Tuan A. Hassan dan Tafsir Al-Furqan Basa Sunda

oleh Reporter

23 Mei 2021 | 17:48

Oleh: Ust. Pepen Irpan Fauzan, M.Hum (Kominfo PP PERSIS)

 

“…henteu kirang narimakeun ka djoeragan K. M. Joenoes anoe ngajakeun kertas-kertas satjoekeopna pikeun Al-Foerqan sareung Al-Boerhan, Malajoena sareng Soendana”
—Persatoean Islam Bandoeng, Pihatoer (1928: 1).

Mohammad Natsir—ketika diwawancarai Ajip Rosidi (M. Natsir: Sebuah Biografi, Girimukti Pusaka, 1990)—menceritakan tentang gurunya, tuan A. Hassan. Ketika dirinya mulai belajar tahun 1927 pada tuan Hassan, Natsir berkisah, gurunya itu sudah menjadi rujukan paham-agama oleh para anggota studi klub Persatuan Islam di Bandung. Pokok-pokok pikirannya yang bernas tentang agama benar-benar menarik perhatian. Tulisan-tulisannya mulai dibaca masyarakat kota Bandung, tidak saja oleh para anggota Persatuan Islam, namun setiap muslim yang rajin dan berminat belajar agama.

Tulisan-tulisan tuan Hassan itu kemudian dibukukan. Semakin orang tertarik, semakin bertambah pula permintaan terhadap karya-karya tuan Hassan. Sayangnya, bagi masyarakat kota Bandung yang dihuni mayoritas orang Sunda, mereka lebih menginginkan tulisan bernas tuan Hassan itu disampaikan dengan bahasa Sunda. Tentu, orang Sunda akan lebih paham dan ada “rasa tersendiri” jika menggunakannya.

Tuan Hassan pun tampaknya menyadari betul hal itu. Sedikit-sedikit tuan Hassan bisa berbicara Sunda. Masalahnya, tuan Hassan tidak bisa menulis dengan bahasa Sunda. Dan tak mungkin juga memaksakan diri belajar menulis bahasa Sunda. Jadi, satu-satunya jalan adalah mencari ‘jasa penerjemah’.

Akan tetapi, keinginan penerjemahan itu ternyata tidak mudah. Orang Sunda cukup banyak yang bisa menerjemahkan bahasa Melayu. Tapi, soalnya bukan itu saja. Orang Sunda itu, selain memahami betul bahasa Sunda, juga harus paham agama dengan baik. Termasuk memahami karakteristik pemikiran tuan Hassan. Sehingga narasi terjemahan teksnya sesuai dengan konteks pemikiran original si pengarang.

Sejak tahun 1928 itu, tuan Hassan sudah mulai mencari orang Sunda yang memahami pikirannya sehingga bisa menerjemahkan tulisan-tulisannya ke dalam bahasa Sunda, tapi tidak menyimpang dari maksud-pikiran tuan Hassan itu sendiri. Untunglah, kata Natsir, “ada beberapa ajengan muda yang bersedia membantunya, di antaranya Ajengan Anwar Sanusi dari Garut, Mh. Djoenaedi dan Joehana, seorang pengarang roman Sunda yang terkenal. Dengan demikian dapatlah buku-bukunya diterbitkan dalam bahasa Sunda disamping edisi bahasa Melayunya. Dengan penerbitan edisi bahasa Sunda itu, dia merasa lebih yakin bahwa buah tangannya sekarang dapat dibaca oleh orang-orang Sunda… sehingga penyebarannya lebih luas” (Rosidi, 1990: 31-32).  

Sebagaimana diketahui, M. Anwar Sanusi adalah tokoh Syarekat Islam Garut yang juga ajengan (ulama Sunda) dari Pesantren Biru, Tarogong-Garut. Ketika di Bandung muncul jam’iyyah Persatuan Islam yang sangat vocal dalam mengkritik praktik-praktik keagamaan yang berlangsung pada saat tersebut, ia pun tersinggung dan bermaksud mendatangi para tokoh reformis Bandung itu untuk ditantang berdebat. Akan tetapi, perdebatan tersebut tidak terjadi. Bahkan justru ia berbalik menjadi pendukung pembaharuan Persatuan Islam dengan mendirikan organisasi yang seideologi dengannya di Garut.

