Jakarta, persis.or.id - Tidak ada kedudukan yang paling dimuliakan tetapi juga sekaligus paling diperingatkan menurut Islam, selain kedudukan pemimpin.
Nabi Muhammad Saw, menjanjikan bah-wa di antara kelompok manusia istimewa di hari mahsyar yang mendapat naungan Allah pada saat manusia lainnya tidak ada yang mendapat naungan kecuali tujuh golongan, maka pada urutan pertamanya adalah "pemimpin yang adil."
Pada kesempatan lain, Rasulullah jus-tru mengecam dan mengingatkan baha-yanya jadi pemimpin. Beliau menyatakan bahwa kepemimpinan adalah amanat dan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat jika tidak diperoleh de-ngan cara yang benar.
Makna hadis-hadis di atas menun-jukkan bahwa dalam kepemimpinan itu ada tanggungjawab besar yang menjadi peluang kemuliaan dan juga potensi ke-hinaan. Bagi mereka yang mengambil ke-pemimpinan dengan cara yang benar dan menunaikan sesuai dengan tanggung ja-wabnya, maka kemuliaan lah balasannya.
Sebaliknya bagi siapa yang mengambil dengan cara batil dan melaksanakannya dengan cara zalim, maka kehinaan di du-nia dan di akhirat pasti menimpanya.
Karena itu pantas jika dalam Al-Qur-an, pemimpin disebut "Imâm", jamaknya "Aimmah", yang berasal dari kata kerja "amma-yaummu" yang berarti orang yang maju ke depan untuk memberi teladan, bimbingan, dan komando dalam perkara baik maupun perkara jahat.
"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendi-rikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah," (Q.S. al-Anbiya [21]: 73)
BACA JUGA: Memilih Pemimpin Bukan Hanya Urusan Perut