HAL-HAL YANG DIHARAMKAN DALAM AL-QURAN
Oleh: A. Zakaria
ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُۥ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَىٰهُمْ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَـٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَـٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَٱلْأَغْلَـٰلَ ٱلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ ۙ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ١٥٧
Allah SWT berfirman: “Dan ia menghalalkan bagi mereka segala yang baik, dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Q.S. al-A’râf: 157)
قُل لَّآ أَجِدُ فِى مَآ أُوحِىَ إِلَىَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍۢ يَطْعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًۭا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍۢ فَإِنَّهُۥ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍۢ وَلَا عَادٍۢ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ١٤٥
Allah SWT berfirman: “Katakanlah! Tidak aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena semuanya itu kotor, atau binatang yang disembelih selain atas nama Allah. Siapa saja yang dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penya-yang.” (Q.S. al-An’âm: 145). Surat ini diturunkan di Makkah.
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ ۖ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍۢ وَلَا عَادٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ١١٥
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepadamu (makan) bangkai, darah, daging babi, serta apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, akan tetapi siapa saja yang terpaksa memakannya, sedangkan ia tidak menginginkannya, dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. an-Nahl: 115). Surat ini diturunkan di Makkah.
Tentang keharaman Khabâits;
وَتَحْرِيْمُ الْخَبَائِثِ لاَ يَدُلُّ عَلَى مُحَرَّمَاتٍ أُخْرَى فيِ الطَّعَامِ غَيْرَ هَذِهِ فَيُجْعَلُ نَاسِخًا لِلْحَصْرِ فِيْهَا فَإِنَّ لَفْظَ الْخَبَائِثِ يَشْمُلُ مَا لَيْسَ مِنَ اْلأَطْعِمَةِ كَاْلأَقْدَارِ وَأَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ ِبالْبَاطِلِ وَكُلِّ شَيْئٍ رَدِيْئٍ. -المنار 149:8-
“Diharamkan khabaits, tidak berarti ada/terdapat makanan-makanan lain yang diharamkan selain (yang empat) ini. Jangan sampai dijadikan pe-nasakh kepada ayat yang terdapat hashr, karena lafazh “khabaits” itu, mencakup yang bukan dari jenis makanan seperti: kotoran, dan memakan harta orang lain yang dengan cara batal, serta segala sesuatu yang rendah/hina.” (al-Manâr, 8: 149)
Tentang bangkai;
Bangkai adalah sesuatu yang mati dengan sendirinya atau yang mati bukan dengan sembelihan menurut syara’.
Yang terhitung bangkai;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهُوَ مَيِّتٌ. -رواه أبو داود-
Rasulullah SAW bersabda: “Apa-apa yang dipotong dari tubuh binatang sedang binatang itu masih hidup, maka itu adalah bangkai.” (H.R. Dâwûd)
Yang dikecualikan dari bangkai;
عَنْ أَبىِ هُرَيْرَةَ ر قَالَ؛ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فيِ الْبَحْرِ هُوَ اَلطَّهُوْرُ مَاؤُهُ اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ. -أخرجه الأربعة؛ سبل السلام، 15:1-
Dari Abi Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tentang laut, airnya mensucikan, bangkainya pun halal.” (H.R. Imam yang Empat; Subulu as-Salâm, 1: 15)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ ر قَالَ؛ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا اْلمَيْتَتَانِ؛ فَالْجَرَادُ وَالْحُوْتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ؛ فَالْكَبِدُ وَالطَّحَالُ. -أخرجه أحمد وابن ماجه- وَفِيْهِ ضَعْفٌ.
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah telah bersabda: “Telah dihalalkan bagi kami dua jenis bangkai, dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai adalah, (bangkai) belalang dan ikan. Sedang-kan dua jenis darah ialah hati dan limpa.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah, tetapi haditsnya dhaif)
Tentang darah yang mengalir;
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ فيِ قَوْلِهِ؛ أَوْ دَمًا مَسْفُوْحًا قَالَ: َاْلمَسْفُوْحُ الَّذِى يُهْرَاقُ وَلاَ بَأْسَ ِبمَا كَانَ فيِ الْعُرُوْقِ مِنْهَا.