Nama organisasi partner Persatuan Islam itu adalah Madjlis Ahli Soennah (MAS) Garoet. Berdiri pada tahun 1926 dengan kantor di Jln. Tjiledoeg No. 107, Kota Garut. Namun demikian, basis MAS Garoet terdapat di Pesantren Cilame-Wanaraja, perdesaan Garut wilayah Utara. Selain M. Anwar Sanusi, tokoh-tokoh MAS Garoet ini antara lain: KH. M. Zakaria (uwa/paman ustaz Aceng Zakaria), KH. Yusuf Tojiri, KH. Romli, KH. Abdul Qohar, KH. Bakri, KH. Fatah dan Raden H. Sukantawijaya. (Lihat Pepen Irpan Fauzan, KH Aceng Zakaria Ulama Persatuan Islam, 2021: 29-36).  

Penyusunan Tafsir Basa Sunda.
Menurut M. Anwar Sanusi dan Mh. Djoenaedi (1928: 1), pada era 1927-1928, tuan Hassan sudah mulai menerbitkan kitab tafsir, kamus dan fiqih (hukum Islam, terutama yang terkait dengan ibadah ritual).  Kitab Tafsir—yang diberi nama Al-Furqan Fi Tafsiril-Qur’an—mulai disusun secara sedikit-demi-sedikit. Hingga tahun 1928, tuan Hassan sudah menyelesaikan tiga jilid Tafsir Al-Furqan. Setiap satu jilid, tuan Hassan menambahkan tulisan terpisah terkait kamus bahasa Arab yang diperlukan untuk memahami tafsir tersebut. Kitab kamus bahasa Arab itu dinamainya Al-Bayan. Sementara kitab urusan fikih diberi judul Al-Burhan. Pada tahun 1928 itu pun, telah terbit dua jilid Kitab Al-Burhan.

Kecuali Kamus Al-Bayan, kedua kitab lainnya—Tafsir Al-Furqan dan Kitab Al-Burhan—dimulailah diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda. Khusus untuk Tafsir Al-Furqan, penerjemahannya disusun oleh Mh. Djoenaedi, seorang ahli roman Sunda yang berprofesi sebagai guru Sekolah Kelas II di Tasikmalaya. Setelah penerjemahan tahap pertama rampung, maka Ajengan Anwar Sanusi memeriksa dan mengedit terjemahan itu. Tampaknya, Ajengan Anwar Sanusi lebih berfungsi sebagai editor substansi. Sebagai ulama Sunda yang juga menyusun kitab tafsir Al-Quran—Kitab Gajatoel Bayan Fi Tafsiril Qoer’an—bisa dipahami jika Ajengan Anwar Sanusi dipercaya tuan Hassan untuk pengeditan substansi terjemah tafsirnya itu. Teks terjemahan itu terakhir diedit oleh Mh. Sardjono untuk urusan teknis penulisannya (semacam proofreading istilah penerbitan era kontemporer). Mh. Sardjono ini adalah direktur percetakan “Druk. Tjikoeraj Garoet”.             
 
Dukungan untuk penerbitan kitab Tafsir Al-Furqan edisi bahasa Sunda itu mengalir dari para aghniya Persatuan Islam. Tercatat ada tiga nama yang secara khusus disebut sebagai tanda terima kasih atas bantuan materil penerbitan kitab tafsir Al-Furqan dan kitab fikih Al-Burhan. Yaitu, Hamimah (istri KH. M. Zamzam), Mariam (istri H. Abdul Rahman)—keduanya adalah Voorzitster dan Vice Voorzitster dari Persatuan Isteri, sayap kaum hawa Persatuan Islam—dan K. M. Yunus, yang di kitab itu disebut perannya sebagai “anoe ngajakeun kertas-kertas satjoekeopna pikeun Al-Foerqan sareung Al-Boerhan, Malajoena sareng Soendana” (yang mengadakan kertas-kertas secukupnya untuk Al-Furqan dan Al-Burhan, baik yang berbahasa Melayu maupun bahasa Sunda). Sedangkan apresiasi untuk bu Hamimah dan bu Maryam dituliskan: “Hatoer noehoen kana bantoean anoe sakitoe ageungna…kalawan ageung panghareupan mudah-mudahan djadi tjonto ka Istri-istri Islam di Bandoeng sareung ka sa-Indonesia” (terima kasih atas bantuan yang begitu besar…dengan pengharapan semoga menjadi contoh untuk istri-istri Islam di Bandung dan se-Indonesia).

