Siang tadi, para santri yang terbiasa menyimak kitab dan kajian ilmiah, kami ajak untuk menyimak realitas keumatan.
Mulai dari sejarah dakwah Islam dan juga Misi Kristen di lereng Merapi Merbabu sejak era kolonial, juga rivalitas diantara keduanya dari dulu hingga kini.
Biar para santri juga paham, bahwa dakwah itu tidak bisa disubordinasikan hanya pada mimbar tausiah atau yang lebih keren dikit taruhlah seminar. Demikian komentar mas ustadz yang menjadi pendamping santri attaqwa siang itu.
Spektrum dakwah itu sangat luas, sehingga semua lini yang ada harus bisa membangun jejaring yang saling menguatkan satu sama lain, bukan justru sebaliknya, yakni menganggap bahwa bidang yang digelutinya adalah yang paling utama.
Kekuatan jejaring itu diuraikan dengan sangat baik oleh emak-emak pendekar dunia maya mbak Widi Astuti ketika mengisahkan perjalanan berdirinya TK Persis di Samirono.
Semua tidak menyangka bahwa TK yang tadinya numpang di rumah salah satu warga itu akhirnya bisa memiliki bangunan berikut fasilitas belajar yang komplit.
Tidak hanya itu, TK Persis menggratiskan biaya sekolah, sebab operasional TK ditopang oleh ternak sapi perah. Baik gedung TK maupun enam Sapi Perah tersebut berasal donasi dari banyak pihak yang bahkan tidak saling kenal satu sama lain.
TK Persis terbukti membawa kemajuan yang berarti bagi dakwah di Samirono, tercatat sejak berdirinya di tahun 2019 sudah ada belasan warga yang kembali ke pangkuan Islam setelah sempat meninggalkannya.
Pak Jarot sebagai sohibul bait, dan mbak Widi juga memaparkan bagaimana bentuk rivalitas langsung dengan misi Kristen. Pada saat Fikri, salah satu murid TK Persis divonis menderita Leukimia dan dirawat di RSUD Salatiga, tiga orang misionaris Kristen dengan sangat terbuka hendak mengambil alih proses pengobatan Fikri.
Bagi yang berteman dengan mbak Widi di fb tentu sudah membaca kisah Fikri ini. Karena itu kepada para santri, mbak Widi berpesan agar apapun nanti dunia yang akn digeluti para santri, hendaknya tetap mengasah kemampuan menulis. Sebab, semaraknya gerak dakwah di Lereng Merbabu tidak bisa dipisahkan dari pewartaan kondisi umat melalui tulisan di media sosial.
Seperti kejadian ketika mualaf yang baru disyahadatkan malam harinya, pagi harinya ia kecelakaan ditabrak motor hingga gegar otak parah. Dengan wasilah mbak Widi menulis kisah ini di fb, ada seorang muhsinin asal Aceh yang kontak dan mentransfer 10 juta.
Allah yang menggerakkan hati para muhsinin tersebut, saya hanya menyampaikan melalui tulisan pungkas mbak Widi.
Kalau dulu beliau saya kenal sebagai emak-emak rempong yang garang di tulisan media sosial tapi "klemak-klemek" ketika berbicara di forum dunia nyata, siang tadi saya mendapati hal yang berbeda. Beliau berbicara dengan nada tegas, gahar dan dengan emosi penuh saat bercerita tentang pertengkarannya dengan misionaris saat mendampingi Fikri.
Dan beliau bisa menarik benang merahnya dengan drama Korea dan segala hal berbau K Popers yang ternyata nyambung dengan hobi para santriwati. Sehingga terjadilah diskusi yang serius tapi penuh canda yang tentu saja tidak saya pahami.
Penulis: Arif Wibowo (Persis Jateng)