Kolektivitas Berjamiyyah, Belajar dari Gajah

oleh Ismail Fajar Romdhon

01 Agustus 2025 | 09:56

Kolektivitas Berjamiyyah, Belajar dari Gajah

Kolektivitas Berjamiyyah, Belajar dari Gajah


Oleh: Ridwan Rustandi

(Sekum PP Pemuda Persis)



Gajah adalah salah satu hewan terbesar dalam sejarah peradaban manusia. Tinggi tubuhnya berkisar antara 2 sampai 4 meter dengan berat badan antara 4 sampai 7 ton. Dengan ukuran seperti ini, gajah menjadi hewan dengan ukuran terbesar yang masih bisa hidup dan bertahan sampai saat ini.


Namun tahukah anda? Sekalipun ukuran tubuhnya menjadi yang terbesar, gajah termasuk kategori mamalia darat yang paling emosional. Para ilmuwan meneliti bahwa gajah memiliki emotional contagion atau penularan emosional yang menunjukkan kekuatannya sebagai hewan berkelompok. Gajah bisa merasakan perasaan berkabung yang dirasakan oleh kawanannya.


Ketika ada satu gajah terluka, maka yang lain turut membantu. Bahkan, gajah secara sistematis membentuk unit medis di tengah kawanannya untuk membantu yang terluka. Saat bermigrasi, gajah akan memperlambat jalannya sampai kawannya yang terluka kembali pulih dan stabil.


Pada sisi lainnya, emotional contagion ini ditunjukkan dengan membela kawannya yang terancam atau dalam serangan pihak lain. Dengan kekuatannya, ia tidak segan menyerang balik sang penantang yang dipandang mengancam kelompoknya.


Struktur otak gajah termasuk yang terbesar, ukurannya bisa mencapai 5 kilogram. Menurut para ahli, otak gajah mengandung korteks serebral yang berkembang dan membantu memecahkan masalah. Selain itupun, otak gajah memiliki hipokampus yang berkaitan dengan emosi. Jumlah neuronnya pun 3 kali lebih banyak dari neuron yang dimiliki manusia, bisa mencapai 257 miliar. Neuron inilah yang mengoptimalkan fungsi koordinasi tubuh sekaligus menunjukkan tingkat kecerdasan gajah.


Hal lainnya yang juga menarik adalah belalai dan cara gajah membangun koordinasi diri dan kolektifnya. Belalai dalam diri gajah sebagai alat multifungsi yang memberikan berbagai informasi untuk otaknya. Walaupun tidak bertulang dan terlihat sangat lentur, belalai gajah mampu mengangkat beban sampai 300 kilogram. Hal ini didasarkan bahwa otot belalai gajah terdiri dari 40.000 otot.


Selain itu, belalai gajah berfungsi menjadi alat komunikasi tubuhnya sekaligus komunikasi sosialnya. Gajah menggunakan sentuhan belalai untuk menyampaikan informasi dan menunjukkan empati terhadap kawanannya. Para saintis menyatakan bahwa dalam proses kolektivitasnya, gajah berkomunikasi dengan kawanannya melalui sentuhan belalai dan getaran kakinya di tanah.


Secara sosial, gajah hidup berkoloni. Gajah membangun pertemanan yang setia, solid dan berkelanjutan. Mereka saling melindungi satu sama lainnya. Gajah membentuk ikatan sosial yang kuat. Bahkan, ilmuwan menyatakan bahwa saat ada temannya yang kesusahan atau bahkan meninggal, gajah berkabung dan melaksanakan pemakaman untuknya.


Walaupun gajah termasuk hewan sosial, ia pun senantiasa menghargai privasi. Gajah mandi dengan khidmat, membersihkan dirinya sebelum kembali ke kawanannya. Gajah taat dengan pemimpinnya, mereka berjalan ribuan kilometer dalam barisan yang teratur dan dipimpin oleh seekor betina, gajah pun sangat menghargai perasaan dan tidak mau melukai yang lainnya sekalipun saat kematian sudah dekat.


Konon, saat akan memindahkan gajah dari satu tempat ke tempat yang jauh dengan menggunakan pesawat, selain ditemani pawang, gajah pun ditemani burung atau ayam kecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan penerbangan. Mengapa demikian? Ilustrasi ini untuk menggambarkan bahwa sekalipun ukuran gajah besar tapi ia termasuk hewan yang tidak mau melukai hewan kecil. Sehingga, selama perjalanan gajah berdiam diri agar tidak melukai hewan kecil tersebut.


Bila kita tarik dalam konteks berjamiyyah, ada hal yang bisa kita adaptasi dari cara gajah menghargai keberadaan yang lainnya. Ini bagian dari men-tafakkuri tanda-tanda kekuasaan Allah Swt (Qs. 02: 164).


Berjamiyyah berarti melibatkan diri dalam keberagaman baik secara gagasan, pengalaman, keinginan bahkan perasaan. Berjamiyyah berarti membangun kolektivitas yang bukan lagi berbicara 'keakuan', tetapi bagaimana mengembangkan sistem hidup bersama. Ketika berjamiyyah kita akan dihadapkan dengan berbagai peluang, tantangan, dan ancaman. Tentunya, kesemuanya tidak akan bisa kita hadapi seandainya kita tidak bahu-membahu secara kolektif memecahkan masalah dan membangun inovasi solusi.


Untuk membangun kolektivitas ini, penting menghargai perasaan diri tanpa melintasi batas privasi. Berjamiyyah mengatur kita bukan sebatas pandai mengoperasikan aturan dan sistem, tetapi juga pandai mengapresiasi diri, menghargai keberadaan orang lain, sekaligus membangun ikatan kelompok yang berorientasi pada pencapaian bersama. Dan yang lebih penting, gajah mengajarkan kita untuk tidak menindas yang kecil. Ini menunjukkan bahwa sekecil apapun kiprah, kontribusi dan performa orang lain dalam sebuah jamiyyah, tetap mesti dihargai dan diapresiasi sebagai sebuah kolektivitas.


Dalam penggambaran lainnya, al-Qur'an berkisah tentang hewan gajah tatkala dijadikan pasukan Abrahah (Qs. 105: 3-4). Abrahah congkak karena merasa memiliki pasukan terkuat dengan menunggangi gajah yang menjadi hewan dengan ukuran besar dan kuat. Namun, nyatanya, Abrahah dengan pasukan gajahnya kalah oleh burung-burung kecil yang membawa batu. Pesan ini menunjukkan bahwa ukuran tubuh bukan menjadi penentu kemenangan. Yang istimewa di balik besarnya ukuran tubuh gajah adalah karena sisi emosionalnya yang senantiasa menghargai perasaan orang lain dan membangun kolektivitas yang kuat, terorganisir dan bertujuan.


Ada sebuah ungkapan yang dapat kita jadikan sebagai ibroh, bahwa:


Ukuran tubuhmu (sebesar atau sekecil apapun) tidaklah penting.

Ukuran otakmu cukup penting.

Tapi, ukuran hatimu itulah yang terpenting.


BACA JUGA:

PERSIS Mengutuk Kebiadaban Israel terhadap Palestina