Piranti Kualifikasi Calon Pemimpin : Track Record dan Potret Realitas yang Akan Disongsong

oleh Ismail Fajar Romdhon

04 Desember 2025 | 18:22

Piranti Kualifikasi Calon Pemimpin : Track Record dan Potret Realitas yang Akan Disongsong

Piranti Kualifikasi Calon Pemimpin : Track Record dan Potret Realitas yang Akan Disongsong



Kalian akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal ia akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.”(HR. Bukhari)


Dalam setiap proses pemilihan pemimpin, baik dalam organisasi, lembaga publik, maupun struktur politik. kita selalu perlu menimbang pertanyaan mendasar: apa piranti paling sahih untuk menilai kelayakan seseorang menjadi pemimpin? Di tengah derasnya retorika, pencitraan, dan janji - janji, terkhusus tantangan sosial yang semakin akut. Maka ada dua piranti utama yang tetap tidak dapat tergantikan. Yaitu : track record dan potret realitas yang akan disongsong.


Pertama, track record adalah bukti kerja yang tidak bisa ditutupi oleh retorika. Ia menunjukkan jejak capaian, integritas, ketegasan, serta kemampuan seseorang menghadapi persoalan nyata. Jejak kinerja ini membedakan antara mereka yang hanya pandai berwacana dengan mereka yang benar - benar mampu menanggung beban kepemimpinan.


Kedua, pemimpin juga harus dikualifikasi berdasarkan potret realitas yang akan disongsong. Setiap zaman membawa tantangan berbeda, sehingga pemimpin perlu memiliki visi yang tepat, kemampuan membaca arah perubahan, dan kecocokan kompetensi dengan problem yang akan datang. Pemimpin bukan hanya tentang siapa dirinya di masa lalu, tetapi juga apakah ia relevan dengan tuntutan masa depan.


Dua piranti ini, rekam jejak dan kesiapan menjawab realitas, harus dibaca bersamaan. Pemimpin yang hanya kuat dalam rekam jejak bisa kehilangan relevansi, sementara pemimpin yang hanya kuat berwacana mengenai masa depan tanpa bukti masa lalu, bisa terjebak dalam utopia.


Sejarah Islam sebagai khazanah memberikan contoh paling jernih tentang penerapan dua piranti ini.


Sebagai sampling, keterpilihan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama bukan semata karena kedekatan personalnya dengan Rasulullah ﷺ, tetapi karena track record-nya sebagai sosok yang paling teguh, paling dipercaya, paling kokoh imannya, serta paling matang pengalamannya dalam membersamai dakwah Rasulullah ﷺ. Rekam jejak inilah yang membuat para sahabat melihat Abu Bakar sebagai figur paling siap mengawal umat di momen krusial pasca wafatnya Rasulullah ﷺ.


Sementara itu, penunjukan Umar bin Khattab sebagai Amirul Mu'minîn sebagai khalifah yang kedua juga merupakan contoh kuat tentang bagaimana potret realitas masa depan menjadi dasar pertimbangan. Umat Islam saat itu memasuki fase ekspansi wilayah, penataan pemerintahan, serta pembentukan sistem administrasi yang lebih kompleks. Umar memiliki keberanian, ketegasan, kecerdasan, kecermatan, visi administrasi, dan kapasitas manajerial yang sesuai dengan tuntutan zaman tersebut. Kompetensinya berkelindan erat dengan tantangan yang akan dihadapi umat.


Kedua contoh itu menunjukkan bahwa kepemimpinan yang sukses selalu lahir dari perpaduan antara rekam jejak yang kuat dan kecocokan dengan realitas yang akan dihadapi. Pemimpin yang baik bukan hanya pernah terbukti dalam masa lalu, tetapi juga siap menyongsong masa depan.


Maka pada akhirnya, memilih pemimpin adalah tentang memilih kesinambungan kebaikan dan ketangguhan menghadapi tantangan. Dengan menggunakan dua piranti kualifikasi ini, yaitu track record dan potret realitas, proses seleksi pemimpin menjadi lebih jernih, rasional, dan bertanggung jawab. Allahua'lam bish showab.





Usman Adhim Hasan, S.H.I

(Pemerhati Pendidikan & HKI)

BACA JUGA:

Tokoh Pendidikan PERSIS, Rahmah El Yunusiyah Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional