Oleh: Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag (Ketua Umum PP Persatuan Islam)
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagaimana dikemukakan para ilmuwan dan dibuktikan oleh sejarah dakwah dan peradaban umat Islam, bahwa di antara aspek ajaran kehidupan masyarakat yang paling rawan terjadi perselisihan dan konflik adalah masalah siyasah atau politik.
Perselisihan besar pertama yang hampir memecah belah umat Islam segera setelah wafatnya Rasulullah Saw adalah masalah politik. Yaitu perselisihan para pemimpin Anshar dan Muhajirin tentang siapa yang paling berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah Saw setelah beliau wafat.
Begitu pula pertumpahan darah di antara sesama kaum muslimin yang menelan korban puluhan ribuan jiwa sejak masa Khalifah Usman bin Affan sampai masa khalifah Ali bin Abu Thalib dan periode-periode berikutnya, adalah persengketaan masalah politik dan kekuasaan.
Persengketaan-persengketaan di internal umat Islam itu akan terus terjadi karena perbedaan tafsir dan kepentingan-kepentingan politik sampai hari kiamat.
Baik persengketaan yang ringan pada tataran pemikiran, perdebatan, atau polemik lisan dan tulisan, hingga persengketaan besar yang melibatkan kekuatan fisik dan persenjataan.
Oleh sebab itu, maka sepatutnya kita para aktivis Islam, terutama para pimpinan, kader dan keluarga besar jamiyah dakwah yang menamakan diri Persatuan Islam (PERSIS), wajib memahami dan menyadari masalah ini dengan sebenarnya. Agar tabiat atau karakter dari sisi negatif politik ini tidak masuk ke dalam kehidupan berjamiyah kita.
Salah satu sebab siyasah menjadi pintu masuk perselisihan umat adalah karena siyasah ini dianggap area terbuka bagi siapa saja yang merasa berkepentingan.
Sehingga masing-masing pihak, kelompok, ataupun perorangan merasa punya hak untuk memikirkan, menafsirkan, berpihak, dan terlibat tanpa merasa ada kaidah-kaidah ilmiah dan keadaban yang membatasinya.
Karena itu, masalah siasah ini, jangankan hanya pendapat ahli, ulama, pemimpin ormas, dan pemimpin politik, bahkan keputusan dan kebijakan seorang Rasulullah Saw pun bisa jadi diragukan, dipertanyakan, bahkan ditentang oleh para pengikut yang setia sekalipun kepadanya.
Ada contoh bagi kita, bagaimana keputusan dan kebijakan Rasulullah dalam kisah menerima perjanjian damai atau Shulhul Hudaibiyah dengan pihak musyrikin Mekah sempat diragukan, dipertanyakan, bahkan hampir ditentang oleh sabagian para sahabat yang selama itu setia kepada beliau.
Demikian juga kekecewaan para sahabat Anshar atas keputusan Rasulullah Saw dalam menentapkan pembagian ghanimah (harta rampasan) perang Hunain, perselisihan para sahabat atas keputusan Nabi Muhammad Saw ketika menetapkan Usamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang pada usianya yang baru 18 tahun.
Semua itu adalah ibrah (pelajaran) yang penting bagi kita, bahwa dalam isu-isu politik itu selalu kontroversial dan multi tafsir, bahkan kebijakan dan keputusan pimpinan pun bisa diragukan, tidak dipercaya, hingga diingkari.
Apalagi di zaman sekarang ini, di mana semua kalangan masyarakat terus-menerus dijejali dengan berita-berita dan informasi yang telah di-framing untuk menggiring kepada opini tertentu agar sejalan dengan kepentingan masing-masing kelompok.
Bahkan menggunakan cara-cara hoaks demi membangkitkan emosi dan fanatisme yang berlebihan. Maka apabila dibiarkan umat mengikuti informasi dan berita masing-masing yang tidak paham kemana arah skenario yang sesungguhnya, akhirnya umat terjerumus kepada silang sengketa dan konflik internal yang merugikan jamaah dan ukhuwah Islamiyah.