Akhirnya, kitab Tafsir Al-Furqan edisi Bahasa Sunda berhasil diterbitkan Persatoean Islam Bandoeng, melalui percetakan “Druk. Tjikoeraj Garoet”. Terbit pada bulan Jumadil Ula 1347 H bertepatan dengan bulan November 1928 M. Edisi perdana yang bersejarah.

Pada cover depan kitab tertulis sebagai berikut—diawali teks berbahasa Arab, Al-Furqan Fi Tafsiril-Qur’an: “Al-Foerqan Tafsir Qoer’an Basa Soenda”, yakni Al-Furqan Tafsir Al-Quran Edisi Bahasa Sunda. Ada keterangan penerbitan di bawahnya, tertulis dengan dibatasi oleh dua garis: Bagian Ka Hidji Tjitakan Ka Hidji (Jilid ke-1, Cetakan ke-1). Sedangkan di bawah garis keduanya tertulis: Disalin Tina Al-Foerqan Basa Malajoe Karangan Djoeragan A. Hassan (Disalin Dari Al-Furqan Edisi Bahasa Melayu Karangan Tuan A. Hassan). Setelah itu, ada keterangan para penterjemahnya: Koe Djoeragan Mh. Anwar Sanoesi Goeroe Agama Di Garoet Jeung Djoeragan Mh. Djoenaedi Goeroe Sakola Klas II No 3 Tasikmalaja (Oleh Tuan M. Anwar Sanusi guru agama di Garut dan Tuan M. Junaedi guru Sekolah di Tasikmalaya).

Pada cover belakang kitab itu tertulis daftar agen yang menjadi distributor penjualan kitab Tafsir Al-Furqan dan kitab Al-Burhan. Tercetak pada bagian paling atas: Al-Foerqan Tafsir Qoer’an Jeung Al-Boerhan Kitab Fiqh (Kitab Tafsir Al-Furqan dan Kitab Fiqh Al-Burhan). Di bawahnya tertulis keterangan: Basa Soenda jeung Malajoe tiasa kenging ti Djoeragan-djoeragan sareng Toko-toko anoe kasebat di handap ieu (Edisi Bahasa Sunda dan Melayu bisa didapatkan dari Tuan-tuan dan Toko-toko yang tercantum di bawah ini).  Setelah itu, dituliskan secara berderet daftar agen dari atas ke bawah berturut-turut. Semuanya tercatat ada 39 agen.

Pada deretan pertama tercantum Kantoor Persatoean Islam Gang Pakgade Bandoeng. Setelah itu ada agen-agen distributor perseorangan, seperti: K. M. Oemar, Hoofdagent, Belakang Kanoman 23 Bandoeng; Kiai H. Anwar Sanuci, pengarang tafsir Gajatoel Bajan Garoet; A. Askar, Tjibadakweg 41 Bandoeng; Noto Atmodjo Tjimahi; R. Kartadipoera, Tasikmalaja; Soelaeman, Tjiandjoer; Bibi Wantie, Toko Singapoer, Kepatihan Soerabaja; R. Iskandar Idris, Moehammadijah Pekalongan; dan yang lainnya.

Agen dari kalangan percetakan pun tak ketinggalan, seperti: Drukkerij Dachlan Bekti, Bandoeng; Drukkerij Economy Kaoem, Bandoeng; Drukkerij Preanger Bandoeng; Drukkerij Tampomas, Kebon Djati Bandoeng; dan Drukkerij Tjikoeraj, Garoet. Adapun toko-toko buku yang ikut mendistribusikan kitab Al-Foerqan Tafsir Qoeran Basa Soenda, di antaranya adalah: Boekhandel Koesradi, Naripanweg Bandoeng; Boekhandel Tjikiraj, Soekaboemi; Boekhandel & Lidjstenmakerij, Pintoe Pasar Wetan 4, Meester Cornelis; Soekip Tweedehandsch Boekhandel, Peraban Soerabaja; dan Handel Mij. Al-Ma’arif, Toko kitab, Patekoan, Batavia.   

(BERSAMBUNG)

Reporter: Reporter Editor: admin