Berdoa adalah ibadah. Ada doa yang matsur atau ditentukan redaksinya misalnya bacaan dalam salat. Ada doa yang tidak ditentukan redaksinya, boleh redaksinya dengan bahasa apapun selama difahami. Objek dari doa disamping untuk pribadi, diutamakan mendoakan orang tua dan keluarga, serta kaum muslimin secara umum baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal .
Berdoa untuk sesama muslim, sangat dianjurkan oleh Nabi Saw., apalagi tanpa diketahui oleh muslim yang kita doakan.
Berdasarkan sabdanya:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ : آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim dari kejauhan tanpa diketahui olehnya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat yang telah diutus, dan setiap kali ia berdoa untuk kebaikan, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan 'Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.' (HR. Muslim, Sahih Muslim, 8/86).
Contoh indah, terkait dengan mendoakan saudara sesama muslim ada dalam al-Quran
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (al-Hasyr : 10)
Dalam membaca hadis, sering kita temukan ketika nama sahabat disebut, maka dibarengi dengan doa radhiyallahu anhu/ha/huma/hum. Kami belum menemukan dalil khusus bahwa doa tersebut khusus untuk sahabat. Namun dalam al-Quran ada ayat terkait dengan keutamaan sahabat sebagai berikut, yaitu Allah ridla terhadap mereka dan merekapun ridla kepada Allah :
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar (at-Taubah : 100)
ayat diatas sifatnya khabariyah, tanpa pengkhususan. Secara umum memang digunakan untuk sahabat, namun bukan berarti selain sahabat tidak boleh, jika kita amati dalam al-Quranpun orang-orang yang Allah ridla dan merekapun ridla kepada Allah, bukan hanya sahabat, tapi juga bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ
جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ´Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (al-Bayyinah : 7-8)
Jumhur ulamapun tidak membatasi penggunaan doa tersebut khusus untuk sahabat, sebagaimana pernyataan imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu Syarah al-Muhadzab (6/172). Tidak terbatas pula apakah orang yang kita doakan itu masih hidup atau sudah wafat.
Dengan kesimpulannya, boleh berdoa dengan kalimat “radhiyallahu anhu/ha/huma/hum” kepada sesama muslim, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
Oleh Ginanjar Nugraha.