: ضمّ الهمزة في الأكثر، وهي في تقدير أُفْعُولَة، وكسرها إتباعاً لكسرة الحاء والجمع: أَضَاحِيُّ، والثالثة: ضَحِيَّةٌ، والجمع: ضَحَايَا، مثل عَطِيَّة وعَطَاَيا، والرابعة: أَضْحَاةٌ (بفتح الهمزة) والجمع: أَضْحَى".[2]
2. Pengertian Udhiyah menurut istilah :
هي "اسمٌ لما يذبح أو ينحر من النعم تقرباً لله تعالى في أيام النحر"[3]. قال عبد الرحمن بن محمد البغدادي المالكي: "وهي (أي الأضحية) ما يذبح يوم النحر للتصدق به على الفقراء والمساكين، وسميت بذلك؛ لأنها تذبح يوم الأضحى ووقت الضحى"[4].
Udhiyah ialah nama untuk binatang ternak yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah saw. pada hari-hari penyembelihan.
Abdurrahman bin Muhammad Al Baghdady Al Maliky mendefinisikan : Udhiyah ialah apa yang disembelih pada hari penyembelihan untuk dishodaqohkan kepada fakir miskin, dinamai dengan itu karena binatang itu disebut pada hari adha dan waktu dhuha.
Udhiyah disebut juga qurban. Qurban berasal dari akar kata قرب- يقرب- قربا--قربانا yang artinya dekat (munawir :1102). Sedangkan menurut istilah Imam Ar-Roghib Al-Asfahany dalam Mufrodat Alfadzi Al-Qur"an memberikan definisi ialah مايقرب الى الله suatu perkara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. (ar-Roghib : 414). Qurban disebut Nusuk yaitu bahwa qurban itu dibatasi waktu penyembelihannya dan ditentukan hewan yang akan disembelihnya (lihat QS. Al Haj 34).
Pensyariatan Udhiyah
Pensyariatan Udhiyah sebagaimana dikatakan oleh Ibn Qudamah itu berdasar Al-Kitab, As Sunnah, dan Ijma’.[5]
1. Al-Qur’an :
﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾[الكوثر: 2].
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[6] (Al kautsar: 2).
2. Al-Hadits
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ[7], أَقْرَنَيْنِ, وَيُسَمِّي, وَيُكَبِّرُ, وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. وَفِي لَفْظٍ: ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ) مُتَّفَقٌ
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri.
3. Ijma’
وأمّا الإجماع: فقد أجمعت الأمة على مشروعية الأضحية.(13).
Adapun ijma’, para ulama telah sepakat atas disyariatkannya udhiyah.
Hukum Udhiyah
Ahli Fikih telah berbeda pendapat mengenai hukum udhiyah atas 2 pendapat :
- Wajib, ini adalah pendapat Abu Hanifah. As Sarkhosy Al-Hanafy menyatakan :”Menurut Imam Abu Hanifah Udhiyah adalah wajib atas laki-laki dan perempuan, ini adalah pendapat resmi (Abu Hanifah).[8] Pengarang Al-kitab menyatakan : Udhiyah adalah wajib bagi orang merdeka, muslim, mukim, yang mampu pada hari adha untuk dirinya dan anaknya yang masih kecil.[9] Ibnu Rusyd mengatakan : dan diriwayatkan dari Imam Malik sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hanifah.[10]
- Sunnah Muakkadah, ini adalah pendapat Imam Malik, As Syafi’I, dan Imam Ahmad.
Abdul Wahab bin Ali Al Baghdady Al Maliky menyatakan : Udhiyah adalah sunnah muakkadah ditujukan untuk setiap yang mampu kecuali haji di Mina.[11] Ahli Fikih Malikiyah menetapkan bahwa udhiyah adalah sunnah muakadah, di antara yang menetapkan seperti itu adalah Abdurrahman Al Baghdady Al Maliky[12] dan Ibnu Rusyd[13].
As Syarbiny As Syafi’y menyatakan : Bagi kita tadhiyah adalah sunnah muakadah, adapun untuk Rasulullah saw. adalah wajib.[14] Ahli Fikih Syafi’iyah menetapkan bahwa udhiyah adalah sunnah muakadah, di antara yang menepkan hal itu adalah Asy Syafi’i[15], Al Muzany[16], Asyaerazy[17], dan lainnya[18].
Ibnu Qudamah Al Hanbaly menyatakan : Udhiyah adalah sunnah orang yang mampu tidak pantas meninggalkannya, ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu, mereka memandang udhiyah sunnah muakadah bukan wajib[19].
Ahli Fikih Hanabilah menetapkan bahwa udhiyah adalah sunnah muakadah, di antara yang menepkan hal itu adalah Abu An Naja Al Hijawy[20], Ibn dhouyan[21], dan Al Bahuty[22].