Dan Ibnu Juraij tentang firman Allah: “AU DAMAN MASFÛHAN, menurutnya ialah darah yang mengalir yang dituangkan. Adapun darah yang menempel pada urat/daging itu tidak apa-apa.”
Tentang daging babi;
اَلْمُرَادُ ِبلَحْمِ الْخِنْزِيْرِ؛ جَمِيْعُ أَجْزَائِهِ حَتَّى الشَّحْمُ كَمَا هُوَ اْلمَفْهُوْمُ مِنْ لُغَةِ الْعَرَبِ. وَمِنَ الْعُرْفِ اْلمُطَّرَدِ فَهُوَ مِنْ بَابِ إِطْلاَقِ الْجُزْءِ وَإِرَادَةِ الْكُلِّ، كَمَا فيِ قَوْلِهِ تَعَالىَ: تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍۢ وَتَبَّ
Yang dimaksud “dengan babi” ialah semua bagian anggota tubuh babi, termasuk giginya, sebagai-mana dipahamkan dari bahasa arab serta kebiasaan yang berlaku, maka (hal) itu termasuk ungkapan “Menyebut bagian (anggota) akan tetapi yang dimaksud keseluruhan.” Seperti halnya firman Allah (di atas); “Celakalah tangan Abu Lahab.”
Tentang sembelihan yang bukan karena Allah;
وَاْلمُرَادُ ِبهِ؛ مَا ذُبِحَ أَوْ نُحِرَ عَلَى ذِكْرِ غَيْرِ اللهِ مِنَ اْلمَخْلُوْقَاتِ الَّتِى يُعَظِّمُهَا النَّاسُ تَعْظِيْمًا دِيْنِيًّا وَيَتَقَرَّبُوْنَ إِلَيْهَا ِبالذَّبَائِحِ وَاْلإِهْلاَلُ رَفْعُ الصَّوْتِ. -المنار-
(hal) ini adalah bagian yang diharamkan karena alasan ke-agamaan semata, bukan karena faktor kesehatan ataupun kebersihan sebagaimana (haramnya) ketiga macam yang disebutkan sebelum-nya. Adapun yang dimaksud dengannya ialah (segala) apa saja yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, dari seluruh makhluk yang biasa diagungkan manusia -dengan pengagungan- yang berdasar keagamaan, dan sebagai pengurbanan dengan sembelihan termaksud. (al-Manâr)
وَحِكْمَةُ تَحْرِيْمِ أَكْلِ هَذَا أَنَّهُ مِنْ عِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ تَعَالىَ، فَاْلأَكْلُ مِنْهُ مُشَارَكَةٌ ِلأَهْلِهِ فِيْهِ وَمُشَايَعَةٌ لَهُمْ عَلَيْهِ وَهُوَ يَجِبُ إِنْكَارُهُ لاَ إِقْرَارُهُ. -المنار، 136:6-
Adapun hikmah diharamkan makanan yang satu ini, adalah karena hal itu digolongkan pada per-sembahan terhadap selain Allah. Memakannya, samalah artinya dengan ikut-ikutan bersama dengan penganutnya dan berarti pula mendukung mereka dalam hal tersebut, di mana kita seyogyanya mengingkarinya, bukan mengakui keberadaannya. (al-Manâr, 2: 98)
قَالَ اْلإِمَامُ الزَّرْكَشِى: كَانُوْا إِذَا اشْتَرَوْا دَارًا أَوْ بَنَوْهَا أَوِ اسْتَخْرَجُوْا عَيْنًا ذَبَحُوْا ذَبِيْحَةً خَوْفًا أَنْ يُصِيْبَهُمُ الْجِنُّ فَأُضِيْفَتْ إِلَيْهِمُ الذَّبَائِحُ لِذَلِكَ.
