Pertanyaan dari : Hamba Allah
Pertanyaan : Bismillahirrahmanirrahim ijin bertanya Pak Ustadz bagaimana menyikapi sakit yang datang silih berganti dan apakah sakit karena semata semata dosa.Terimakasih sebelumnya
Jawaban :
Setiap orang yang beriman meyakini bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya terjadi atas izin dan kehendak Allah Swt untuk menguji keimanan.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Tagabun [64]: 11)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak diuji? (QS. Al-‘Ankabut [29]: 2)
Termasuk sakit yang diderita, merupakan ketetapan Allah yang di dalamnya terdapat banyak hikmah dan keberkahan. Maka sikap yang dituntut dari seorang mikmin dalam menghadapi musibah ialah kesabaran. Dengan kesabaran itu ia akan mendapat shalawat (ampunan) dan rahmat dari Allah Swt.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikan-lah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apa-bila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157)
Hikmah dari musibah yang ditimpakan kepada orang yang beriman, boleh jadi untuk menghapus dosa-dosanya di dunia atau untuk meningatkan derajatnya.
Dalam hadis-hadis diterangkan:
عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Dari Shuhaib, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: "Perkara orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR. Muslim)
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Anas berkata: Rasulullah Saw bersabda: "Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima (balasannya) kelak di hari Kiamat." (HR. At-Tirmidzi)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya." (HR. Al-Bukhari)
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Dari Anas, dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Sesungguhnya besarnya balasan sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha, maka baginya keridhaan (Allah), dan barangsiapa yang murka, maka baginya kemurkaan (Allah).” (HR. At-Tirmidzi)
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ مِنْ النَّاسِ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ وَمَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Dari Mush'ab bin Sa'd dari Bapaknya, ia berkata; Aku bertanya, wahai Rasulullah! Siapa manusia yang paling berat ujiannya?' Beliau menjawab: 'Para nabi, kemudian yang terbaik, lalu yang berikutnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya pun berat. Jika dalam agamanya ada kelemahan, maka diuji sesuai kadar tersebut. Ujian akan terus menimpa hamba hingga ia berjalan di bumi dalam keadaan tidak memiliki dosa sedikit pun. (HR. Ahmad)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menerangkan tentang hikmah di balik musibah sebagai berikut:
ٱلْمَصَائِبُ نِعْمَةٌ لِأَنَّهَا مُكَفِّرَاتٌ لِلذُّنُوبِ، وَتَدْعُو إِلَى ٱلصَّبْرِ فَيُثَابُ عَلَيْهَا، وَتَقْتَضِي ٱلْإِنَابَةَ إِلَى اللهِ، وَٱلذُّلَّ لَهُ، وَٱلْإِعْرَاضَ عَنِ ٱلْخَلْقِ، إِلَىٰ غَيْرِ ذَٰلِكَ مِنَ ٱلْمَصَالِحِ ٱلْعَظِيمَةِ. فَنَفْسُ ٱلْبَلَاءِ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ ٱلذُّنُوبَ وَٱلْخَطَايَا، وَهَٰذَا مِنْ أَعْظَمِ ٱلنِّعَمِ، فَٱلْمَصَائِبُ رَحْمَةٌ وَنِعْمَةٌ فِي حَقِّ عُمُومِ ٱلْخَلْقِ، إِلَّا أَنْ يَدْخُلَ صَاحِبُهَا بِسَبَبِهَا فِي مَعَاصِيَ أَعْظَمَ مِمَّا كَانَ قَبْلَ ذَٰلِكَ، فَيَكُونَ شَرًّا عَلَيْهِ مِنْ جِهَةِ مَا أَصَابَهُ فِي دِينِه.. فَمَنْ ٱبْتُلِيَ فَرُزِقَ ٱلصَّبْرَ كَانَ ٱلصَّبْرُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فِي دِينِهِ، وَحَصَلَ لَهُ بَعْدَ مَا كُفِّرَ مِنْ خَطَايَاهُ رَحْمَةٌ، وَحَصَلَ لَهُ بِثَنَائِهِ عَلَىٰ رَبِّهِ صَلَاةُ رَبِّهِ عَلَيْهِ.
Musibah adalah nikmat, karena ia menjadi penghapus dosa dan mendorong untuk bersabar — dan atas kesabaran itu ada pahala. Musibah juga mendorong seseorang untuk kembali kepada Allah, tunduk kepada-Nya, dan berpaling dari ketergantungan kepada makhluk. Ini semua mengandung berbagai kemaslahatan besar. Maka ujian itu sendiri menjadi sebab penghapusan dosa dan kesalahan, dan ini termasuk nikmat terbesar. Maka musibah adalah rahmat dan nikmat bagi kebanyakan manusia. Namun, bila seseorang karena musibahnya justru melakukan maksiat yang lebih besar daripada dosa sebelumnya, maka itu menjadi keburukan baginya dari sisi agamanya… Maka barang siapa yang diuji, lalu dianugerahi kesabaran, maka kesabaran itu adalah nikmat dalam agamanya. Dan setelah dosa-dosanya diampuni, ia pun mendapatkan rahmat. Dan dengan pujiannya kepada Tuhannya, ia memperoleh salawat dari Tuhannya. (Fathul Majid: 353)
BACA JUGA:Hukum Salat Jumat yang Bertepatan dengan Hari Raya dan Status Shalat Zuhur ketika Mengambil Rukhshah tidak Salat Jumat