Waktu Qurban
Qurban merupakan ibadah ta’abudi yang ditetapkan waktu dan jenis binatang sembelihannya dan cara penyembelihannya. Apabila penyembelihannya bukan pada waktu yang ditentukan maka sembelihannya bukan termasuk ibadah qurban. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
Dari Anas bin malik ia berkata telah ersabda Nabi Saw :”Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat ied maka ia menyembelih untuk sirinya sendiri dan barang siaa yang mnyembelih setelah ahalat ied maka sungguh telah sempurna ibadah qurbannya dan dan sesuai dengan sunnah (cara yang digariskan) untuk umat islam” . (HR. Al-Bukhory dalam kitab al-Adhohii bab Sunnatul Udhiyyah Juz :7 hal : 128)
Selain penyembelihan pada waktu setelah ied dapat juga dilakukan pada ayyamut tasyrik yaitu pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Dari Juber bin muth"im dari Nabi saw bersabda Seluruh hari tasyrik adalah penyembelihan” (HR Ahmad Juz :34 hal : 107)
Jenis dan Shifat Binatang yang dikurbankan
Sepanjang keterangan hadits shahih binatang yang dikurbankan itu adalah kambing, biri-biri, unta dan sapi. Tidak diperkenankan berkurban dengan binatang yang cacat berdasarkan riwayat hadits Abu Daud dan Tirmidzi diantaranya :
-
- yang nyata buta sebelah 6. Yang tidak ada sebagian tanduknya
- yang menderita penyakit 7. Yang terpotong hidungnya
- yang pincang 8. Yang pendek ekornya
- yang kurus 9. Yang rabun matanya
- yang tidak ada sebagian tanduknya
Lihat Bulughul Marom Bab Qurban no. hadits 1376-1378
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيرِ عَشَرَةً
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي الْأَسَدِ السُّلَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ وَأَبِي أَيُّوبَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ الْفَضْلِ بْنِ مُوسَى
Dari Ibnu Abbas ia berkata kami bersama nabi Saw dalam satu perjalanan lalu tiba di hari qurban maka kami berserikat untuk seekor sapi tujuh orang dan untuk seelor unta sepuluh orang. Abu Isa berkata {Imam at-Tirmidzi } mengenai hadits pada bab ini dari Abu Asad as-salami dari bapaknya dan dari kakeknya dan juga dari Abu Ayyub. Abu Isa berkata hadits dari ibnu Abbas haditsnya Hasan Ghorib tidaklah diketahui ( jalur periwayatan ) kecuali hadits dari jalan al-Fadl bin Musa.(HR At-Tirmidzi Juz : 5 hal : 459 )
Pembagian Daging Qurban
Dalam surat al-Haj ayat 36 Alloh telah berfirman :
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
al-Qoni’ : orang yang ridlo dengan apa yang telah ada pada dirinya dan dengan yang diberikan oleh
orang lain tanpa meminta.
Al-Mu’tar : orang yang meminta-minta dengan cara paksa.
Dan ada juga aturan lain dalam membagikan daging qurban yaitu yang mengurus binatang qurban tidak boleh mengambil bagian dari binatang tersebut sebagai upah atau jasa mengurusnya dan tidak pula menjual kulitnya serta bagian lainnya selama statusnya masih binatang qurban belum menjadi hak milik si penerima.
أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا
Sesunggunya Ali bahwasanny Rasul pernah menyuruhku mengurus hewan qurban dan membagikan daging, kulit dan hiasannya dan supaya tidak memberi upah kepada orang yang mengurusnya dengan apapun dari bagian hean qurban tersebut. Kata Ali : kami memberi upah dari harta kami sendiri. ( Hr. Al-Bukhary Juz :6 hal : 195 )
…… وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ……
Dari Abu Sa’id ……. Janganlah kamu menjual daging hadyu dan daging qurban …… (HR. Ahmad Juz : 32 hal : 439)
Keutaman Berkurban
عَنْ عَائِشَةَ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ
Dari Aisyah sesungguhnya nabi Saw telah bersabda : “Tidak ada suatu amal anak adam pada hari raya qurban yang lebih dicintai Allah selain dari menyembelih qurban dan sesungguhnya dia akan datang pada hari qiyamat dengan tanduknya dan kukunya serta bulu-bulunya dan sesungguhnya darah binatang qurban akan sampai pahalanya sebelum menyentuh tanah. (HR Ibnu majah Juz : 9 hal 280 )
[1] Aniisul Fuqoha 1/278, lihat pula Al-Kholil dalam kitab Al-‘Aeni 3/266, Ar Razy dalam kitab Mukhtarus Shihah 1/403, Az Zubaedy dalam kitabnya Tajul ‘Arus, 1/8472.
[2] Al Misbahul Munir, 2/359.
[3] Fiqih Ibadah – Hanafi 1/205, Kifauatul Akhyar 1/695.
[4] Asyraful Masalik 1/ 121
[5] Al-Mughny 11/95
[6] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[7] أملحين: قال ابن الأعرابي وغيره: الأملح هو الأبيض الخالص البياض. وقال الأصمعي: هو الأبيض ويشوبه شيء من السواد، نظر: شرح صحيح مسلم 3/ 1556.
[8] Al Mabsuth 6/171.
[9] Al Kitab 1/204, lihat fiqhul ibadah – Hanafy 1/205.
[10] Bidayatul Mujtahid, 1/597.
[11] At Talqien 1/262.
[12] Asyraful Masalik, 1/121.
[13] Bidayatul Mujtahid, 1/597, lihat fiqhul ibadah – Maliky 1/396.
[14] Mughny Al Muhtaj, 4/282.
[15] Al Um, 2/348.
[16] mukhtashar Al-Muzany, 1/299.
[17] Almuhadzab, 1/74.
[18] lihat matan Abu Syuja’ 1/347, Kifayatul Ahyar 1/695, Fiqhul Ibadah – Syafi’y 1/793.
[19] Al mughny 11/95.
[20] Al Iqna, 1/408.
[21] Manarus Sabil, 1/189.
[22] Ar Raudh Al Murobba’ 1/291, lihat Al Umdah 1/206, Al Kafy fi fiqhil Hanbal 1/542, Fiqhul Ibadah – Hanbaly 1/493.
Penulis: H. Deni Sholehudin, M.Si