Atas dasar itu pula, untuk mengurangi dampak negatif akibat kekurangpahaman kebanyakan kita atas suatu kebijakan dan keputusan politik, maka Pimpinan Pusat (PP) PERSIS dalam hal ini saya selaku Ketua Umum, pemegang mandat Muktamar Jamiyah ini telah mengambil langkah antisipasi dalam menghadapi event politik nasional yang mau tidak mau melibatkan seluruh warga negara yang telah memenuhi persyaratan konstitusi negara sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban berbangsa dan bernegara.
Di antara langkah antisipatif dan preventif, sekaligus langkah proaktif membimbing dan mengarahkan warga jamiyah dalam menyalurkan hak politiknya sesuai dengan yang dikehendaki oleh peraturan (Qanun Asasi, Qanun Dakhili, Pedoman Jamiyah, dan peraturan jamiyah yang lainnya), PP PERSIS sejak bulan April 2023 telah membentuk Tim Siyasah yang bersifat adhock.
Ini dilakukan untuk membantu Bidgar Siyasah dalam bermusyawarah, mengkaji, merumuskan usulan kebijakan politik, agar suatu kebijakan itu merupakan hasil ijtihad kolektif yang lebih jernih dan objektif daripada hasil opini dan interpretasi pribadi yang sangat dipengaruhi subjektivitas emosi, keterbatasan informasi, dan kepentingan pribadi.
Posisioning Jamiyah dalam Politik Nasional
Dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai ormas dakwah, jam’iyyah PERSIS bukanlah underbow dan tidak berafiliasi kepada salah satu atau koalisi partai politik, karenanya tidak patut dan bukan wilayah tugas kewenangannya mendeklarasikan dukungan ataupun penolakan kepada salah satu partai ataupun pencalonan para kandidat yang akan berkontestasi di perebutan kursi presiden dan wakil presiden, maupun pada kontestasi kepala-kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten / kota.
Kalaupun jam’iyyah PERSIS berpartisipasi dalam politik, tentu saja berpolitik normatif dalam koridor dakwah amar makruf nahyi munkar, yaitu politik dalam makna siyasah dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita dakwah, yaitu tegak dan terpeliharanya agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keturunan, harta benda, dan terjaganya kesematan umat dan bangsa dari konflik dan perpecahan yang membahayakan kedaulatan negara dan akhirnya merugikan umat itu itu sendiri.
Karena itu, dalam menghadapi tahun politik, saya menghimbau seluruh jajaran pimpinan, aktivis, dan semua keluarga besar jam’iyyah, agar sama-sama menahan diri dari berbagai isu, berita, informasi, apalagi sikap dan tindakan yang tidak sejalan dengan visi-misi jamiyah dakwah kita.
Kita harus mengedepankan musyawarah dalam mengambil segala sikap dan keputusan, lebih baik dianggap terlambat dengan selamat dari pada ingin dinilai cepat tanggap tetapi terburu-buru yang akhirnya terjerumus.
Yakinlan bahwa ta’at kepada imamah dan imarah yang dihasilkan melalui musyawarah adalah jalan terbaik yang menyelamatkan.
Ingatlah selalu kaidah dalam kehidupan berjamaah dan berjam’iyyah, bahwa sebaik-baiknya hasil pikiran sendiri, tetap lebih baik hasil keputusan musyawarah para pimpinan yang berkompeten; demikian juga seburuk-buruknya hasil musyawarah tidaklah akan lebih buruk dari hasil pikiran diri sendiri.
Mari kita jaga lisan dan jari tangan kita dari menyebar luaskan berita dan informasi yang tidak benar, hoaks, apalagi berisi provokasi dan agitasi yang menimbulkan buruk sangka, kebencian dan permusuhan di antara sesama anak bangsa, apalagi sesama kaum muslimin.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua kepada jalan yang terbaik bagi kemaslahatan umat dan bangsa kita.
Allahu ya'khudzu biaidina ilaa maa fii hi khaerun lil Islaam wal muslimiin.
Wassalamu'alikum warahmatullah wa barakaatuh.
Jakarta, 6 September 2023.
[]
Editor: Fia Afifah