Menurut imam Zarkasyi: “Adalah mereka apabila membeli rumah atau (selesai) membangun rumah, atau mengeluarkan sesuatu benda (menggali dari dalam rumah), suka menyembelih suatu sem-belihan, karena khawatir gangguan jin, maka sembelihan tersebut didasarkan atas tujuan itu, (bukan karena Allah).
Hukum memakan binatang buas;
... عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَيْسَ مِنَ الدَّوَابِ شَيْئٌ حَرَامٌ إِلاَّ مَا حَرَّمَ اللهُ فيِ كِتَابِهِ: قُل لَّآ أَجِدُ فِى مَآ أُوحِىَ إِلَىَّ
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Tidak ada satu pun binatang melata yang haram kecuali apa-apa yang telah diharamkan Allah dalam kitab-Nya, (lalu ia membacakan: QUL LÂ AJIDU FÎ MÂ UHIYA).”
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا سُئِلَتْ عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَمِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ تَلَتْ: قُل لَّآ أَجِدُ فِى مَآ أُوحِىَ إِلَىَّ … -المنار، 150:8-
Dari ‘Aisyah: “Ssesungguhnya ia jika ditanya dari (hukum) setiap binatang bertaring dan burung yang berkuku, ia membacakan ayat; “QUL LÂ AJIDU FÎ MÂ UHIYA…” (al-Manâr, 8: 150)
وَيُرْوَى عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ إِنَّمَا يُكْرَهُ أَكْلُ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ لاَ أَنَّهُ مُحَرَّمٌ. -سبل السلام، 72:4-
Dan diriwayatkan dari Malik: “Bahwa memakan binatang yang bertaring itu hanyalah makruh, tidak haram.” (Subulu as-Salam, 4: 72)
قَوْلُهُ تَعَالىَ: وَعَلَى ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِى ظُفُرٍۢ ۖ وَمِنَ ٱلْبَقَرِ وَٱلْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَآ إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَآ أَوِ ٱلْحَوَايَآ أَوْ مَا ٱخْتَلَطَ بِعَظْمٍۢ ۚ ذَٰلِكَ جَزَيْنَـٰهُم بِبَغْيِهِمْ ۖ وَإِنَّا لَصَـٰدِقُونَ ١٤٦ (الأنعام: 146) يُفِيْدُ تَخْصِيْصَ هَذِهِ الْحُرْمَةِ ِبهِمْ مِنْ وَجْهَيْنِ.
Allah SWT berfirman: “Dan (hanya) kepada orang-orang yahudi Kami haramkan setiap (hewan) yang berkuku.” Ayat ini memberi pengertian haramnya hewan tersebut khusus bagi mereka (yahudi) di lihat dari dua segi:
اَلْأَوَّلُ: إِنَّ قَوْلَهُ تَعَالىَ؛ وَعَلَى ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِى ظُفُرٍۢ ۖ … يُفِيْدُ الْحَصْرَ فيِ اللُّغَةِ.
Pertama; firman Allah SWT: “Dan atas orang-orang yahudi, Kami haramkan setiap yang berkuku.” Ayat ini ditinjau dari segi bahasa memberi arti hashr, karena mendahulukan obyek (ma’mûl) -ialah ‘ALÂ ALLADZÎNA, daripada subyek (‘âmil)- ialah lafazh HAR-RAMNÂ (kami haramkan).”
وَالثَّانِى: إِنَّهُ لَوْ كَانَتْ هَذِهِ الْحُرْمَةِ ثَابِتَةٌ فيِ حَقِّ الْكُلِّ لَمْ يَبْقَ لِقَوْلِهِ وَعَلَى ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِى ظُفُرٍۢ ۖ … فَائِدَةٌ.
Kedua; “Kalaulah ketetapan haram ini berlaku untuk keseluruhan (Islam dan Yahudi), maka tentu saja ungkapan; WA ‘ALÂ AL- LADZÎNA HÂDÛ HARRAMNA, ini tidak akan ada artinya.”
BACA JUGA:Hukum Usaha Penginapan: Halal atau Haram? Ini Penjelasannya